Pertamina Blak-blakan Munculnya Inovasi BBM Solar Baru untuk Industri

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Senin, 22/12/2025 19:15 WIB
Foto: Product Soft Launching Pertamina Bio Solar Performance. (CNBC Indonesia/Firda Dwi Muliawati)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina Patra Niaga membeberkan alasan di balik diluncurkannya produk Bahan Bakar Minyak (BBM) terbaru khusus segmen industri, yakni Biosolar Performance.

VP Business Development & Subsidiary PT Pertamina Patra Niaga Sigit Setiyawan menjelaskan, produk ini merupakan bagian dari portofolio BBM Biosolar atau B40 yang telah mulai digunakan oleh konsumen industri.

"Jadi Biosolar Performance ini adalah salah satu produk BBM Biosolar atau B40 yang saat ini sudah digunakan di kalangan konsumen industri. Tentunya dengan fitur-fitur tambahan yang kami tambahkan di produk tersebut," kata Sigit dalam Konferensi Pers di Jakarta, Senin (22/12/2025).


Ia lantas menjelaskan bahwa jika ditarik ke belakang, Indonesia sejatinya telah hampir 17 tahun menerapkan kebijakan pencampuran Fatty Acid Methyl Ester (FAME) ke dalam bahan bakar Solar.

Menurut dia, kebijakan tersebut merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam mendorong kemandirian energi, yang dimulai sejak 2008 melalui penerapan kewajiban pencampuran FAME pada solar dengan porsi awal yang masih sangat kecil, yakni B2,5.

"Terus kemudian lanjut naik B10, B20, B30, B35, dan awal tahun ini sudah mandatory menjadi B40," katanya.

Saat ini pemerintah juga sedang mendiskusikan untuk peluang bisa menaikkan menjadi B50 di tahun depan. Adapun, berkat program ini, Indonesia mampu mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.

"Kita Indonesia sudah mencapai kemandirian di sisi Solar ya dengan adanya kehadiran Biosolar ini," Kata Sigit.

Meski demikian, jika dilihat dari karakteristiknya, FAME yang dicampurkan ke dalam Solar memiliki perbedaan dibandingkan solar murni yang dihasilkan langsung melalui proses produksi di kilang.

"Karakteristik FAME memang kita bisa melihat memang FAME ini secara sifat ini higroskopis gitu ya, jadi lebih mudah menyerap menyerap air dibandingkan Solar murni," ujarnya.

Seiring dengan karakteristik produk tersebut, terdapat potensi meningkatnya kandungan air yang dapat muncul mulai dari sisi pasokan, penyimpanan, hingga saat digunakan pada mesin kendaraan.

"Dan dari FAME sendiri juga ada ada salah satu material yaitu monogliserid, ini memang salah satu sisa residual yang memang tidak bisa kita hindarkan selama proses esterifikasi untuk membuat FAME ini," tambahnya.

Sementara, keberadaan air yang bercampur dengan BBM dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan timbulnya bakteri, sehingga konsumen industri menghadapi tantangan dalam pengoperasian mesin mereka saat menggunakan B40.

Dengan adanya kandungan air, konsumen perlu secara berkala melakukan proses drain untuk menghilangkan air agar kualitas BBM tetap terjaga dan dapat digunakan secara optimal.

Ia pun menyadari pemerintah memiliki program yang sangat baik dalam mendorong kemandirian energi nasional. Namun, di sisi lain masih terdapat sejumlah tantangan teknis yang perlu diselesaikan.

"Di satu sisi kita Indonesia, pemerintah itu punya program yang sangat baik kemandirian energi. Tetapi ada hal-hal teknis yang tentunya bisa kita pecahkan di sini. Nah berdasarkan kondisi tersebut, tentunya kita diskusi dengan konsumen, teman-teman di product development juga terus berupaya berinovasi. Jadi dalam beberapa tahun terakhir ini kami terus melakukan penelitian, research," tuturnya.

"Sehingga dengan kendala tersebut, nantinya kami Pertamina Patra Niaga khususnya yang men-deliver energi ini bisa menghadirkan produk yang lebih andal. Nah terkait dengan hal tersebut, makanya pada siang hari ini kita menghadirkan Biosolar Performance," ujarnya.

"Apa bedanya dengan B40 seperti biasa gitu ya? Jadi dengan keluhan-keluhan tadi, kami telah memformulasikan suatu aditif memang yang khusus secara package di mana aditif-aditif ini mempunyai kemampuan untuk bisa membersihkan deposit yang ada. Jadi dia punya punya fungsi detergency untuk membersihkan deposit-deposit yang ada di injektor. Karena memang Solar ini kan memang digunakan di mesin-mesin diesel," jelasnya.

"Pada saat kami men-develop produk ini, waktu yang kami butuhkan ini juga kami pastikan juga tidak singkat gitu ya. Kenapa tidak singkat? Karena kami harus memastikan proses development ini berjalan dengan baik. Kenapa berjalan dengan baik? Karena bisa kita lihat dari history timeline. Pergerakan dari B2,5, B10, B20, B30, B40 ini semakin ke sini semakin cepat, sehingga kita sudah selesai pada hampir di ujung develop suatu produk, ternyata ada kebijakan yang berubah," bebernya.

"Yang awalnya B20 naik lagi B30. B30 naik lagi B40. Nah ini yang kami terus adjust. Tapi kesempatannya ini siang hari ini sangat baik sekali gitu ya, karena sebelum B50 tahun depan di-launch oleh pemerintah, jadi kita ingin memberikan apa ya, memberikan informasi yang baik kepada konsumen industri bahwa ini kita Pertamina sudah bisa menghadirkan solusi atas keluhan yang ada. Dan tentunya atas penelitian ini juga sudah kami konfirmasi dengan beberapa dengan beberapa penelitian, pengujian di Lemigas," tandasnya.


(ven/wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil: Tahun Depan Indonesia Tak Lagi Impor Solar