MARKET DATA
BIG STORIES 2025

Catatan Utang Negara Sepanjang 2025

Arrijal Rachman,  CNBC Indonesia
25 December 2025 21:00
Suasana Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta, Rabu (10/1/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Suasana Gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta, Rabu (10/1/2024). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Desain anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Indonesia yang dari tahun ke tahunnya defisit membuat utang pemerintah terus bertambah. Namun, 2025 menjadi tahun babak baru bagi utang pemerintah, karena utang menembus level Rp 9.000 triliun.

Angka persis di bulan apa level utang pemerintah akhirnya mencapai Rp 9.000 triliun pada tahun ini menjadi sulit ditelusuri, karena data utang sendiri menjadi semakin sulit diperoleh setelah Kementerian Keuangan pada Januari 2025 tak lagi menerbitkan buku APBN Kinerja dan Fakta alias APBN Kita.

Padahal, tahun-tahun sebelumnya, buku itu dipublikasikan secara rutin oleh Bendahara Negara sebagai bentuk transparansi pengelolaan APBN. Data utang, seperti komposisinya pun dijelaskan agak detail tiap bulannya, terutama setelah diselenggarakannya konferensi pers realisasi APBN bulanan.

Terakhir kali buku APBN Kita yang rinci mengulas berbagai komponen APBN seperti utang, terbit di website Kementerian Keuangan ialah untuk edisi Februari 2025, meski saat ini sudah tak lagi bisa diakses. Saat itu, data posisi utang untuk realisasi per 31 Januari 2025 sudah Rp 8.909,13 triliun, setara 39,6% dari produk domestik bruto (PDB).

Pada saat Purbaya Yudhi Sadewa ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai Menteri Keuangan per 8 September 2025, ia telah meminta jajarannya kembali menerbitkan secara rutin dan transparan buku APBN Kita tiap bulannya, termasuk soal data utang.

"Biar Anda bisa marah-marahin saya kalau utangnya kegedean. itu memang perlu diketahui publik supaya kita lebih transparan," kata Purbaya saat masih menggelar diskusi Jumat secara rutin dengan wartawan di kantor nya, Jakarta pada 26 September 2025.

Barulah per Oktober 2025 data utang kembali disampaikan ke publik. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto dalam sesi taklimat media di Bogor menyampaikan bahwa per akhir kuartal II-2025 atau Juni, utang pemerintah pusat sudah di level Rp 9.138,05 triliun, turun dibanding posisi Mei 2025 yang sebesar Rp 9.177,48 triliun.

Suminto mengatakan, nominal utang per akhir Juni 2025 itu setara dengan 39,86% terhadap produk domestik bruto (PDB) per kuartal II-2025.

"Jadi per akhir Juni 2025 sebesar 39,86% debt to GDP ratio nya, satu level yang cukup rendah, cukup moderate dibanding banyak negara," kata Suminto saat itu.

Nominal utang per akhir Kuartal II-2025 ini terdiri dari pinjaman yang senilai Rp 1.157,18 triliun, lebih tinggi sedikit dibanding posisi per Mei 2025 yang sebesar Rp 1.147,95 triliun.

Pinjaman yang diperoleh dari luar negeri nilainya sebesar Rp 1.108,17 triliun lebih tinggi dari Mei 2025 Rp 1.099,25 triliun. Pinjaman dalam negeri Rp 49 triliun, juga lebih tinggi Rp 48,7 triliun.

Adapun untuk utang yang diperoleh dari surat berharga negara atau SBN, nominalnya per akhir kuartal II-2025 sebesar Rp 7.980,87 triliun, turun jauh dari catatan per Mei 2025 yang sebesar Rp 8.029,53 triliun.

Nominal penerbitan SBN yang berdenominasi rupiah masih mendominasi dengan nilai Rp 6.484,12 triliun atau turun dari sebelumnya Rp 6.524,44 triliun. Sementara yang berdenominasi valas sebesar Rp 1.496,75 triliun juga turun dari posisi Mei 2025 Rp 1.505,09 triliun.

"Jadi juni total outstanding utangnya Rp 9.138 triliun, pinjamannya Rp 1.157 triliun dan SBN Rp 7.980,87 triliun," ucap Suminto.

Dalam kesempatan itu, Suminto juga menekankan bahwa penerbitan data utang ke publik akan mulai dirilis pemerintah ke depannya dalam periode per kuartal, tak lagi per bulan seperti tahun-tahun sebelum 2025.

Alasannya karena untuk memastikan statistik utang sesuai dengan ukuran PDB nasional, yang rilisnya setiap kuartal oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sehingga tidak lagi didasari pada asumsi PDN untuk menghitung rasio utang terhadap PDB atau debt to GDP ratio.

"Supaya statistiknya lebih kredibel, agar rasio itu tidak berdasarkan asumsi, tapi berdasarkan realisasi nanti debt to GDP ratio setiap 3 bulan," ungkap Suminto.

Ia pun menepati janjinya. Pada akhir November 2025, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) menampilkan posisi utang pemerintah. Tapi, bukan dalam buku APBN Kita, melainkan sebatas di website DJPPR disertai dengan informasi yang lebih terbatas.

Dalam website DJPPR, posisi utang pemerintah per akhir Kuartal III-2025 sudah senilai Rp 9.408,64 triliun. Nominal utang itu naik sekitar 2,95% dibanding posisi pada akhir kuartal II-2025 yang nilainya sebesar Rp 9.138,05 triliun.

Sementara itu, dari sisi rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB), per akhir kuartal III-2025 telah mencapai 40,30%, meningkat dibanding kuartal II-2025 yang sebesar 39,86%.

Informasi komposisi utang yang ditampilkan hanya terdiri dari hasil penerbitan Surat Berharga Negara Rp 8.187,55 triliun. Sedangkan yang berasal dari pinjaman Rp 1.221,09 triliun.

Utang yang berasal dari penerbitan SBN itu pun melonjak sekitar 2,59% dibanding kuartal sebelumnya yang sebesar Rp 7.980,87 triliun. Sedangkan pinjaman naik sekitar 6,45% dari sebelumnya Rp 1.147,95 triliun.

Jangan Dijadikan Sentimen Negatif

Purbaya pun meminta semua pihak untuk menahan diri menjadikan nominal utang pemerintah sebagai pembangkit sentimen negatif bagi perekonomian. Sebab, di bawah kepemimpinannya, ia memastikan penerbitan utang akan terus diredam, sesuai dengan strategi peningkatan penerimaan negara secara lebih besar dan optimal ke depan.

Apalagi, utang yang dibuat pemerintah ke depan kata dia akan lebih efisien karena tak lagi banyak dana menganggur pemerintah yang mengendap di Bank Indonesia, karena akan langsung ditempatkan di perbankan untuk meningkatkan likuiditas perekonomian dan uang yang beredar di tengah masyarakat.

"Utang jangan dijadikan sentimen negatif untuk perekonomian kita. Dan kita akan coba kurangi penerbitan utang seoptimal mungkin. Kalaupun saya utang harus digunakan, jangan sampai ada kebocoran," papar Purbaya.

Ia bahkan menjamin, bakal merealokasi anggaran kementerian dan lembaga (K/L) yang serapannya rendah. Menurutnya, anggaran akan dialihkan ke pos lain, seperti bisa dipakai untuk mengurangi utang atau membayar cicilan utang.

Khusus untuk 2026, Purbaya mengklaim telah memiliki ramuan khusus supaya kebutuhan pembangunan melalui APBN tak lagi harus mengandalkan utang. Menurutnya, hanya dengan menciptakan iklim perekonomian yang bisa tumbuh dengan cepat, otomatis penerimaan negara akan ikut terkerek sebagai andalan untuk memenuhi kebutuhan belanja negara, bukan lagi utang.

"Kalau saya lihat ke depan, harusnya kita enggak akan terpaksa menambahkan utang lebih, karena saya akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat, sehingga dengan kondisi APBN yang sama, saya akan mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan pendapatan pajak yang lebih tinggi," tegas Purbaya di DPR

Ia optimistis total pendapatan negara nantinya akan terus menjadi andalan utama pemerintah dalam membiayai belanja negara, bukan lagi utang. Sebab, ia mengaku telah memiliki perhitungan setiap 1% pertumbuhan ekonomi akan ada dana Rp 220 triliun dari pajak yang akan diperoleh pemerintah.

"Kalau saya enggak salah hitung, setiap tumbuh 1%, tambahan lebih 1% ekonomi, saya dapat tambahan income sekitar Rp 220 triliun atau lebih. Jadi, itu yang kita kejar. Kalau tambah setengah persen, income saya tambah Rp 110 triliun. Jadi, itu yang kita kejar nanti," ungkapnya.

Disclaimer:

Big Stories merupakan kumpulan berita lama dari CNBC Indonesia yang telah dipublikasikan sebelumnya dan disajikan kembali karena menjadi berita terpopuler dan paling banyak diminati sepanjang tahun 2025. Informasi yang dimuat tidak selalu mencerminkan kondisi atau perkembangan terbaru. Pembaca disarankan untuk meninjau tanggal publikasi dan mencari referensi tambahan untuk mendapatkan informasi terkini.

(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemerintah Tarik Utang Baru Rp 501,5 T per September 2025


Most Popular
Features