
Presiden Negara Ini Jadi Buronan AS, Hadiahnya Naik Jadi Rp825 Miliar

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) resmi menaikkan hadiah penangkapan Presiden Venezuela Nicolas Maduro menjadi US$50 juta atau sekitar Rp825 miliar. Situasi ini menandai tekanan terbaru Washington terhadap pemimpin negara Amerika Latin yang dituduh sebagai pengedar narkoba kelas kakap.
Dalam video yang diunggah ke media sosial pada Kamis (7/8/2025), Jaksa Agung AS Pam Bondi menuduh Maduro terlibat dalam jaringan perdagangan narkoba transnasional yang berkolaborasi dengan kelompok kriminal terorganisasi seperti Tren de Aragua, Cartel of the Suns, dan Kartel Sinaloa dari Meksiko.
"Dia adalah salah satu pengedar narkoba terbesar di dunia dan merupakan ancaman bagi keamanan nasional kita. Oleh karena itu, kami menggandakan hadiahnya menjadi US$50 juta," kata Bondi, seperti dikutip Al Jazeera pada Jumat (8/8/2025).
Maduro sebelumnya telah didakwa oleh pengadilan federal AS pada 2020, di masa pemerintahan Presiden Donald Trump, atas tuduhan konspirasi perdagangan narkoba. Saat itu, hadiah untuk penangkapannya ditetapkan sebesar US$15 juta, yang kemudian dinaikkan menjadi US$25 juta oleh pemerintahan Biden. Nilai tersebut setara dengan hadiah atas buronan teroris Osama bin Laden pasca serangan 11 September 2001.
Bondi juga mengungkapkan bahwa Departemen Kehakiman AS telah menyita aset terkait Maduro senilai lebih dari US$700 juta, termasuk dua jet pribadi dan sembilan kendaraan. Ia menambahkan bahwa berton-ton kokain yang berhasil disita otoritas AS dapat ditelusuri langsung ke jaringan Maduro.
"Di bawah kepemimpinan Presiden Trump, Maduro tidak akan lolos dari keadilan, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kejahatannya yang keji," tegas Bondi.
Pemerintah Venezuela langsung merespons tuduhan tersebut. Menteri Luar Negeri Venezuela Yvan Gil menyebut langkah AS sebagai "tipuan paling konyol yang pernah ada" dan menyindir bahwa langkah itu hanya pengalihan isu dari skandal Epstein yang sedang menyeret elit politik AS.
"Martabat tanah air kami tidak untuk diperjualbelikan. Kami menolak operasi propaganda politik yang kasar ini," kata Gil dalam pernyataan di Telegram.
Jaringan Narkoba
AS sebelumnya menuduh Maduro dan rekan-rekan dekatnya mengoperasikan kartel narkoba berskala negara yang disebut Cartel of the Suns, bersama pejabat tinggi militer dan intelijen Venezuela.
Salah satu tokoh kunci, Hugo Carvajal, mantan kepala intelijen militer Venezuela, telah diekstradisi ke AS dan mengaku bersalah atas empat dakwaan, termasuk konspirasi narkotika-terorisme.
Carvajal sebelumnya adalah diplomat yang mewakili pemerintahan Maduro, namun membelot dan mendukung oposisi pro-AS. Ia ditangkap di Spanyol dan diekstradisi ke AS pada Juli 2023 setelah lebih dari satu dekade menjadi target buruan AS.
Meski menjadi buronan AS, Maduro tetap mempertahankan kekuasaan. Ia kembali terpilih sebagai Presiden Venezuela pada 2024 dalam pemilu yang disebut "curang" oleh AS, Uni Eropa, dan sejumlah negara Amerika Latin.
Pada Juni lalu, Washington dan Caracas diam-diam mencapai kesepakatan pertukaran tahanan: 10 warga AS dibebaskan dari penjara Venezuela, sementara Caracas menerima puluhan orang yang dideportasi dari AS di bawah kebijakan imigrasi baru pemerintahan Trump.
Menariknya, Gedung Putih juga memberi kelonggaran pada sanksi energi dengan mengizinkan Chevron melanjutkan pengeboran minyak di Venezuela, membuka kembali peluang ekonomi bagi negara yang sebelumnya terisolasi.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perang Dagang Trump Meluas, Negara Kaya Minyak Ini Jadi Musuh Utama
