MARKET DATA

Rahasia Raksasa Properti RI Tak Tertandingi, Ternyata Begini Faktanya

Ferry Sandi,  CNBC Indonesia
08 December 2025 15:25
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Persaingan industri properti Tanah Air disebut semakin berat, terutama bagi pemain baru yang ingin menembus pasar besar yang selama ini dikuasai pengembang lama. Kondisi ini dipengaruhi struktur biaya yang sudah tidak seimbang, terutama terkait perolehan lahan.

Co-Founder & Chief Executive Officer PT Leads Property Services Indonesia Hendra Hartono mengungkap alasan historis yang membuat developer besar sangat sulit disaingi.

"Sebelum 98 intinya zaman dulu orang bisa pinjam uang di bank untuk membebaskan lahan. Namun sekarang kalau kita mau pinjam uang di bank nggak bisa kalau cuma untuk membebaskan lahan. Nggak ada lagi yang mau kasih. Zaman dulu bisa sebelum tahun 98, sehingga mereka punya land bank yang sangat besar," ujar Hendra dikutip Senin (8/12/2025)

Perubahan aturan perbankan membuat pengusaha properti generasi baru harus menanggung beban biaya lebih besar sejak awal. Sementara itu, pengembang lama sudah mengamankan lahan mereka di era ketika harga tanah masih rendah dan akses permodalan lebih mudah. Kondisi ini memunculkan jurang kompetitif yang semakin sulit dijembatani oleh pemain baru.

"Jadi kalau ditanya lagi gimana nih ke depannya untuk pengusaha baru bersaing? Sulitnya begitu. Jadi kalau developer asing masuk, misalnya mau kerja sama dengan pengembang lokal, mereka sudah untung duluan, pengembang lokalnya dari harga tanah. Karena sudah meninggi dari tahun 98," ujarnya.

Pengembang asing yang masuk ke Indonesia juga menghadapi hambatan serupa. Mereka harus membeli lahan dengan harga yang sudah melejit sejak krisis 1998, sementara margin keuntungan baru bisa diraih ketika proyek selesai dan terjual. Kondisi tersebut membuat model bisnis mereka sulit bersaing dengan pengembang lokal yang sudah mengantongi keuntungan dari selisih nilai tanah.

"Sementara pengembang asing baru masuk, baru untung di belakang ketika terjadi penjualan. Makanya kenapa mereka nggak bisa kompetitif tuh. Pengembang asing rata-rata di Indonesia tidak terlalu untung. Pengembang lokalnya udah untung duluan dari harga tanah aja. Karena sudah meninggi dari 98," ungkapnya.

Hampir semua pemain properti yang sudah mengakumulasi lahan sebelum 1998 berada dalam posisi sangat menguntungkan. Nilai tanah yang terus naik membuat mereka secara otomatis memperoleh keuntungan besar hanya dari kenaikan harga aset, bahkan tanpa mengembangkan apa pun. Fenomena inilah yang menyebabkan gap besar antara developer lama dan pendatang baru.

"Pokoknya semua pemain properti yang sudah investasi di properti sebelum 98 pasti untung. Makanya mereka nggak usah apa-apa, jemur tanahnya aja untung," sebutnya.

(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Tanah di Pinggiran Jakarta Ini Masih di Bawah Rp 1 Juta/M2


Most Popular