Perusahaan Besar Blak-blakan, AI Jadi Alasan PHK
Jakarta, CNBC Indonesia — Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali membayangi pasar tenaga kerja global sepanjang 2025. Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) kini secara terbuka diakui sejumlah perusahaan raksasa sebagai faktor utama di balik pemangkasan ribuan karyawan.
Data firma konsultan Challenger, Gray & Christmas mencatat, AI telah memicu hampir 55.000 PHK di Amerika Serikat sepanjang tahun ini. Secara keseluruhan, total PHK pada 2025 menembus 1,17 juta orang, tertinggi sejak pandemi Covid-19 pada 2020.
Tekanan inflasi, kenaikan tarif, hingga kebutuhan menekan biaya operasional membuat AI dipandang sebagai solusi cepat untuk efisiensi. Studi Massachusetts Institute of Technology (MIT) menunjukkan AI sudah mampu menggantikan sekitar 11,7% pekerjaan di AS dan berpotensi memangkas biaya upah hingga US$1,2 triliun.
Mengutip CNBC Internasional, Minggu (21/12/2025) sejumlah perusahaan besar yang secara terbuka menyebut AI dalam strategi PHK dan restrukturisasi pada 2025 antara lain Amazon, Microsoft, Salesforce, IBM, CrowdStrike, dan Workday.
Amazon misalnya, menjadi sorotan setelah memangkas 14.000 posisi korporasi pada Oktober. Manajemen menyebut langkah tersebut dilakukan untuk memperkuat investasi pada proyek-proyek strategis, termasuk AI.
Microsoft juga telah memangkas sekitar 15.000 karyawan sepanjang 2025. CEO Satya Nadella menegaskan transformasi AI mendorong perubahan besar pada model bisnis dan kebutuhan tenaga kerja perusahaan.
Salesforce mengonfirmasi pemangkasan 4.000 staf layanan pelanggan dengan dukungan AI. Bahkan, CEO Marc Benioff menyebut teknologi tersebut kini telah mengerjakan hingga separuh beban kerja perusahaan.
IBM, CrowdStrike, dan Workday turut mengikuti langkah serupa. Meski IBM mengklaim tetap membuka lowongan di sektor yang membutuhkan pemikiran kritis, perusahaan mengakui AI telah menggantikan ratusan posisi administratif.
Namun, sejumlah akademisi menilai AI kerap dijadikan kambing hitam. Fabian Stephany dari Oxford Internet Institute menyebut PHK lebih banyak dipicu oleh perekrutan berlebihan saat pandemi, yang kini harus dikoreksi.
"Ini sebagian merupakan pemecatan terhadap orang-orang yang sebenarnya tidak memiliki prospek jangka panjang yang berkelanjutan. Namun alih-alih mengakui kesalahan perhitungan dua atau tiga tahun lalu, perusahaan menjadikan AI sebagai kambing hitam," ujar Stephany.
(mkh/mkh)[Gambas:Video CNBC]