Wendy Gouw
Wendy Gouw

Dr. Wendy, M.Sc. menyelesaikan pendidikan Master dan Doktoralnya dalam bidang Behavioral Finance di FEB UGM. Mendedikasikan diri pada dunia pendidikan sejak awal 2005 dengan menjadi Dosen Tetap di Program Sarjana dan Paska Sarjana FEB Universitas Tanjungpura, Pontianak. Bidang Minatnya mencakup Psikologi Keuangan, Keuangan Korporat, Pasar Modal, dan Makro Ekonomi.

Profil Selengkapnya

Sambut Era Baru Sistem Pembayaran Indonesia

Opini - Wendy Gouw, CNBC Indonesia
20 August 2021 21:20
Gedung BI Foto: Gedung Bank Indonesia (Dokumentasi CNBC Indonesia)

Tahun 2019 merupakan awal perkembangan sistem pembayaran digital berbasis server di Indonesia. Sistem ini menggunakan kode QR (quick response) yang mengintegrasikan berbagai uang elektronik (UE) yang dikeluarkan oleh masing-masing PJSP (Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran) di Indonesia. Bank Indonesia (BI) menamai sistem tersebut dengan QRIS (Quick Response code Indonesia Standard) yang saat ini telah digunakan secara luas di Indonesia.

Sebagai pengguna, kita memperoleh banyak manfaat dari sistem QRIS, di mana tidak perlu lagi mengunduh banyak aplikasi mobile payment di ponsel pintar kita. Cukup dengan satu aplikasi mobile payment, kita sudah dapat memindai kode QR dari berbagai PJSP di Indonesia sehingga memangkas waktu, efisien, hemat biaya transaksi, dan meningkatkan peluang terjadinya transaksi bisnis.

Sistem QRIS melibatkan beberapa pihak dalam mekanismenya. Selain PJSP, terdapat juga Lembaga Gerbang Pembayaran Nasional (LPGN) dan Penyelenggara Penunjang (pihak yang bekerja sama dengan penjual alias merchant aggregator). Sementara dari sisi keamanan, kode QR memiliki tingkat keamanan yang setara dengan kartu ATM (Automatic Teller Machine/Anjungan Tunai Mandiri) dan mesin EDC (Electronic Data Capture). Hal itu dikarenakan ketiganya menggunakan kanal pembayaran yang sama, yang bersifat share delivery channel.

SNAP
Tepat dua tahun sejak peluncuran perdana QRIS pada 17 Agustus 2019), BI kembali mengenalkan sistem pembayaran terbaru bertepatan dengan momen peringatan HUT ke-76 Proklamasi Kemerdekaan RI. Sistem pembayaran digital baru ini dinamakan SNAP (Standar Nasional Open Application Programming Interface‒API Pembayaran) dan QRIS Antarnegara melalui uji coba Sandbox Standar Nasional QR-code Pembayaran Indonesia dengan Thailand (Thai QR Payment).

SNAP merupakan standar nasional yang ditetapkan BI atas seperangkat protokol dan instruksi yang memfasilitasi interkoneksi antaraplikasi secara terbuka dalam pemrosesan transaksi pembayaran. Dengan demikian, SNAP bertujuan untuk menciptakan industri sistem pembayaran yang sehat, kompetitif, dan inovatif sehingga dapat menyediakan layanan sistem pembayaran kepada masyarakat secara efisien, aman, dan andal (Siaran Pers BI No. 23/211/Dkom).

SNAP sendiri disusun oleh Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) melalui Working Group Nasional. SNAP ke depannya akan mengintegrasikan seluruh layanan jasa sistem pembayaran di Indonesia, di mana sebelumnya Aftech (Asosiasi Fintech Indonesia) dan ASPI telah mengintegrasikan QRIS.

Dengan diterapkannya SNAP, maka langkah awal untuk mengakselerasi open banking dalam ranah sistem pembayaran mulai terwujud. Hal itu sejalan dengan visi BSPI (Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia) 2025, yaitu mendorong akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan nasional melalui open banking. SNAP diharapkan mampu menciptakan integrasi, interkoneksi, interoperabilitas (antarsistem dapat saling berinteraksi) di antara penyelenggara API, sehingga mendorong efisiensi sistem pembayaran.

Sebagai catatan, open API (Application Programming Interface) sendiri merupakan API yang digunakan secara terbuka, yang akses keterhubungannya diberikan berdasarkan perjanjian kerja sama antara penyedia layanan dan pengguna layanan dalam pemrosesan transaksi pembayaran.

Penerapan standardisasi Open API Pembayaran yang sesuai dengan praktik di luar negeri ini diharapkan mampu mengurangi fragmentasi industri, sehingga dapat mendorong percepatan ekonomi dan keuangan digital di Indonesia. Penyusunan SNAP sendiri sudah dimulai sejak triwulan pertama tahun 2020, yaitu sejak BI menerbitkan Consultative Paper Standar Open API Pembayaran.



QRIS Antarnegara
Peluncuran pra-resmi QRIS Antarnegara (saat ini dengan Thailand) diharapkan dapat menjadi momentum baru dalam memfasilitasi aktivitas masyarakat (terutama wisatawan) kedua negara. Sebagai ilustrasi, dengan konsep QRIS Antarnegara, ke depannya kita dapat membayar (dengan cara memindai kode QR) pada pusat pembelanjaan di Thailand melalui aplikasi mobile payment yang ada di ponsel pintar kita, demikian juga warga negara Thailand yang berbelanja di Indonesia. Inovasi sistem pembayaran baru ini diharapkan dapat mendorong lebih optimalnya layanan perbankan sehingga dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional dan mewujudkan BSPI 2025.

Integrasi QRIS dan Thai QR Payment menunjukkan kerja sama dan sinergi yang baik antara BI dengan Bank Sentral Thailand, termasuk kolaborasi dengan ASPI, lembaga switching kedua negara, bank Appointed Cross Currency Dealers (ACCD), dan PJP. Interkoneksi switching to switching yang dibangun ini merupakan hasil kolaborasi antara switching Indonesia (Rintis, Artajasa, Jalin dan Alto) dengan //switching// Thailand (National ITMX).

Satu hal yang menarik dari QRIS Antarnegara ini adalah penyelesaian transaksi dilakukan dengan menggunakan kurs kuotasi langsung dari mata uang lokal kedua negara (Local Currency Settlement/LCS) melalui Bank ACCD Indonesia (BCA, BNI, dan BRI) dan Bank ACCD Thailand (Bangkok Bank, Bank of Ayudhya‒Krungsri, dan CIMB Thai Bank).

Sistem ini diyakini akan berkontribusi pada peningkatan inklusi keuangan dan ekonomi digital. Selain itu, juga mendukung transaksi e-commerce dan UMKM karena mengintegrasikan pembayaran QR lintas batas secara instan. Sesuai peta jalan yang ada, QRIS Antarnegara akan memasuki fase komersial dengan Thailand pada kuartal pertama tahun 2022.

Tantangan dan Upaya
Dukungan infrastruktur digital merupakan prasyarat mutlak dalam pengembangan sistem pembayaran digital. Cakupan wilayah geografis yang luas, yang dipisahkan pulau-pulau menjadi tantangan tersendiri bagi pemerataan infrastruktur digital di Indonesia. Sementara itu, tingkat literasi dan inklusi keuangan yang belum merata dan relatif rendah di luar pulau Jawa dan Bali menjadi tantangan berikutnya.

Dari sisi proteksi data (keamanan dan kedaulatan data), risiko siber yang relatif tinggi perlu mendapat perhatian serius dari otoritas-otoritas terkait, begitu juga dengan isu shadow-banking (lembaga non-bank yang beroperasi seperti bank). Dalam konteks ini, diperlukan penguatan regulasi dengan tetap mengedepankan prinsip kepentingan nasional.

Upaya berkelanjutan dengan menyinergikan berbagai pihak (BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Kementerian Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) harus terus diperkuat. Infrastruktur digital yang mulai membaik di nusantara (tercermin dari terkoneksinya Palapa-ring sepanjang kurang lebih 36.000 km) perlu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya. Upaya ini perlu didukung dengan peningkatan kualitas human capital di Indonesia. Data literasi dan inklusi keuangan yang meningkat dari tahun ke tahun menjadi sinyalemen positif yang perlu terus dijaga.

Kita berharap dengan meningkatnya interkoneksi antarpelaku ekonomi (antarbank, antar non-bank, dan antarbank dengan non-bank) dan antar instrumen keuangan (tabungan, UE, dan kartu debet/kredit) dalam lingkup Indonesia (dan ke depannya dengan negara-negara lain melalui QRIS Antarnegara) mampu meningkatkan literasi dan inklusi keuangan. Literasi dan inklusi keuangan yang baik berpotensi mendukung stabilitas sistem keuangan, efisiensi ekonomi, dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Sebagai Bank Sentral yang bertugas menjaga gawang moneter Indonesia, kita mengapresiasi upaya BI melalui inovasi SNAP dan QRIS Antarnegara dalam melakukan transformasi sistem pembayaran digital di Indonesia. Tentunya inovasi tersebut diharapkan mampu memberi dukungan positif terhadap efisiensi ekonomi dan kemudahan transaksi bisnis di tengah upaya pemulihan ekonomi yang penuh ketidakpastian akibat pandemi Covid-19 ini.

Di samping itu, kita juga masih menanti inovasi lainnya, berupa uang digital Rupiah (Central Bank digital Currency/CBDC), yang konon kabarnya akan diedarkan melalui teknologi platform blockchain sehingga distribusinya diyakini akan sangat efisien.

(miq/miq)
Opini Terpopuler
    spinner loading
Opinion Makers
    z
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading