Bukan Lagi Pilihan Terakhir, RI Siap Membangun Pembangkit Nuklir
Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Energi Nasional (DEN) mengungkapkan bahwa saat ini Nuklir bukan lagi pilihan terakhir dalam diversifikasi bauran energi nasional. Indonesia dinilai sudah siap membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan DEN Yunus Saefulhak menilai, nuklir dipandang sebagai penyeimbang yang wajib ada untuk memastikan keandalan pasokan energi sekaligus menurunkan emisi secara signifikan pada masa depan.
Hal itu juga sejalan dengan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
"Oleh karena itu PP KEN itu memastikan bahwa bukan lagi menjadi last option tetapi menjadi sesuatu yang wajib dipilih untuk mengisi dan sekitar 11-12% baurannya di tahun 2060," katanya dalam acara INDEF Outlook Energi Indonesia 2026, di Menara Danareksa, Jakarta, Selasa (9/12/2025).
Menurutnya, saat ini banyak negara maju dan berkembang yang justru gencar membangun PLTN sebagai tulang punggung energi bersih mereka. Negara-negara seperti Bangladesh dan Turki, yang secara ekonomi mungkin di bawah atau setara Indonesia, sudah lebih dulu memanfaatkan nuklir sebagai energi pembangkit listrik.
"Kalau nuklir itu baik, kenapa di Indonesia tidak terjadi? Kalau nuklir itu jelek, kenapa negara yang maju kok bikin, Indonesia kok nggak bikin. Kenapa negara lain malah bangun, yang negara termasuk Bangladesh dan Turki ya semuanya pada bangun walaupun di bawah kita," tambahnya.
Dalam peta jalan yang telah disusun pemerintah, kontribusi energi nuklir diproyeksikan akan memegang peranan vital dalam bauran energi nasional jangka panjang.
DEN sendiri telah menargetkan kapasitas pembangkit nuklir yang akan dibangun bisa mencapai angka puluhan gigawatt pada tahun 2060 mendatang.
"Dan kalau gigawatt-nya adalah sekitar 45 sampai dengan 54 gigawatt di dalam kontribusi di dalam bauran energi kita," tandasnya.
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan Indonesia akan memiliki PLTN pertama pada 2032. Hal ini seperti yang sudah dicanangkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menjelaskan bahwa pengembangan energi baru terbarukan (EBT) tersebut menjadi strategi pemerintah untuk memperluas sumber energi bersih di luar yang sudah ada seperti surya, panas bumi, dan air.
Setidaknya, pada saat itu Indonesia bisa mengoperasikan PLTN hingga berkapasitas 500 Mega Watt.
"Selain itu kita juga memasukkan nuklir. Menjadi salah satu bukti bahwa energi bersih ini memang direncanakan secara masif. Jadi target kita 500 MW di tahun 2032 itu on grid nuklir sudah dimasukkan ke dalam perencanaan," ungkapnya dalam program Prabowonomics CNBC Indonesia, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, rencana tersebut juga sebagai komitmen pemerintah dalam memperluas diversifikasi energi dan mempercepat transisi menuju energi rendah karbon.
"Ini satu pijakan yang sangat agresif yang selama ini tidak pernah ada," tandasnya.
Rencana pemanfaatan PLTN di Indonesia akan dimulai pada 2032 ini juga tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Di dalam Pasal 12 poin 8 menyebutkan bahwa porsi nuklir dalam bauran energi primer pada tahun 2032 ditetapkan sebesar 0,4% sampai dengan 0,5%. Sementara pada tahun 2040 porsinya akan bertambah antara 2,8% sampai dengan 3,4%.
Selanjutnya, pada 2050 porsi energi nuklir kembali meningkat antara 6,8% sampai dengan 7,0%. Lalu, pada 2060 porsinya melonjak antara 11,7% sampai dengan 12,1% dari total bauran energi primer.
Peraturan Pemerintah No.40 tahun 2025 ini ditetapkan Presiden Prabowo Subianto pada 15 September 2025 dan berlaku efektif sejak tanggal diundangkan, yakni juga sama pada 15 September 2025.
Berisi 93 pasal, PP ini mencabut PP sebelumnya, yakni PP Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
(pgr/pgr)