Amnesty Internasional Sebut Hamas Lakukan Kejahatan Kemanusiaan
Jakarta, CNBC Indonesia - Amnesty International menuduh Hamas, sejumlah kelompok bersenjata Palestina, dan sebagian warga sipil tak terafiliasi, melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam perang Israel di Gaza. Laporan itu merupakan pertama kalinya, dikeluarga Amnesty International.
Tuduhan ini termasuk pemusnahan, selama dan setelah serangan 7 Oktober 2023 yang memicu perang di Gaza. Amnesty menyebut ada "pembunuhan massal warga sipil pada 7 Oktober" yang sama dengan "kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemusnahan".
"Kelompok bersenjata Palestina melakukan pelanggaran hukum humaniter internasional, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama serangan mereka di Israel selatan, yang dimulai pada 7 Oktober 2023," kata lembaga pengawas hak asasi manusia itu dalam laporan setebal 173 halaman, dikutip AFP, Kamis (11/12/2025).
Amnesty menyatakan bahwa Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lain di Gaza juga melakukan "pelanggaran dan kejahatan berdasarkan hukum internasional" dalam "penahanan dan perlakuan buruk terhadap sandera serta penahanan jenazah yang disita". Perlu diketahui dalam serangan ke Israel yang menentang pendudukan, ratusan orang ditangkap Hamas di mana sebagian tewas karena bombardir Israel sendiri.
Amnesty menyimpulkan dalam laporan terbarunya bahwa Hamas juga bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan, khususnya dalam penyitaan dan penahanan sandera. Laporan menyebut "penahanan sandera dilakukan sebagai bagian dari rencana yang dinyatakan secara eksplisit dan dijelaskan oleh pimpinan Hamas dan kelompok bersenjata Palestina lainnya".
Di antara tindakan yang tercantum sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, Amnesty International menyebut tindakan "pembunuhan, pemusnahan, pemenjaraan, penyiksaan, penghilangan paksa, pemerkosaan, dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya". Namun untuk pemerkosaan dan bentuk kekerasan seksual lain, Amnesty menyatakan bahwa mereka tidak dapat mewawancarai para penyintas kecuali dalam satu kasus dan oleh karena itu tidak dapat menyimpulkan cakupan atau skala kekerasan seksual tersebut.
Secara rinci, laporan menyimpulkan bahwa Hamas dan Brigade Ezzedine Al-Qassam menjadi pihak utama yang bertanggung jawab atas kejahatan tersebut. Namun sekutu Hamas, Jihad Islam Palestina serta Brigade Martir Al-Aqsa dan "warga sipil Palestina yang tidak berafiliasi" bertanggung jawab dalam skala yang lebih kecil.
Meski begitu, kelompok hak asasi manusia tersebut juga menuduh Israel melakukan genosida dalam kampanye pembalasannya di Gaza. Ini merupakan kesekian kalinya laporan menyebutkan Israel bersalah, meski selalu dibantah pemerintah Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.
Pada Mei 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) juga mengajukan surat perintah penangkapan untuk kepala biro politik Hamas saat itu, Ismail Haniyeh; kepala sayap bersenjata Hamas saat itu, Mohammed Deif; dan kepala Hamas saat itu dan dalang serangan 7 Oktober, Yahya Sinwar. ICC menarik permohonan tersebut setelah ketiganya tewas pada tahun yang sama oleh Israel.
Pengadilan juga mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada November 2024 atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan selama perang di Gaza. Surat itu masih berlaku hingga kini.
Sebelumnya, pada Desember 2024, Amnesty International mengeluarkan laporan menyebut Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza selama perang melawan Hamas. Akhir bulan lalu, Amnesty juga memperingatkan bahwa Israel "masih melakukan genosida", meskipun gencatan senjata telah berlaku sejak 10 Oktober.
Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel mengakibatkan kematian 1.221 orang, dan 251 orang disandera pada hari itu, termasuk 44 orang yang tewas.
Serangan balasan Israel terhadap Gaza telah menewaskan sedikitnya 70.369 orang, menurut angka dari kementerian kesehatan wilayah tersebut yang dianggap dapat diandalkan oleh PBB.
[Gambas:Video CNBC]