Mengenal Tugas & Fungsi LNSW, Lembaga di Bawah Komando Purbaya
Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga National Single Window atau LNSW menjadi salah satu unit organisasi Kementerian Keuangan yang akan diandalkan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam memantau seluruh aktivitas ekspor dan impor, serta kaitannya untuk optimalisasi penerimaan negara dari dua aktivitas ekonomi itu.
Setelah sebulan menjabat sebagai Menteri Keuangan sejak 8 September 2025, Purbaya terang-terangan akan mengandalkan LNSW sebagai pusat intelijen digital Kementerian Keuangan, dengan cara memperkuat sistem teknologi dan informasinya.
"Menurut saya LNSW itu adalah semacam IT intelijen saya. Saya tahu barang masuk apa, barang keluar apa," kata Purbaya pada Oktober 2025 di kantornya, Jakarta, sebagaimana dikutip Jumat (5/12/2025).
Merujuk pada Peraturan Menteri keuangan (PMK) Nomor 78 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kerja LNSW, unit organisasi non eselon di Kementerian Keuangan itu memang memiliki posisi yang strategis, karena berkedudukan di bawah menteri keuangan dan langsung bertanggung jawab kepada menteri keuangan.
LNSW mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan sistem elektronik terintegrasi antar kementerian atau lembaga terkait ekspor dan impor, yaitu Indonesia National Single Window dan penyelenggaraan Sistem Indonesia National Single Window.
Dua sistem itu digunakan dalam penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor, impor, dan/atau dokumen logistik nasional secara elektronik.
Kepala LNSW Oza Olavia mengatakan bahwa Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) dapat menjadi alat untuk mencegah impor ilegal hingga under invoicing.
Oza menjelaskan ada dua hal dari SINSW yang dapat mencegah impor ilegal dan under invoicing, pertama dari proses administrasi dan kedua dari pertukaran data perdagangan antara RI dengan negara-negara lain.
Ia mencontohkan, fungsinya akan berguna ketika importir mendapatkan perizinan untuk mengimpor daging seberat 100 ton, namun ternyata dalam dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) melebihi izin maka sistem akan secara otomatis menolak impor.
"Izinnya dia dapat seratus ton daging dalam satu PIB. Dikeluarkan lah rekomendasi sama pertanian seratus ton. Kemudian dari pertanian akan kirim dia by system lalu LNSW akan dikirim ke perdagangan," kata Oza dalam Media Gathering bertajuk "Pengelolaan LNSW dalam Rangka Optimalisasi Kinerja APBN" di Jakarta pada Kamis (4/12/2025).
Ia menegaskan, jika terjadi seperti kasus itu, maka permintaan impor tidak akan bisa diteruskan ke bagian bea dan cukai sehingga barang tersebut akan dilarang masuk ke Indonesia.
"Dia nggak bisa langsung terkirim karena dia melebihi dari jumlah yang kuota yang dia bisa pegang. Artinya dia tidak berhak untuk mengimpor sebanyak seratus dua puluh kilo tadi, seratus dua puluh ton tadi. Nah itu artinya PIB-nya tidak akan pernah bisa diteruskan ke custom," ujarnya.
Selain itu, untuk INSW ialah ekosistem yang terdiri dari kementerian/lembaga di Indonesia guna mengharmonisasikan proses bisnis ekspor, impor, dan logistik antar Kementerian/Lembaga, terkait izin menjadi satu pintu dalam pengawasan. Sehingga bisa mengurangi kecurangan impor yang masuk ke Indonesia tanpa izin resmi lembaga terkait.
"Jadi harus terinformasi bahwa dia harus punya izin atas atas importasi yang dia lakukan. Misalnya dia komunitasnya misalnya butuh izin alat kesehatan, ada izin Alkes dia belum punya izin dari Kementerian Kesehatannya. Kalau dia belum ada izin di dalam sistem kita, dia masukkan PIB, dia nggak bisa PIBnya nggak bisa lanjut," ujarnya.
LNSW sendiri telah terhubung ke negara-negara yang telah memiliki perjanjian dagang dapat melakukan pertukaran data. Adapun negara yang sudah bisa melakukan pertukaran data yakni ASEAN, Jepang, China, dan Korea Selatan. Oza mengatakan bahwa dengan pertukaran data ini bisa mengurangi impor ilegal.
"Terkait dengan pertukaran data internasional bisa gak meminimalisir yang namanya impor ilegal gitu ya sebenarnya sangat bisam" tegasnya.
Ia mengatakan saat ini dengan sistem yang telah elektronik dengan nama E-COO dalam pertukaran data perdagangan ekspor dan impor, sehingga dokumen tidak bisa dipalsukan lagi.
"Dulu kalau mengirimkan data hardcopy bisa dituker dan bisa berubah ada penipuan jumlah, jenis bisa ditukar. Dulu pernah kejadian karena manual. Dokumen yang diberikan palsu atau dipalsukan sangat mungkin," ujarnya.
"Sekarang adanya E-COO sekarang gak bisa merubah data karena yang mengirimkan pihak berwenang di negara eksportir yang mengeluarkan E-COO. Semakin banyak data dipertukarkan elektronik bisa mengurangi (impor) karena tidak bisa dipalsukan lagi." tegas Oza.
(arj/haa)[Gambas:Video CNBC]