Malaysia Bangun Proyek Raksasa, Hati-Hati Batam & Singapura
Jakarta, CNBC Indonesia - Malaysia meluncurkan Maharani Energy Freeport di Johor. ini diposisikan sebagai alternatif pelabuhan laut dalam (deep-water port) bagi Singapura.
Proyek ini menargetkan arus kapal tanker minyak, yang mencakup seperlima dari total pengiriman minyak mentah global melalui Selat Malaka. Dibangun di atas tiga pulau reklamasi khusus di lepas pantai Muar, proyek ini bertujuan untuk berkembang menjadi kawasan pelabuhan bebas pajak (zero-tax freeport) untuk perdagangan energi, penyimpanan, operasi transfer kapal-ke-kapal (Ship-to-Ship / STS), dan layanan pengisian bahan bakar (bunkering).
Dengan kedalaman air alami melebihi 24 meter, Maharani Energy Freeport dipasarkan sebagai salah satu dari sedikit lokasi di kawasan ini yang mampu menampung Kapal Tanker Minyak Mentah Sangat Besar (Very Large Crude Oil Carriers/VLCC) dalam keadaan terisi penuh tanpa perlu pengerukan. VLCC adalah kapal yang dapat membawa sekitar 200.000 hingga 320.000 ton minyak per pelayaran.
Maharani diluncurkan secara meriah pada Sabtu lalu, dihadiri oleh Raja Malaysia Sultan Ibrahim Sultan Iskandar dan Perdana Menteri (PM) Anwar Ibrahim. Sultan Ibrahim, yang juga penguasa Johor, memiliki 40% saham di perusahaan pengembang proyek, Maharani Energy Gateway.
Analis mengatakan bahwa insentif pajak agresif yang ditawarkan Maharani, termasuk pajak korporasi nol untuk sebagian besar operator dan tarif 3% untuk pedagang minyak, memberikan keunggulan harga yang signifikan dibandingkan pesaing regional. Namun, para ahli pelayaran dan logistik menilai tantangan terbesar Maharani adalah persaingan ketat di kawasan tersebut, terutama dari Singapura, tetangganya di seberang Selat Johor.
Singapura tetap menjadi pusat bunkering dan perdagangan minyak yang dominan di dunia. Ini didukung oleh kompleks penyulingan besar, kredibilitas regulasi yang telah teruji selama puluhan tahun, dan kehadiran raksasa perdagangan seperti Shell, Trafigura, dan Vitol.
Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, seperti Batam, Karimun, dan Nipah (Kepulauan Riau), juga telah mengukir ceruk yang kuat untuk transfer STS. Sementara itu, fasilitas penyimpanan di Tanjung Uban (Bintan) menarik kapal tanker yang mencari pilihan ekspor ulang yang lebih murah.
"Peluncuran pelabuhan bebas ini adalah bukti bahwa Malaysia tidak lagi ingin berada di pinggiran persainga dan menawarkan pusat yang dapat bersaing langsung dengan Singapura dalam beberapa dekade mendatang," kata analis maritim dan logistik, Nazery Khalid, kepada Channel News Asia (CNA).
Harapan Ekonomi dan Tantangan Lingkungan
Proyek seluas 3.200 hektar ini secara strategis terletak di tengah Selat Malaka, dikenal sebagai jalur minyak tersibuk di dunia. Anwar berharap proyek ini dapat menciptakan 45.000 lapangan kerja dan menarik industri pendukung, yang akan meningkatkan daya saing logistik Malaysia dalam rantai pasokan global.
"Pelabuhan ini membuat Johor otomatis masuk dalam kelompok negara yang memiliki hub energi global setara dengan Fujairah (di Uni Emirat Arab), Jurong (di Singapura) dan Rotterdam (di Belanda)," ujar komentator politik dan ekonomi Nazri Hamdan.
Nazery menambahkan bahwa Maharani unik di Malaysia karena secara dominan menargetkan VLCC, sementara pelabuhan utama Malaysia lainnya (seperti Port Klang dan Tanjung Pelepas) sebagian besar menangani peti kemas (shipping containers).
"Malaysia akan menjadi tuan rumah bagi beberapa kapal pengangkut minyak mentah terbesar di dunia yang melewati rute tersebut dan (karena perairannya yang dalam dan lokasinya di lepas pantai) Malaysia dapat menawarkan terminal terapung, melakukan perbaikan kapal dan berfungsi sebagai pusat perdagangan minyak dan gas," tambah Nasery.
Meski begitu, reklamasi lahan untuk proyek ini telah memicu masalah lingkungan. Laporan media pada tahun 2022 menunjukkan bahwa reklamasi telah mengganggu kehidupan masyarakat lokal.
"Reklamasi mengurangi hasil tangkapan makanan laut bagi nelayan lokal, merusak mata pencaharian mereka, dan merusak ekosistem laut. Isu ini mencerminkan "tata kelola yang buruk" karena suara masyarakat setempat diabaikan," kata kelompok lingkungan Sahabat Alam Malaysia.
(tps/tps)[Gambas:Video CNBC]