MARKET DATA
Internasional

Mata Uang Terpuruk, Negara Arab Kaya Minyak Dihantam Demo Besar

tfa,  CNBC Indonesia
31 December 2025 13:05
Demo di Iran imbas sungai kering. (AP/Hamidreza Nikoomaram)
Foto: Ilustrasi (AP/Hamidreza Nikoomaram)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang protes dan pemogokan di Iran terus meluas hingga hari ketiga. Ini dipicu krisis ekonomi yang kian dalam setelah nilai tukar rial mencetak rekor terendah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar terbuka.

Aksi bermula pada Minggu lalu, ketika para pedagang di Grand Bazaar Teheran menutup toko sebagai bentuk protes atas lonjakan inflasi dan anjloknya mata uang nasional. Kerusuhan kemudian menyebar ke berbagai kota, termasuk Karaj, Hamedan, Qeshm, Malard, Isfahan, Kermanshah, Shiraz, dan Yazd.

Video yang diverifikasi BBC Persia memperlihatkan ribuan demonstran turun ke jalan, sementara aparat keamanan terlihat menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa. Mahasiswa universitas juga bergabung dalam aksi, meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah seperti "Matilah diktator", yang merujuk pada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.

Menanggapi situasi tersebut, pemerintah Iran menyatakan mengakui adanya protes dan berjanji akan mendengarkan aspirasi publik. Presiden Iran Masoud Pezeshkian menulis di platform X bahwa dirinya telah memerintahkan Menteri Dalam Negeri untuk membuka dialog dengan perwakilan demonstran.

"Saya telah menginstruksikan pembicaraan dengan para perwakilan untuk menyelesaikan masalah dan bertindak secara bertanggung jawab," tulis Pezeshkian, dikutip Rabu (31/12/2025).

Di tengah tekanan ekonomi dan politik, Pezeshkian juga menerima pengunduran diri Gubernur Bank Sentral Iran Mohammadreza Farzin. Ia menunjuk mantan Menteri Ekonomi dan Keuangan Abdolnasser Hemmati sebagai pengganti, langkah yang dipandang sebagai upaya menenangkan pasar.

Di sisi lain, sebagian demonstran terdengar meneriakkan dukungan terhadap Reza Pahlavi, putra mendiang Shah Mohammad Reza Pahlavi yang digulingkan dalam Revolusi Islam 1979, dengan seruan "Hidup Shah". Reza Pahlavi, yang kini tinggal di pengasingan di AS, menyatakan dukungannya melalui X.

"Saya bersama kalian. Kemenangan adalah milik kita karena perjuangan kita adil dan karena kita bersatu," tulisnya.

"Selama rezim ini tetap berkuasa, situasi ekonomi negara akan terus memburuk," tambahnya.

Dukungan internasional juga datang dari AS. Akun Departemen Luar Negeri AS berbahasa Persia menyebut Washington "memuji keberanian" para demonstran dan mendukung mereka yang memperjuangkan "martabat dan masa depan yang lebih baik" setelah bertahun-tahun kebijakan ekonomi yang dinilai gagal.

Isu Iran turut menjadi agenda utama dalam pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Florida, Senin waktu setempat. Trump menolak secara terbuka mendukung perubahan rezim di Teheran, namun menyoroti kondisi ekonomi Iran.

"Mereka memiliki banyak masalah: inflasi yang luar biasa, ekonomi mereka hancur, dan orang-orang tidak begitu senang," ujar Trump dalam konferensi pers bersama.

Trump juga membuka kemungkinan mendukung serangan udara Israel jika Iran kembali membangun program rudal balistik atau nuklirnya. Sebelumnya, dalam perang 12 hari antara Israel dan Iran pada Juni lalu, AS diketahui melancarkan serangan udara ke fasilitas pengayaan uranium utama Iran.

Teheran menegaskan program nuklirnya bersifat damai. Presiden Pezeshkian sendiri pada Selasa menegaskan bahwa Iran akan merespons keras setiap bentuk agresi.

"Tanggapan terhadap setiap tindakan agresi yang menindas akan keras dan menimbulkan penyesalan," tegasnya.

Sementara itu, Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei kembali menuding Israel berupaya memanfaatkan tekanan ekonomi untuk memicu kejatuhan rezim.

"Mereka ingin menciptakan pemberontakan di jalanan... tetapi rakyat sama sekali tidak terpengaruh oleh keinginan musuh," kata Khamenei dalam pernyataan sebelumnya.

(tfa/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Chaos! Negara Ini Krisis, Warga Mulai Penjarahan-Polisi Tembak Mati


Most Popular
Features