'Santa Rally' Harapan Terakhir IHSG

Irvin Avriano A, CNBC Indonesia
20 December 2018 12:12
Irvin Avriano A
Irvin Avriano A
Jurnalis merangkap analis yang kembali ke media dengan diawali dari kerinduannya menulis. Saat ini fokus pada rubrik investasi bermodal sepucuk lightsaber merah dan ilmu sejarah, serta sejumput pengalaman di koran ekonomi berbahasa Indonesia terbesar dunia.. Selengkapnya
Aksi membedaki porotofolio itu juga tidak lepas dengan aksi menarik kembali saham-saham dalam porfotolio dengan cara membeli lebih banyak lagi di pasar.
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Santa yang biasanya datang bawa hadiah natal di pasar saham, tahun ini kedatangannya akan lebih diharap-harap hingga hari terakhir 2018 nanti. 

Terang saja, harap-harap cemas terhadap window dressing sekarang tampaknya masih akan lebih kental karena hingga 18 Desember, belum terlihat tanda-tanda adanya penguatan berarti di pasar saham yang biasa dianggap sebagai window dressing. 

Sekilas tentang window dressing, Investopedia mendeskripsikan window dressing sebagai aksi memperbaiki tampilan portofolio bagi investor atau manajer investasi menjelang akhir periode, termasuk di akhir tahun.  

Perbaikan tersebut dilakukan dengan cara menjual saham berkinerja jelek dengan saham yang kinerjanya lebih bagus sehingga isi portofolio dapat dipertanggungjawabkan kepada atasan. 

Aksi membedaki porotofolio itu juga tidak lepas dengan aksi menarik kembali saham-saham dalam porfotolio dengan cara membeli lebih banyak lagi di pasar agar harganya naik. 

Jika di akhir tahun, pelaku pasar global banyak yang menamakan window dressing pada periode itu dengan istilah Santa Rally. 

Kecemasan bagi yang sedang menunggu-nungu window dressing juga ditambah adanya cemoohan pelaku pasar lain yang menilai Santa Rally datang terjadi lebih awal pada November dan awal Desember sehingga banyak yang sudah ketinggalan kereta. 

Berdasarkan catatan perdagangan bursa, IHSG naik 3,85% sepanjang November dengan posisi akhir 6.056, dan penguatannya baru 0,4% sejak 1 Desember-18 Desember. 

Belum lagi, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang Desember dianggap belum ciamik karena belum mampu melampaui posisi akhir Septembernya 6.056. 

Kekhawatiran itu juga terkait tipisnya kesempatan bagi IHSG untuk melampaui posisi akhir 2017 yaitu 6.355 sangatlah tipis, mengingat saat ini masih ada selisih 2,83% yang harus ditebus. 

Di awal Desember, IHSG memang sempat menyolek titik tertinggi 6.186 sejak April tahun ini pada 13 Desember, meskipun kemudian harus ditutup pada 6.177 pada sore harinya. 

Kepo-nya pelaku pasar untuk mengejar window dressing tahun ini tentu didasari oleh banyaknya saham unggulan di pasar, atau biasa disebut blue chips, yang harganya belum melampaui harga penutupan tahun lalu sehingga harapan tampaknya masih terbuka lebar. 

Apalagi, kabar pasar menyebutkan bahwa institusi besar-institusi besar domestik yang berandil menaikkan IHSG 6,78% dalam window dressing besar-besaran 2017 saat ini kekurangan amunisi akibat nyangkut di beberapa saham dan akibat koreksi masif pasar obligasi sepanjang tahun ini. 

Alhasil, window dressing Santa Rally 2018, jika memang akan terjadi, tampaknya akan dimotori institusi menengah-kecil hingga investor ritel, dan harusnya membuat IHSG berlari layaknya banteng yang menggunakan kacamata kuda, tak perduli dengan sentimen pasar keuangan global yang justru sedang berkontraksi asalkan naik. 

Kontraksi tersebut tak lepas dari sentimen negatif melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, potensi no deal untuk Brexit, ancaman shutdown pemerintahan oleh Trump, yang diimbangi oleh sentimen positif dari turunnya harga minyak dan meredanya ketegangan Italia-Uni Eropa. 

Di tengah ketidakberdayaan itu, indeks acuan dunia di Amerika Serikat (AS) yaitu Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan S&P 500 sudah berada di jurang koreksi sehingga sulit untuk keluar dan menjadi positif sepanjang Desember. 

CNBC International mencatat rerata pergerakan Desember S&P 500 adalah 1,6%.  

Kinerja kedua indeks itu juga sudah menjadi yang terburuk sejak pasca-Great Depression yang dihitung untuk akhir 1931.





Pasar pun berharap pergerakan IHSG tidak sememble Wallstreet, karena rekam jejaknya yang belum pernah terkoreksi di bulan ke-12 sejak 2.000 silam.
 

Tiba-tiba, secercah harapan itupun muncul kemarin, dan membuncah seketika! 

Sejak kemarin pagi, IHSG tak henti-hentinya tancap gas.

Bahkan posisinya terbang ketika ditutup hingga 6.176.
 

Lalu, apakah kisah manis rekor 17 tahun IHSG akan berakhir pahit dan mengekor kinerja Wallstreet tahun ini? 

Bagaimana kelanjutan usaha investor merah putih menutup jeda 2,89% lagi dalam lima hari untuk melampaui atau setidaknya menyamai 6.355? 

"Happiness depends upon ourselves (kebahagiaan tergantung kita sendiri)," ujar Aristoteles. 



TIM RISET CNBC INDONESIA
(hps)

Tags

Related Opinion
Recommendation