Mungkinkah Penyelesaian Honorer Melalui Pendekatan Penganggaran?

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
"Hal ini menjadi perhatian kami, kalau kita lihat jumlah simpanan pemerintah di daerah terjadi kenaikan dari Rp 173,73 triliun pada Juli 2021 menjadi Rp 178,95 triliun," ucap Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTA) di Jakarta, Kamis (23/09/2021).
Pengendapan dana milik pemerintah daerah (pemda) di perbankan merupakan hal yang menjadi topik pembicaraan setiap tahun menjelang periode akhir tahun anggaran. Teguran oleh pemerintah pusat akibat masih terdapatnya pengendapan dana yang dimiliki oleh pemda selalu dilakukan terutama menjelang akhir tahun anggaran. Pemerintah pusat menganggap terdapatnya endapan dana akan berdampak target-target pertumbuhan ekonomi tidak tercapai. Ditambah lagi kondisi perekonomian pascapandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya membaik, belanja pemerintah diharapkan mampu untuk mempercepat pemulihan ekonomi sesuai dengan target yang telah ditentukan.
Berbicara mengenai pengendapan dana maka perlu dicermati secara mendalam atas dana yang mengendap tersebut. Ada beberapa kemungkinan pemda menaruh kelebihan dana yang dimiliki pada perbankan.
Kemungkinan yang pertama adalah berkaitan dengan pembentukan dana cadangan pada pemda. Dana cadangan dimaknai sebagai dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran. Pembentukan dana cadangan tentu saja akan mengakibatkan adanya endapan pada rekening tersendiri dan baru akan dicairkan ketika tujuan pembentukan dana tersebut telah dilaksanakan. Pada tahun 2021 pembentukan dana cadangan pada pemda direncanakan sebesar Rp 1,28 triliun, sedangkan rencana pencairan dana cadangan hanya sebesar Rp 291 miliar.
Kemungkinan kedua terkait dengan selisih antara pendapatan dengan kecepatan realisasi belanja pada pemda. Pos pendapatan pada APBD berasal dari pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan transfer, dan pendapatan lain-lain yang sah. Komponen terbesar pendapatan pada APBD berasal dari pendapatan transfer yang merupakan kurang lebih 60% dari pendapatan pada APBD sedangkan PAD memiliki porsi kurang lebih 30% dari pendapatan pada APBD. Pendapatan transfer yang diterima oleh pemda berasal dari pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan transfer yang berasal dari sesama pemda.
Sebagai pendapatan paling dominan pada APBD, transfer dari pemerintah pusat ke pemda dapat dikelompokkan berupa Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, dan Dana Otonomi Khusus. Dana Perimbangan kemudian dibagi lagi menjadi Dana Transfer Umum dan Dana Transfer Khusus. Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil merupakan komponen penyusun Dana Transfer Umum. Sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK fisik) dan DAK non fisik merupakan komponen penyusun Dana Transfer Khusus.
Dari waktu terbukukan pada kas daerah, Dana Transfer Umum (DTU) dapat dipastikan diterima oleh kas di pemda ketika periode waktunya telah terpenuhi. Dana Alokasi Umum ditransfer setiap bulan dengan persentase sama setiap bulannya. Sedangkan Dana Bagi Hasil ditransfer kepada pemda setiap triwulan dengan persentase tertentu. Berbeda dengan dana tranfer yang bisa dipastikan perolehannya, PAD dan pendapatan lain-lain yang sah lebih susah diproyeksikan penerimaannya karena adanya fluktuasi realisasi penerimaan setiap bulannya. Target perolehan PAD dan pendapatan lain-lain yang sah akan berubah sesuai dengan kinerja dalam pemungutan yang dilakukan oleh pemda.
Dari sisi kontrol terhadap mekanisme pembelanjaannya, Dana Transfer Khusus (DTK) merupakan komponen pendapatan yang paling kaku dalam pembelanjaannya. DTK hanya bisa dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan. Penarikan DTK oleh pemda dilakukan ketika kegiatan telah dilaksanakan/memiliki output.
DTU lebih bebas dalam penggunaannya dibandingkan DTK. DTU ditujukan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah serta untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DTU diberikan dalam bentuk block grant, sehingga pemda memiliki keleluasan dalam penggunaannya. Meskipun pemda memiliki keleluasaan dalam penggunaannya, pemerintah pusat juga memiliki kewenangan dalam penyalurannya termasuk melakukan pemotongan/penundaan DTU pada kondisi tertentu. Penyaluran DTU dalam bentuk block grant tentu saja membuka peluang terjadinya endapan dana selama belum digunakan untuk membiayai belanja.
PAD dan pendapatan lain-lain yang sah merupakan pendapatan yang sepenuhnya di bawah kendali pemda. Pemda diberikan keleluasaan sepenuhnya untuk membelanjakan pendapatan yang diperolehnya.
Dari ketiga sumber pendapatan di atas apabila dicermati maka dugaan terjadinya pengendapan cenderung berasal dari PAD dan pendapatan lain-lain yang belum terserap. Pemda seringkali memprioritaskan belanjanya dibiayai dari DTU dan DTK dibandingkan dengan sumber pembiayaan dari PAD dan pendapatan lain-lain.
DTU dan DTK membutuhkan prasyarat dalam penyalurannya. Tanpa terpenuhinya syarat yang telah ditentukan maka pemerintah pusat berhak menunda penyaluran DTU dan DTK pada tahap berikutnya. Adanya prasyarat yang harus dipenuhi mengakibatkan pemda akan memprioritaskan untuk membebankan belanja pada sumber DTU dan DTK. Porsi DTU dan DTK akan dihabiskan terlebih dahulu sebelum menggunakan sumber dari PAD maupun pendapatan lain-lain yang sah.
Pengendapan dana milik pemda seharusnya bisa dikurangi sampai pada tingkat minimal. Penyerapan belanja pemda baik bersumber dari DTK, DTU maupun PAD dan pendapatan lain-lain yang sah selayaknya didorong agar persentasenya proporsional. Pelaporan capaian penyerapan atas penyaluran DTU dan DTK perlu didukung dengan penyerapan belanja-belanja lain yang dibiayai oleh PAD dan pendapatan lain-lain yang sah. Hal tersebut dimaksudkan sebagai gambaran bahwa porsi penyaluran PAD dan pendapatan lain-lain yang sah linier dengan penyaluran belanja dari sumber DTU dan DTK.
Belanja pemda merupakan pemicu pertumbuhan ekonomi serta daya saing daerah. Akselerasi belanja sedini mungkin menjadikan perekonomian di daerah berkembang lebih cepat. Manfaat ekonomi akan dirasakan lebih luas oleh masyarakat dibandingkan sekadar memperoleh tambahan pendapatan jasa perbankan yang diperoleh dari dana yang mengendap.