MARKET DATA
Internasional

Kiamat Baru Hantui Ukraina, Terancam Jadi Negara "Hantu"

Thea Fathanah Arbar,  CNBC Indonesia
04 December 2025 20:50
Serangan rudal Rusia di ibu kota Ukraina, Kyiv, menewaskan sedikitnya satu orang pada hari Rabu (12/2). (REUTERS/Thomas Peter)
Foto: Serangan rudal Rusia di ibu kota Ukraina, Kyiv, menewaskan sedikitnya satu orang pada hari Rabu (12/2). (REUTERS/Thomas Peter)

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis populasi Ukraina kian mengkhawatirkan di tengah perang yang belum berakhir.

Di Hoshcha, kota kecil di Ukraina barat, bangsal bersalin yang dulu ramai kini nyaris kosong. Sepanjang tahun ini hanya 139 bayi lahir, turun dari 164 pada 2024 dan jauh merosot dibanding lebih dari 400 kelahiran satu dekade lalu.

"Banyak pemuda telah meninggal. Mereka seharusnya menjadi generasi penerus bangsa ini," ujar ginekolog Yevhen Hekkel kepada Reuters, dikutip Kamis (4/12/2025).

Sejak invasi Rusia pada 2022, populasi Ukraina menyusut dari 42 juta menjadi kurang dari 36 juta, termasuk wilayah yang kini dikuasai Rusia. Lembaga demografi Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional memperkirakan angka tersebut bisa turun ke 25 juta pada 2051.

CIA World Factbook 2024 juga mencatat rasio mencengangkan, di mana satu kelahiran berbanding tiga kematian. Harapan hidup pria juga anjlok dari 65,2 tahun menjadi 57,3 tahun, sementara wanita turun dari 74,4 tahun menjadi 70,9 tahun.

Situasinya terlihat jelas di Hoshcha. Mykola Panchuk, kepala dewan kota, mengatakan satu sekolah di desa Sadove terpaksa ditutup karena hanya memiliki sembilan murid. Di wilayah Hoshcha dan sekitarnya, 141 warga tewas sejak 2022 dan banyak remaja serta pria muda lain memilih atau terpaksa meninggalkan negara itu.

"Tidak ada anak lagi. Dua tahun lalu kami menutupnya karena tak bisa beroperasi," ujarnya.

Oleksandr Hladun, wakil kepala lembaga demografi, memperingatkan bahwa jutaan orang dibutuhkan untuk membangun kembali ekonomi Ukraina pasca perang. "Defisit tenaga kerja bisa mencapai 4,5 juta dalam 10 tahun ke depan," katanya.

Pemerintah telah meluncurkan strategi demografi 2040 untuk menahan emigrasi dan menarik diaspora pulang. Namun jika tren berlanjut, populasi pada 2040 bisa merosot ke 29 juta, bukan naik ke 34 juta seperti target pemerintah.

Penurunan penduduk juga membuat banyak desa perlahan kosong. Di Duliby, kurang dari 10 km dari Hoshcha, rumah-rumah terbengkalai.

"Suami saya hilang sejak Juli. Saya takut kedua putra saya juga akan direkrut," tutur Oksana Formanchuk, warga setempat yang kini tinggal sendirian.

Bangsal bersalin Hoshcha sendiri kehilangan pendanaan pemerintah pada 2023 karena gagal mencapai target 170 kelahiran. "Kami kekurangan satu saja, bayi itu lahir 15 menit lewat tengah malam," kata Panchuk.

Ketidakpastian perang membuat banyak pasangan menunda punya anak. Anastasiia Yushchuk (21) mengatakan teman-temannya semakin ragu membangun keluarga.

"Tidak ada stabilitas, tidak ada yang bisa dibangun. Hidup terlalu tidak pasti," ujarnya.

Namun bagi sebagian warga, kelahiran tetap menjadi sumber harapan. Anastasiia Tabekova, pejabat dewan kota, bercerita suaminya mendapat izin khusus untuk hadir saat ia melahirkan sebelum kembali ke garis depan.

"Anak-anak memberi alasan untuk tetap bertahan. Mereka adalah harapan di tengah keadaan yang gelap," katanya.

(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Populasi di Asia Terus Menyusut, Termasuk dari Negeri K-Pop


Most Popular