KKP Kerja Keras agar RI Swasembada Garam di 2027, Tapi Ada Opsi Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menegaskan target swasembada garam nasional pada 2027 tetap menjadi sasaran utama. Namun, apabila hingga tenggat waktu tersebut produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan, opsi impor masih dimungkinkan untuk menjaga keberlangsungan industri nasional.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Koswara, menyebut mekanisme itu telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional.
"Kalau misalnya (ekstensifikasi tambak garam) di Rote ini masih kurang produksinya. Kemudian bagaimana kalau ini tidak dapat dipenuhi sampai dengan 2027," ucap Koswara dalam konferensi pers di Media Center KKP, Jakarta, Selasa (30/12/2025).
Ia menegaskan, regulasi tersebut secara eksplisit membuka ruang impor dalam kondisi tertentu, meski target swasembada tetap dipatok pada 2027.
"Di dalam Perpres 17/2025 itu mekanismenya sudah ada. Jadi mekanisme kalau misalnya pada kondisi-kondisi tertentu swasembada garam ini belum terpenuhi, ada kondisi yang disebut dengan keadaan tertentu. Itu masih memungkinkan dilakukannya impor," jelasnya.
Menurut Koswara, kebijakan tersebut dibutuhkan untuk menjamin pasokan garam bagi sektor industri yang selama ini sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku, mulai dari manufaktur hingga industri pengolahan.
"Ini untuk menjaga keberlangsungan industri manufaktur, atau industri lainnya yang memerlukan pasokan dari garam," kata dia.
Foto: CNBC Indonesia/ DonaldPetani Garam |
Ia mengatakan, pemerintah saat ini terus mendorong pengembangan sentra-sentra produksi garam, salah satunya melalui pengembangan kawasan garam di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT), serta penjajakan pembukaan ladang garam baru di wilayah lain.
"Itu yang kita lakukan di sana, di Rote, dan beberapa potensi pembukaan ladang garam ke depan itu juga kita sudah jajaki," ujarnya.
Meski demikian, Koswara mengakui produksi garam nasional masih sangat dipengaruhi faktor cuaca. Teknologi evaporasi berbasis sinar matahari masih menjadi metode paling efisien dari sisi biaya, meskipun memiliki risiko ketidakpastian produksi.
"Jadi walaupun ini dipatok dengan waktu tahun 2027 harus swasembada garam, kita masih tergantung dengan cuaca. Karena teknologi evaporasi dengan matahari lah yang masih sangat efisien biayanya," katanya.
Untuk mengurangi ketergantungan tersebut, pemerintah mulai menguji penerapan teknologi tepat guna seperti Sea Water Reverse Osmosis (SWRO), meskipun masih dalam tahap uji coba.
"Kita melakukan tadi ada penerapan teknologi tepat guna melalui SWRO. Tapi ini masih dalam tahap uji coba," jelas Koswara.
Jika teknologi tersebut terbukti berhasil, ia menilai keterbatasan lahan tidak lagi menjadi kendala utama produksi.
"Kalau ini sudah berhasil, bisa dilakukan pengembangan secara massal, saya kira masalah luasan lahan sudah tidak menjadi kendala lagi. Kalau ini berhasil," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Sumber Daya Kelautan KKP Frista Yorhanita mengakui, hingga saat ini Indonesia masih bergantung pada impor, terutama untuk memenuhi kebutuhan garam industri.
"Jadi memang faktanya, saat ini memang harus kita akui bahwa kita masih melakukan impor garam terutama untuk kebutuhan garam industri, baik itu untuk industri CAP, aneka pangan, maupun farmasi," ujar Frista dalam kesempatan yang sama.
Ia memaparkan, produksi garam nasional saat ini masih berada di kisaran 2 juta ton per tahun, sementara kebutuhan total, baik untuk konsumsi maupun industri, mencapai 4,5 hingga 5 juta ton per tahun.
"Sehingga memang kita masih perlu melakukan impor sebesar sekitar 2,6 sampai dengan 3 juta ton per tahunnya. Nah inilah kemudian menjadi tantangan buat kita semua bagaimana nanti di akhir 2027 itu kita benar-benar bisa mencapai Swasembada Garam," jelasnya.
Untuk mengejar target tersebut, KKP memfokuskan dua program utama pada 2025, yakni intensifikasi dan ekstensifikasi tambak garam.
"Apa itu intensifikasi? Intensifikasi itu adalah bagaimana kita meningkatkan produksi dari sentra-sentra garam yang memang sudah existing ada selama ini. Kemudian ekstensifikasi adalah kita melakukan pembukaan lahan baru untuk mengembangkan tambak garam baru," paparnya.
Adapun program intensifikasi dilakukan di empat daerah, yakni Indramayu, Cirebon, Pati, dan Sabu Raijua, sementara ekstensifikasi difokuskan di Kabupaten Rote Ndao.
"Jadi untuk 2025 ini kita untuk program intensifikasi itu kita lakukan di 4 kabupaten kota yaitu di Indramayu, Cirebon, Pati dan di Sabu Raijua. Sementara kalau untuk ekstensifikasi kita melakukannya di kabupaten Rote Ndao," ujar Frista.
Di Rote Ndao, pemerintah telah memulai pembangunan tambak baru beserta infrastruktur pendukungnya dan menargetkan produksi awal dapat dimulai pada Maret 2026.
"Ini untuk nanti di 2026 kita harapkan sudah mulai berproduksi garam dari Rote Ndao ini," katanya.
Sementara untuk intensifikasi, KKP melakukan revitalisasi tambak eksisting, perbaikan saluran air, pembangunan gudang penyimpanan, hingga pemberian bantuan sarana-prasarana guna meningkatkan kualitas dan produksi.
"Nah kami menyediakan tempat-tempat penyimpanan ini supaya kualitas garamnya tetap terjaga dan sekaligus pada saat nanti misalnya harga garam turun misalnya gitu ya barang ini tetap bisa disimpan untuk bisa didistribusikan pada saat harga sudah membaik," pungkas Frista.
(wur)[Gambas:Video CNBC]
Foto: CNBC Indonesia/ Donald