
Tan Wijaya telah bergabung dengan IBM lebih dari 10 tahun dan menempati berbagai posisi strategis, seperti Executive Assistant hingga ASEAN General Manager pada tahun 2014. Ia memulai karirnya dengan IBM di tahun 2007 sebagai Territory Solution Partner Manager hingga jabatan terakhirnya sebagai Country Manager IBM System. Ia telah menerima sejumlah penghargaan termasuk 50 manajer terbaik yang terpilih untuk menjadi bagian dari Manager Championship Group pada tahun 2014, dan juga memenangkan penghargaan IBM Employee Excellence pada tahun 2008.
Profil SelengkapnyaEdge Computing: Inti Transformasi Digital Pasca Covid-19

Jika ada satu hal yang pasti di tengah ketidakpastian ini, adalah pandemi COVID-19 telah mempercepat transformasi digital di Indonesia.
Hampir seluruh sektor bisnis, di antaranya merupakan bisnis yang banyak di atur secara ketat, telah merevolusi operasionalnya hanya dalam hitungan minggu dan bulan. Di sektor layanan jasa keuangan misalnya, beberapa bank global telah memutuskan untuk bergabung dan mengadopsi solusi cloud melalui IBM Cloud for Financial Services.
Di samping private cloud yang telah sukses digunakan untuk menampung sebagian besar beban kerja selama ini, kini bank juga memberikan kontrol pada public cloud untuk mengoperasikan data sensitifnya secara aman dengan kerangka kerja yang akan terus diperbarui untuk mengatasi setiap tantangan industri.
Padahal jika dilakukan secara biasa atau tradisional, proses itu bisa memakan waktu hingga bulanan bahkan tahunan. Selama masa pandemi COVID-19, perusahaan telah bekerja cepat dengan memanfaatkan teknologi yang memungkinkan seluruh tenaga kerja atau karyawannya bekerja dari jarak jauh. Di samping itu, interaksi pelanggan pun sebagian besar telah bermigrasi secara online.
Kelincahan perusahaan yang terlihat selama pandemi ini telah mengajarkan banyak hal tentang bagaimana cara kita bekerja, seberapa cepat perusahaan dapat berevolusi, dan bagaimana perusahaan dapat mengatasi apa yang akan terjadi selanjutnya. Penting bagi sebuah perusahaan dan juga sebagai bangsa untuk belajar dari pengalaman ini dalam menatap masa depan.
Kecepatan yang belum pernah ada sebelumnya memungkinkan real-time insights
Dunia telah menyaksikan ledakan sejumlah perangkat tersambung (connected devices) sebelum adanya COVID-19. Saat ini, terdapat sekitar 15 miliar perangkat cerdas (intelligent devices) di pasar global, dan IDC memperkirakan bahwa angka ini akan tumbuh hingga 150 miliar pada tahun 2025.
Pertumbuhan perangkat tersambung telah memicu penyerapan teknologi edge computing, sebuah kerangka kerja komputasi terdistribusi yang memungkinkan data untuk di proses dan di analisis lebih dekat ke sumber di mana data itu dibuat.
Interkonektivitas yang terus berkembang ini telah mendorong pertumbuhan application Programming Interface (API) - tautan untuk menghubungkan data dan layanan yang memungkinkan inovasi cepat sekaligus membuka pasar untuk barang dan layanan baru, sebagai landasan dasar untuk kemitraan di masa depan.
Peran teknologi cloud dan AI dalam sejarah adalah untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang berbeda dan mempercepat inovasi serta mendorong terciptanya pandangan baru dari hasil analisis data yang bisa ditindaklanjuti. Akan tetapi, skala dan kompleksitas data dari perangkat tersambung yang belum pernah ada sebelumnya telah melampaui kemampuan jaringan serta infrastruktur. Dengan volume data yang terus meningkat, peluncuran 5G dengan kecepatan tinggi dan latensi rendah akan memungkinkan perusahaan untuk mengoptimalkan manfaat dari teknologi edge computing. Bahkan di jaringan 4G, perusahaan telah melihat manfaat signifikan dari teknologi edge computing ini.
Meskipun beberapa pasar Asia Pasifik telah mengalami kemajuan yang pesat dalam pengadopsian 5G dibandingkan kawasan lainnya, sudah ada beberapa kasus pemanfaatan 5G yang luar biasa:
* Di Indonesia, sektor pertanian mengambil keuntungan dari pemanfaatan jaringan. Perkebunan besar menggunakan drone 5G untuk mengumpulkan informasi tentang kondisi dan tingkat kelembaban tanah. Drone menangkap gambar lahan pertanian untuk mendapatkan detail perkebunan, tanah, dan cuaca, kemudian mengirimkan gambar beresolusi tinggi lewat 5G untuk dianalisis - semuanya secara real-time.
* Dalam lingkungan ritel, tumpahan (spillage) dan pembusukan (spoilage) adalah masalah yang sensitif dan sangat berdampak pada keuntungan perusahaan. Video stream telah digunakan untuk mengumpulkan data mengenai jumlah ketersediaan produk atau produk yang jatuh dari raknya. Namun, banyaknya data yang dikumpulkan dari video stream berpotensi membanjiri jaringan dan lama video dikirim ke cloud bisa jadi mahal. Sementara, teknologi edge memungkinkan untuk memproses data dan mengidentifikasi masalah apa pun dengan lebih efisien.
* Dalam industri otomotif, perkembangan menuju kendaraan otonom (autonomous vehicles) sedang diwujudkan melalui mobil yang tersambung jaringan 5G, dengan sensor jaringan di dalam dan di luar kendaraan untuk memantau semuanya. Standar jaringan 5G ini akan menghubungkan kendaraan dengan lingkungan sekitar, pengemudi lain, dan infrastruktur dengan cara yang belum dapat kita pahami saat ini-artinya, penggunaan jaringan 5G dalam bisnis memiliki potensi yang sangat besar.
* Dalam layanan kesehatan, keandalan dan latensi rendah dalam komunikasi sangatlah penting - sehingga membuat 5G menjadi bisnis yang menjanjikan. Masa depan medis akan melihat penggunaan 5G dalam operasi nirkabel jarak jauh, robotika, simulasi dari virtual reality (VR) dan augmented reality (AR), dan umpan balik secara instan. Pengadopsian jaringan 5G ini dapat mengubah bagaimana layanan kesehatan dan prosedur medis dilakukan.
Secara lebih luas, di beberapa kawasan Asia Pasifik, teknologi edge computing telah mendukung penangangan COVID-19. Hal ini termasuk solusi seperti pemantauan demam dan kesehatan, manajemen kepadatan kerumunan, pemantauan dan peringatan zona terlarang, serta pemantauan jarak sosial di mana jarak antara individu dipantau berdasarkan kekuatan sinyal Bluetooth.
Di sisi lainnya, volume penggunaan e-commerce pun meningkat di masa pandemi. Bayangkan jika di masa depan, untuk membeli pakaian misalnya, Anda memanfaatkan augmented reality (AR) berdasarkan pengukuran scan tubuh, sehingga Anda dapat memastikan kesesuaian pakaian yang Anda beli. Semua ini hanya dapat terjadi dengan pemanfaatan teknologi edge computing berbasis cloud.
Seiring dengan usaha kita untuk terus mengubah cara kerja, dan melihat proyeksi bagaimana konsumen di dunia pasca COVID-19 mengharapkan pengalaman digital baru, kita hanya dapat mengantisipasi bahwa IoT, AI, dan hal-hal otonom akan terus muncul lebih cepat daripada sebelumnya.
Dalam perjalanan menuju 'kenormalan baru', perusahaan perlu terus berjuang untuk memberikan keterlibatan dan nilai baru bagi karyawan dan pelanggannya.
Komputasi pada sumber untuk menandai gelombang inovasi berikutnya
Bahkan sebelum pandemi, GSMA's Mobile Economy report menunjukkan bahwa teknologi 5G diharapkan memberikan kontribusi sebesar USD 2,2 triliun untuk ekonomi global dalam 15 tahun ke depan. Pertumbuhan ini tentunya akan mendatangkan permintaan yang signifikan untuk edge dan hybrid multi-cloud computing yang memungkinkan perusahaan memproses data secara efektif pada sumbernya dan secara real-time.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 21% untuk edge computing di Asia Pasifik antara 2019 dan 2024 akan mencapai USD 5,8 miliar pada tahun 2024; menjadikan kawasan ini sebagai pasar teknologi edge computing terbesar kedua setelah Amerika Utara. Dengan teknologi edge computing, kedekatan data dengan sumbernya dapat memberikan manfaat bisnis yang menjanjikan: insight dan waktu respon yang lebih cepat, serta ketersediaan bandwidth yang lebih baik.
Kemampuan jaringan dan komputasi saat ini menjadi sangat vital untuk mendukung inovasi teknologi. Meskipun Indonesia saat ini masih dalam proses mewujudkan potensi 5G dan edge computing, teknologi ini akan menciptakan peluang yang belum pernah ada sebelumnya bagi perusahaan, baik sekarang dan di masa depan.
*Tan Wijaya, President Director of IBM Indonesia