Timeline Panas AS vs Venezuela 2025: Sanksi, Militer, hingga Blokade
Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan Amerika Serikat (AS) dan Venezuela memasuki fase paling tegang sepanjang 2025, ditandai rentetan sanksi, penetapan kelompok "teroris", operasi militer, hingga ancaman blokade minyak.
Sejak Presiden AS Donald Trump kembali ke Gedung Putih pada Januari 2025, Washington membalikkan pendekatan era Joe Biden dan memilih garis keras terhadap pemerintahan Presiden Nicolas Maduro.
Ketegangan memuncak pada akhir November hingga Desember 2025, ketika AS meningkatkan operasi militer di Karibia dan Pasifik timur, menutup wilayah udara di sekitar Venezuela, serta memerintahkan blokade terhadap kapal tanker minyak yang terkait sanksi. Caracas menilai langkah itu sebagai dalih untuk intervensi ilegal.
Berikut timeline AS vs Venezuela sepanjang 2025 yang membawa kedua negara ke jurang eskalasi, seperti dihimpun CNBCÂ Indonesia dari berbagai sumber:
Januari 2025
10 Januari: Nicolas Maduro dilantik untuk masa jabatan ketiga usai pemilu yang dipersengketakan. AS menolak hasilnya dan mengulang tuduhan kecurangan.
28 Januari: Trump kembali berkuasa dan mencabut Temporary Protected Status (TPS) bagi sekitar 600.000 warga Venezuela di AS.
Februari 2025
20 Februari: AS menetapkan geng Tren de Aragua sebagai "organisasi teroris asing". Trump mengklaim kelompok itu terkait Maduro, meski badan intelijen AS menyatakan tak memiliki bukti hubungan tersebut.
21 Februari: Caracas setuju berkoordinasi dengan Washington soal deportasi; gelombang pertama migran dipulangkan.
26 Februari: Trump membatalkan konsesi minyak Venezuela yang sebelumnya diberikan pemerintahan Biden.
Maret 2025
24 Maret: AS mengenakan tarif 25% pada negara-negara pembeli minyak Venezuela.
Agustus 2025
8 Agustus: AS menggandakan hadiah penangkapan Maduro menjadi US$50 juta (sekitar Rp780 miliar) dan menyebutnya "pemimpin teroris global" dari Cartel de los Soles, istilah yang di Venezuela kerap dipakai untuk menyebut pejabat korup, bukan kartel terorganisir.
September 2025
2 September: Washington meluncurkan kampanye maritim "anti-narkotika" di Karibia dan Pasifik. Hingga November, setidaknya 21 serangan terhadap kapal yang dituduh menyelundupkan narkoba menewaskan lebih dari 83 orang.
Oktober 2025
15 Oktober: Trump mengkonfirmasi telah mengizinkan CIA melakukan operasi rahasia di Venezuela.
28 Oktober: Venezuela menangguhkan kesepakatan gas dengan Trinidad dan Tobago setelah kunjungan kapal perang AS.
November 2025
12 November: Caracas menggelar latihan militer nasional.
14 November: AS mengumumkan misi "Southern Spear" dan pengerahan pasukan di dekat Amerika Selatan.
14-16 November: AS mengerahkan kapal induk USS Gerald R. Ford, kapal perang lain, ribuan pasukan, dan jet tempur F-35 ke Karibia.
22 November: FAA mengeluarkan NOTAM yang memperingatkan bahaya di wilayah udara Venezuela akibat peningkatan aktivitas militer dan gangguan GPS; sejumlah maskapai menangguhkan penerbangan.
29 November: Trump menyatakan wilayah udara di atas dan sekitar Venezuela harus dianggap tertutup.
Desember 2025
10 Desember: Pasukan AS menyita kapal tanker minyak yang terkait Venezuela di lepas pantai negara itu.
16 Desember: Trump memerintahkan blokade terhadap kapal tanker minyak yang dikenai sanksi keluar-masuk Venezuela, langkah yang ditujukan untuk menekan perdagangan minyak, yang merupakan urat nadi ekonomi negara tersebut.
Washington berdalih operasi militer bertujuan memerangi narkotika. Namun, serangan kapal yang menewaskan sedikitnya 95 orang (menurut pembaruan akhir 2025) menuai kritik dari pemerintah asing, badan HAM termasuk PBB, serta anggota parlemen AS lintas partai. Sementara itu, Caracas menilai eskalasi militer dan sanksi sebagai upaya sistematis melumpuhkan ekonomi dan kedaulatannya.
Akar ketegangan AS-Venezuela telah terbentuk sejak era Hugo Chavez dengan kebijakan nasionalisasi minyak, yang kemudian berlanjut di bawah pemerintahan Nicolas Maduro di tengah sanksi dan krisis ekonomi.
Padahal, sebelum 1999, kedua negara relatif mesra. Perusahaan-perusahaan AS lama berinvestasi di sektor minyak Venezuela, bahkan sejak 1920-an Negeri Paman Sam menjadi pasar terbesar ekspor minyak Caracas. Titik balik terjadi saat Chavez naik ke tampuk kekuasaan dan menantang dominasi perusahaan asing.
Berikut timeline AS vs Venezuela selama 25 tahun terakhir, seperti dikutip dari Al Jazeera:
1999: Chavez Menjabat
Hugo Chavez terpilih sebagai presiden dengan agenda anti-kemapanan dan anti-AS. Ia meluncurkan "Revolusi Bolivarian", menulis ulang konstitusi, dan mulai menasionalisasi sektor minyak, sehingga mendorong benturan langsung dengan Washington.
2000-an: Eskalasi Permusuhan
Chavez mempererat hubungan dengan Rusia, China, dan Iran. Caracas mengusir LSM serta diplomat yang didukung AS dan menuding Washington melakukan destabilisasi. AS, sebaliknya, mengkritik Venezuela atas "otoritarianisme" dan pembatasan media. Program sosial diperluas saat harga minyak tinggi, namun salah urus dan korupsi mulai menggerus ekonomi.
2002: Upaya Kudeta
Kudeta singkat menggulingkan Chavez selama 48 jam. Pemerintah Venezuela menuduh AS terlibat, yang kemudian dibantah Washington. Peristiwa ini menanamkan ketidakpercayaan yang bertahan puluhan tahun.
2007: Nasionalisasi Minyak
Chavez menyingkirkan ExxonMobil dan ConocoPhillips untuk memastikan perusahaan minyak negara memegang saham mayoritas proyek baru. Chevron tetap beroperasi, menandai relasi yang selektif namun dingin dengan perusahaan AS.
2013: Kebangkitan Maduro
Usai wafatnya Chavez, Nicolas Maduro memenangkan pemilu dengan selisih tipis. Pemerintahannya segera dihadapkan pada penurunan ekonomi, skandal korupsi, dan hubungan yang kian memburuk dengan AS.
2014-2015: Sanksi Besar Pertama AS
Di tengah protes dan tuduhan pelanggaran HAM, AS memberlakukan sanksi dan pembatasan visa terhadap pejabat Venezuela. Ini menjadi titik balik krisis: kekurangan pangan dan obat menganga, inflasi melonjak, dan migrasi meningkat tajam.
2017-2019: Krisis Ekonomi & Sanksi Minyak
AS memblokir akses Venezuela ke pasar keuangan dan melarang pembelian utang. Sanksi impor minyak diperketat saat ekonomi terperosok ke hiperinflasi. Pada 2019, inflasi melonjak hingga 345%. Sebagai perbandingan, pada April 2025 inflasi masih tinggi di 172%.
2018: Pemilihan Ulang Maduro Disengketakan
Pemilu 2018 memicu krisis politik. Oposisi utama diboikot setelah kandidat kunci dilarang. Juan Guaido mendeklarasikan diri sebagai presiden sementara dan diakui AS serta puluhan sekutu. Washington memperluas sanksi ke sektor minyak, emas, pertambangan, dan perbankan.
2024: Sengketa Pemilu Kembali
Enam tahun kemudian, Maduro kembali dinyatakan menang atas kandidat independen Edmundo Gonzalez. Oposisi mempublikasikan penghitungan suara dari sejumlah TPS yang mengklaim kemenangan Gonzalez. PBB mengkritik penyelenggaraan pemilu tersebut.
Menteri Luar Negeri AS saat itu, Antony Blinken, menyatakan terdapat "bukti yang sangat kuat" bahwa Gonzalez menang. Sejumlah pemerintah Amerika Latin, yakni Brasil, Meksiko, Chili, dan Kolombia, ikut mempertanyakan hasil resmi dan menyerukan penghitungan ulang.
Rangkaian peristiwa ini menunjukkan bagaimana relasi AS-Venezuela bergeser dari kerja sama energi menjadi konflik berlapis sanksi dan krisis politik. Dalam 25 tahun, pergantian kepemimpinan di Caracas dan Washington tak banyak meredakan ketegangan, justru mengukuhkannya sebagai salah satu rivalitas paling berlarut di Belahan Barat, yang pada 2025 mencapai titik eskalasi paling berbahaya.
Disclaimer:
Big Stories merupakan kumpulan berita lama dari CNBC Indonesia yang telah dipublikasikan sebelumnya dan disajikan kembali karena menjadi berita terpopuler dan paling banyak diminati sepanjang tahun 2025. Informasi yang dimuat tidak selalu mencerminkan kondisi atau perkembangan terbaru. Pembaca disarankan untuk meninjau tanggal publikasi dan mencari referensi tambahan untuk mendapatkan informasi terkini.
(tfa/tfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Presiden Negara Ini Jadi Buronan AS, Hadiahnya Naik Jadi Rp825 Miliar