MARKET DATA

Dicap Sunset Industry, Begini Strategi Besar Penyelamatan Tekstil RI

Arrijal Rachman,  CNBC Indonesia
11 December 2025 07:55
Ilustrasi karyawan Duniatex tengah bekerja di lini produksi tekstil. (Dok. Duniatex)
Foto: Ilustrasi produksi tekstil. (Dok. Duniatex)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan sektor padat karya dan menjadi salah satu pilar penting perekonomian nasional. Industri TPT ini terbukti menyerap sekitar 3,75 juta tenaga kerja (19,16% dari manufaktur) dan menghasilkan devisa ekspor sebesar US$ 6,92 miliar.

Akan tetapi, kinerja industri TPT pada triwulan III-2025 kembali menunjukkan tantangan, di mana pertumbuhan PDB TPT di kisaran 0,93% (yoy).

Sektor tekstil juga mengalami defisit neraca perdagangan, dan terdapat disparitas utilisasi produksi yang signifikan pada Juli 2025 antara pakaian jadi sebesar 72,67% sementara tekstil adalah 51,71%. Akibat penurunan kinerja ini, kerap terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan penutupan pabrik.

Sampai 2025, data Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengungkapkan terdapat 5 pabrik tekstil yang telah setop produksi hingga menutup usahanya. Diperkirakan terjadi pemutusan hubungan kerja sebanyak 3.000 pekerja. Hal ini dipicu oleh kondisi ekonomi yang lemah dan banjirnya produk impor dengan harga dumping, terutama kain dan benang.

Plt. Deputi Bidang Koordinasi Industri, Ketenagakerjaan, dan Pariwisata Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Dida Gardera mengungkapkan industri tekstil dan produk tekstil ini bisa disebut sebagai sunset industry. Misalnya, kalau kita lihat banyak outlet produk tekstil yang mewabah, di Bandung misalnya pada tahun 80 dan 90-an, namun sekarang sudah berkurang jumlahnya.

"Itu sebenarnya salah satu indikasi yang bisa dirasakan bagaimana industri tekstil ini mungkin dari sisi teknologinya masih perlu di-upgrade, dan terkadang masih kalah kompetitif dengan produk tekstil dari negara lain," ungkapnya dalam Forum Kebijakan Strategis Bedah Hasil Kajian "Arah Pengembangan Industri Tekstil dan Pakaian Jadi yang Berkelanjutan dan Berdaya Saing Global", Kamis (9/12/2025).

Untuk itu, diperlukan proses sinkronisasi dari perspektif para pemangku kepentingan dalam merumuskan arah kebijakan industri TPT agar semakin baik ke depannya.

Dalam kajian Kemenko Perekonomian dan Prospera, Dida menuturkan ada temuan utama untuk industri tekstil, yakni peluang signifikan untuk tumbuh, khususnya melalui pengembangan high value garments dan sustainable materials, yang saat ini menjadi fokus permintaan pasar global.

Namun, di sisi lain, potensi itu juga masih mempunyai tantangan struktural, yakni di antaranya terdapat kesenjangan kompetensi SDM, ketergantungan bahan baku impor yang tinggi, masih tingginya biaya energi dan logistik, lemahnya integrasi rantai pasok dari hulu hingga hilir, sampai kepada ancaman eksternal seperti overcapacity dari Tiongkok dan praktik dumping.

Rekomendasi prioritas yang mendesak lainnya juga mencakup proteksi pasar domestik melalui penataan tata niaga impor, peningkatan kapasitas industri untuk memasuki pasar global yang menuntut standar keberlanjutan, pemanfaatan peluang dari perjanjian IEU CEPA untuk menembus pasar Eropa, dan fokus pada produk pakaian bernilai tambah tinggi dan material berkelanjutan.

Menanggapi hasil kajian tersebut, Direktur Industri, Perdagangan, dan Peningkatan Investasi Kementerian PPN/Bappenas Roby Fadillah menyatakan bahwa industri TPT Indonesia saat ini masih "terjebak" di rantai assembly (cut-make-trim) yang nilai tambahnya relatif rendah (the clothing smiling curve).

"Oleh karena itu, diperlukan upgrade ke nilai tambah yang lebih tinggi melalui dua dimensi yaitu intra-sector upgrading dan inter-sector upgrading. Sustainable fashion bisa menjadi strategi leapfrog," jelas Roby.

Senada dengan Bappenas, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Rizky Aditya Wijaya menegaskan bahwa Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk program prioritas dan quick wins TPT 2026-2029.

"Hal ini diarahkan pada penguatan struktur industri dan peningkatan daya saing global, dan percepatan transformasi menuju industri hijau, sirkular, dan digital (industri 4.0). Ini dapat menjadi dasar yang kuat untuk mengintegrasikan 20 rekomendasi kebijakan," ujar Rizky.

(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Ini Deretan Raja Tekstil Dunia, Ada Indonesia?


Most Popular
Features