Potensi Nilai Tambah Ekonomi Investasi Industri Panas Bumi Nasional

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
"Orang Bilang Tanah Kita Tanah Surga, Tongkat Kayu dan Batu Jadi Tanaman."
Kata-kata di atas adalah penggalan bait dari salah satu lagu dari Koes Plus di tahun 1970-an. Lagu itu menceritakan betapa kaya negara yang kita cintai, Indonesia. Apapun yang kita usahakan di muka bumi ini, akan punya manfaat bagi rakyat Indonesia.
Dalam perjalanan waktu, tidak hanya tanah permukaan Indonesia yang punya manfaat besar, tetapi sumber daya di dalam perut bumi Indonesia diindikasikan ada banyak kolam air panas.
Kolam-kolam panas raksasa ini adalah harta karun energi untuk Indonesia. Panasnya perut bumi ini menjaga air kolam-kolam raksasa dalam perut bumi akan tetap panas. Sumber pemanasnya selalu ada dan tidak hilang. Kondisi terjaganya panas perut bumi ini menyebabkan energi panas bumi masuk ke dalam golongan Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Uap air yang keluar ke permukaan bumi tentunya akan berkurang panas dan tekanannya. Tetapi jika air yang sudah menjadi agak dingin ini dapat dimasukkan kembali ke perut bumi, panas dan tekanan yang sama akan selalu terjaga di permukaan tanah.
Di tengah menipisnya produksi dan ketersediaan bahan bakar fosil, perkembangan teknologi di bidang EBT telah membuat biaya pengembangan pembangkit EBT terus menurun dan dapat bersaing dengan pembangkit berbahan bakar fosil. Panas dan kuatnya uap air dari perut bumi dapat menggerakkan turbin pembangkit listrik.
Pengembangan panas bumi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini menjadi salah satu road map Indonesia untuk patuh pada Konvensi Kesepakatan iklim Paris tahun 2015. Potensi panas bumi di Indonesia itu sangat berlimpah berkisar pada angka pembangkit energi sebesar 23,9 Giga Watt (GW). Sayangny,a potensi tersebut saat ini baru dimanfaatkan sebesar 8,9%, dan masih banyak yang belum dimanfaatkan.
Kerja untuk menjaga pemanfaatan sumber alam energi ini adalah bagian dari visi misi Jokowi, yaitu "Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan".
Yang selalu menjadi pertanyaan ketika pemerintah mencanangkan pembangkit energi dengan mengedepankan kelestarian alam, adalah apakah biaya produksi energi menjadi lebih mahal atau tidak.
Biaya eksplorasi dan juga biaya modal pembangkit listrik geotermal memang lebih tinggi dibandingkan pembangkit-pembangkit listrik lain yang menggunakan bahan bakar fosil. Namun, setelah mulai beroperasi, biaya produksinya akan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pembangkit-pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
Tingginya biaya ekplorasi dan modal pembangkit harus disertai dengan peningkatan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sudah mampu merancang dan memproduksi sepenuhnya pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) skala kecil dan menengah.
TKDN yang tinggi dengan didukung riset inovasi BRIN pastinya akan membangkitkan ekonomi banyak industri lokal. TKDN bidang energi akan memberi multiplier efek yang besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Banyak sektor terlibat aktif mengembangkan komponen PLTP, tidak hanya BUMN atau pemain swasta besar tetapi akan lahir klaster industri baru yang didukung oleh industri-industri kecil dan menengah.
Kebutuhan pembangkit listrik yang masih terus ada di Indonesia ini tentunya harus diikuti dengan pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang andal. Pemerintah melalui BRIN akan membuat program baru, yaitu pendampingan insan riset dan produksi industri Indonesia oleh tenaga-tenaga diaspora Indonesia.
BRIN sudah mengganggarkan program tenaga diaspora sebagai "coach" bagi industri Indonesia. Para "coach" ahli ini akan bekerja bersama SDM Indonesia untuk mengembangkan produk secara bersama-sama.
Khusus untuk kebutuhan desain dan produksi turbin PLTP skala menengah dan besar, diaspora Indonesia yang berkarya di Benua Eropa, khususnya Prancis, dapat diajak untuk membantu Indonesia. Dengan pengalaman mereka di industri besar dan juga di lembaga riset Perancis, rakyat Indonesia dapat mengharapkan diaspora ini dapat menjadi jembatan baru Indonesia membangkitkan industri turbin Indonesia.
Sistem PLTP pada intinya adalah sistem pengalir dan pemompa uap panas ke turbin pemutar generator listrik sehingga listrik dapat dialirkan ke industri dan ke masyarakat. PLN sebagai satu-satunya pemegang kuasa pembelian listrik Indonesia sering menghadapi dilema, apakah listrik yang dihasilkan pembangkit berbasiskan gas (PLTU) harus menjadi acuan harga beli listrik dari mitra penghasil listrik dari PLTP. Apabila harga yang ditetapkan wajar, maka tidak hanya PT Pertamina (Persero) yang bisa berinvetasi secara cepat, namun pihak investor lainnya juga akan tertarik.
Penetapan kewajaran harga listrik ini akan menghindari sengketa harga uap geothermal. Pemerintahan Presiden Jokowi saat ini terus menjaga agar tidak ada sengketa lagi dan tetap terus mengembangkan sistem penyediaan listrik yang efisien dan ramah lingkungan secara total salah satunya melalui pengembangan pembangkit listrik dari uap panas bumi.
Pembangunan kesejahteraan bangsa Indonesia dapat terlaksana dengan peningkatan ekonomi nasional melalui peningkatan TKDN. Potensi sumber daya geothermal di Indonesia ini selain karena volume sumber panas yang sangat besar juga ditambah lagi dengan mutu baku uapnya yang sangat bagus akan menjadi modal bangsa ini untuk tetap bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).