Internasional

Israel Bicara Normalisasi dengan Arab Saudi, Singgung Nabi Ibrahim

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Jumat, 05/12/2025 08:05 WIB
Foto: Puluhan ribu nasionalis ikut dalam Pawai Bendera Israel pada Minggu (29/5) yang dianggap warga Palestina sebagai provokasi dan berpotensi memicu ketegangan. (AFP via Getty Images/GIL COHEN-MAGEN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah prospek berakhirnya kekerasan di Timur Tengah menyusul gencatan senjata di Jalur Gaza, Presiden Israel Isaac Herzog secara terbuka mengungkapkan impiannya untuk merayakan perdamaian dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS).


Berbicara dari kediamannya di Yerusalem, Herzog melihat adanya peluang besar untuk mencapai kesepakatan bersejarah dengan Riyadh, yang dianggap sebagai "mahkota permata" bagi upaya normalisasi posisi Israel di kawasan tersebut. Herzog menekankan bahwa kesepakatan dengan Arab Saudi akan memiliki dampak transformatif bagi seluruh dunia.


"Merupakan impian saya untuk dapat merayakan perdamaian, misalnya, dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman dari Arab Saudi," kata Herzog, dikutip dari Newsweek, Kamis (4/12/2025).



"Karena saya pikir bahwa tempat lahir Islam dan tempat lahir agama monoteistik, serta tempat lahir Yahudi bersama-sama akan mengubah dunia."


"Itu akan menjadi momen besar bagi saya, secara pribadi, dan bagi kawasan ini," tambahnya, meskipun ia mengakui "masih banyak yang harus dilakukan," tuturnya.


Dalam pandangan Herzog, terlepas dari segala ancaman, banyak pemimpin Arab berbagi keinginan untuk bekerja sama menuju stabilitas. Apalagi, hampir seluruh Timur Tengah menganut agama samawi yakni Yahudi, Kristen, dan Islam.


"Kami semua adalah anak-anak Ibraham," tegas Herzog.


Jalan Berliku Normalisasi dan Tuntutan Palestina


Normalisasi dengan Riyadh adalah target utama Israel karena posisi unik Arab Saudi sebagai penjaga dua kota suci umat Islam, Mekah dan Madinah.


Namun, negosiasi yang telah berlangsung selama dua tahun melambat, terutama karena tuntutan ketat dari Riyadh. Saudi Arabia menekankan bahwa langkah normalisasi hanya dapat dilakukan sebagai respons terhadap peta jalan Israel menuju negara Palestina yang berdaulat.


Isu kenegaraan Palestina menjadi hambatan terbesar. Sikap Israel terhadap gagasan negosiasi kemerdekaan Palestina sangat dipengaruhi oleh trauma dan ketidakpercayaan akibat perang, meskipun Herzog menolak untuk berkomentar langsung mengingat posisinya sebagai kepala negara.


Herzog melihat bahwa kesempatan perdamaian sering muncul dari abu konflik. Ia mencontohkan perang 1973 yang menyakitkan, yang kemudian memicu perjanjian damai pertama dengan Mesir.


Setelah serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 warga Israel, timbul konflik besar yang melibatkan Iran dan sekutunya di tujuh lini. Meski demikian, Herzog meyakini Israel "hadir untuk selamanya".


Presiden Israel tersebut memuji upaya Donald Trump yang kembali menjabat karena telah menjadi "master of the game" baru dalam memimpin "upaya luar biasa" untuk membentuk kembali Timur Tengah pasca-perang.


Di bawah kepemimpinan Trump sebelumnya, Abraham Accords ditandatangani pada tahun 2020. Serangkaian perjanjian tersebut membuat Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko menjadi negara Arab keempat yang menjalin hubungan diplomatik abadi dengan Israel setelah Mesir dan Yordania.


Selain Saudi Arabia, Herzog juga melihat peluang untuk mencapai kesepakatan baru dengan Suriah di bawah Presiden interim Ahmad Al Sharaa (meskipun Israel tetap waspada), dan menghindari konflik lain di Lebanon jika pemerintah di sana lebih tegas dalam memastikan pelucutan senjata Hizbullah.


(tps/tps)
Saksikan video di bawah ini:

Video:Trump bantah keterlibatanAnak Raja Salman Dalam Kasus Khashoggi