Ayah dan Anak Pelaku Penembakan Massal di Pantai Bondi Australia
Jakarta, CNBC Indonesia - Dua pelaku penembakan massal di Pantai Bondi, Sydney, Australia, yang menewaskan sedikitnya 16 orang, adalah ayah dan anak, dalam serangan paling mematikan di negara itu dalam hampir tiga dekade.
Dilansir Reuters, Kepolisian Australia pada Senin (15/12/2025), menyatakan bahwa dua pria bersenjata yang menyerang sebuah perayaan Yahudi untuk Hanukkah di kawasan wisata Bondi Beach merupakan ayah, Sajid Akram, berusia 50 tahun dan putranya Naveed Akram yang berusia 24 tahun.
Sang ayah tewas di lokasi kejadian, sehingga jumlah korban meninggal bertambah menjadi 16 orang, sementara putranya berada dalam kondisi kritis di rumah sakit.
Para pejabat menggambarkan penembakan yang terjadi pada Minggu (14/12/2025) itu sebagai serangan antisemit yang terarah. Sedikitnya 40 orang masih dirawat di rumah sakit, termasuk dua petugas polisi yang dilaporkan dalam kondisi serius namun stabil. Para korban berusia antara 10 hingga 87 tahun.
Sejumlah saksi mata mengatakan serangan di pantai terkenal tersebut, yang dipadati pengunjung pada malam yang panas, berlangsung sekitar 10 menit, memicu kepanikan massal. Ratusan orang berhamburan menyelamatkan diri, berlari menyusuri pasir pantai hingga ke jalan-jalan sekitar.
Polisi menyebut sekitar 1.000 orang menghadiri acara Hanukkah yang menjadi sasaran, yang digelar di sebuah taman kecil tidak jauh dari pantai.
Aksi heroik seorang warga yang terekam video saat menerjang dan melucuti senjata salah satu penyerang mendapat pujian luas. Media lokal 7News mengidentifikasi pria tersebut sebagai Ahmed al Ahmed, pemilik toko buah, tertembak dua kali dan telah menjalani operasi.
Sebuah laman penggalangan dana untuk Ahmed telah mengumpulkan lebih dari 200.000 dolar Australia hingga Senin pagi.
Polisi belum mengungkap secara rinci jenis senjata yang digunakan dalam serangan tersebut. Namun, rekaman video dari lokasi kejadian memperlihatkan kedua pelaku menembakkan apa yang tampak seperti senapan bolt-action dan sebuah senapan shotgun.
Penembakan massal sangat jarang terjadi di Australia, yang dikenal sebagai salah satu negara paling aman di dunia. Serangan pada Minggu itu merupakan yang terburuk sejak 1996, ketika seorang pria bersenjata menewaskan 35 orang di lokasi wisata Port Arthur di negara bagian Tasmania.
Pada Senin, ratusan personel polisi berjaga di Pantai Bondi ketika warga, saksi mata, dan pejabat mendatangi tugu peringatan darurat di dekat paviliun pantai yang ikonik. Bendera dikibarkan setengah tiang sebagai tanda berkabung.
Rabbi Mendel Kastel, yang saudara iparnya Eli Schlanger tewas dalam serangan tersebut, menggambarkan malam itu sebagai pengalaman yang mengerikan.
"Anda bisa dengan sangat mudah menjadi marah dan mencoba menyalahkan orang, memusuhi orang lain, tetapi ini bukan tentang itu. Ini tentang sebuah komunitas," ujarnya.
"Kita perlu bangkit di saat seperti ini, saling hadir satu sama lain, dan bersatu. Dan kami akan melakukannya, dan kami akan melewati ini, dan kami tahu itu. Komunitas Australia akan membantu kami melakukannya."
Komunitas Yahudi di Australia relatif kecil namun berakar kuat dalam masyarakat luas. Sekitar 150.000 orang di negara berpenduduk 27 juta itu mengidentifikasi diri sebagai Yahudi, dengan sekitar sepertiga tinggal di wilayah timur Sydney, termasuk Bondi.
Menyusul serangan di Bondi, kota-kota besar dunia seperti Berlin, London, dan New York meningkatkan pengamanan di sekitar acara-acara Hanukkah, sebagai langkah antisipasi terhadap potensi ancaman serupa.
(luc/luc)