Cegah Praktik Eksklusif, ASPIMTEL Tekankan Hal Ini ke Pemkab Badung
Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Pengembang Infrastruktur & Menara Telekomunikasi (ASPIMTEL) mengeluarkan pernyataan sikap terkait adanya dugaan praktik monopoli usaha tower di wilayah Badung.
ASPIMTEL berharap adanya praktik ekslusif di wilayah Badung Bali bisa diakhiri dan membuka kesempatan kepada perusahaan jasa penunjang komunikasi lainnya untuk terlibat dalam pembangunan tower dan fiber demi peningkatan kualitas akses digital.
Ketua Umum ASPIMTEL Theodorus Ardi Hartoko atau Teddy menegaskan bahwa kontrak ekslusif yang telah diterapkan selama ini di wilayah Badung telah menghambat industri, merugikan operator, hingga berdampak pada kualitas layanan telekomunikasi masyarakat.
Teddy menjelaskan, perjanjian eksklusif antara Pemerintah Kabupaten Badung dan salah satu perusahaan menara telekomunikasi membuat kehadiran pelaku usaha lain dianggap ilegal. "Berbagai upaya diskusi dan negosiasi yang dilakukan ASPIMTEL tidak membuahkan hasil," ujarnya di Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Menurut ASPIMTEL, sejumlah permohonan izin pembangunan menara telah diajukan melalui OSS. Namun, pemerintah daerah setempat tidak menerbitkan izin tersebut dengan alasan terikat kontrak dengan salah satu penyedia menara telekomunikasi.
Rugikan Masyarakat
ASPIMTEL menegaskan tiga prinsip utama yang harus dijaga, yaitu Fairness dan anti-monopoli dalam pengurusan izin serta pembangunan menara. Kedua, Kemitraan strategis antara pelaku industri dan pemerintah daerah untuk memperluas layanan. Dan ketiga, mengutamakan kepentingan pengguna telekomunikasi, bukan kepentingan monopoli infrastruktur.
Asosiasi juga menyatakan kesiapannya untuk berdialog dengan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat agar izin usaha infrastruktur telekomunikasi kembali terbuka tanpa praktik eksklusivitas. Mereka menilai kerja sama yang sehat justru akan meningkatkan kualitas layanan, memperkuat investasi, dan memenuhi kebutuhan masyarakat serta sektor pariwisata.
"ASPIMTEL ingin semua stakeholder, operator, regulator, dan masyarakat, bersuara bersama. Jika eksklusivitas diperpanjang, iklim usaha akan makin tidak sehat, dan masyarakat yang paling dirugikan," tegas Teddy.
Sebelumnya, pengamat Telekomunikasi Heru Sutadi mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan mendalami kerja sama Bali Tower dengan Pemerintah Kabupaten Badung.
Perjanjian yang dimaksud terdaftar dengan nomor 555/2818/DISHUB-BD dan 018/BADUNG/PKS/2007 yang diteken pada 7 Mei 2007 terkait penyediaan infrastruktur menara telekomunikasi terintegrasi di wilayah Badung.
"Bagusnya lagi Kejaksaan Agung atau KPK turun tangan ini untuk menilai apakah perjanjian yang dilakukan dulu antara Pemkab dan perusahaan tersebut ada unsur tipikor atau tidak, agar sengketa ini bisa dilihat secara lebih jernih," kata Heru saat dikonfirmasi wartawan, beberapa waktu lalu.
Heru pun mendukung langkah Pemkab Badung yang kini memberikan izin operator lain membangun menara atau tower telekomunikasi di wilayah Badung untuk kepentingan masyarakat luas. Ia menduga gugatan tersebut dilayangkan karena pemberian izin tersebut.
Sebelumnya Pemkab Badung digugat oleh PT Bali Towerindo terkait wanprestasi terhadap Surat Perjanjian Nomor 555/2818/DISHUB-BD dan Nomor 018/BADUNG/PKS/2007 yang diteken pada 7 Mei 2007 terkait penyediaan infrastruktur menara telekomunikasi terintegrasi di wilayah Badung.
Gugatan perkara wanprestasi terdaftar di Pengadilan Negeri Denpasar dengan Nomor 1372/Pdt.G/2025/PN Dps. Perkara tersebut sudah mulai sidang dengan agenda mediasi pada 20 Oktober 2025 lalu.
Dalam dokumen Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Denpasar, Bali Towerindo menilai Pemkab Badung tidak memenuhi ketentuan perjanjian yang diperoleh Bali Towerindo melalui mekanisme lelang izin pengusahaan.
Dalam petitum, penggugat meminta pengadilan menyatakan perjanjian tersebut sah dan mengikat serta menyatakan adanya wanprestasi oleh tergugat. Bali Towerindo juga menuntut ganti rugi sebesar Rp 3,373 triliun lebih kepada Pemkab Badung. Tuntutan ini akan batal jika Pemkab Badung bersedia memperpanjang kontrak.
(dpu/dpu)