Setiap Hari 100 Ha Sawah RI 'Hilang', Prabowo Langsung Perintahkan Ini

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
Kamis, 04/12/2025 16:45 WIB
Foto: Saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) GTRA Provinsi Bali, di Gedung Wisma Sabha, Kantor Gubernur Bali, Rabu (26/11/2025). Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid menyatakan, mandat GTRA Bali kini semakin krusial, menyusul tingginya alih fungsi lahan sawah produktif di wilayah tersebut. (Dok. Kementerian ATR/ BPN)

Jakarta, CNBC Indonesia - Alih fungsi lahan sawah terus terjadi di Indonesia dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. Setiap hari, ratusan hektare lahan pertanian menyusut, berubah menjadi kawasan non-pertanian, mulai dari perumahan hingga industri.

Pemerintah pun tak menutup mata terhadap fenomena ini. Tekanan terhadap lahan pangan kini dianggap sebagai ancaman serius bagi masa depan ketahanan pangan nasional.

"Kita melihat tiap harinya itu ada sekitar 100-an hektare (sawah) di Indonesia perubahan alih fungsi lahan. Jadi, kalau tidak ada kebijakan-kebijakan terobosan, maka bisa dipastikan kita mengalami krisis pangan. Untuk itu maka, kebijakan ini menjadi sangat penting tentang pengendalian alih fungsi lahan sawah," kata Direktur Pengendalikan Hak Tanah Alih Fungsi Lahan, Kepulauan dan Wilayah Tertentu Kementerian ATR BPN Andi Renald dalam Rakernas REI di Ancol, Jakarta Utara, Kamis (4/12/2025).


Di sisi lain, target swasembada pangan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto justru dipercepat secara drastis. Dari semula empat tahun, mundur menjadi tiga tahun, hingga kini hanya satu tahun. Percepatan ini menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah tak mau lagi berlama-lama dalam urusan pangan. Seluruh instrumen kebijakan pun dipacu untuk mendukung target besar tersebut.

"Pada saat pelantikan Bapak Presiden, itu ditargetkan 4 tahun swasembada pangan. Itu pada pertemuan forum internasional APEC di Peru, menjadi 3 tahun. Terakhir, 22 Januari, menjadi 1 tahun. Konsekuensinya apa? Kita pasti akan melakukan ekstra effort untuk mewujudkan misi-misi Bapak Presiden, menuju swasembada pangan itu," kata Andi.

Langkah konkret pun masuk ke dalam dokumen perencanaan nasional. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemerintah mematok kewajiban bagi daerah untuk mengamankan lahan sawahnya. Targetnya bukan kecil. Hampir seluruh Lahan Baku Sawah harus masuk ke dalam kawasan lindung pertanian.

"Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) yang sudah ditetapkan dengan Perpres, di situ ditetapkan, ditargetkan sampai dengan 2029 maka kabupaten/kota itu paling sedikit LBS-nya (Lahan Baku Sawah), saya ulangi, Lahan Baku Sawah ditargetkan menjadi LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) paling sedikit 87%," sebut Andi.

Tekanan terhadap lahan sawah diperkirakan akan semakin besar seiring lonjakan jumlah penduduk. Indonesia yang saat ini berpenduduk lebih dari 300 juta jiwa diproyeksikan terus tumbuh hingga mendekati 350 juta jiwa pada 2045. Kebutuhan pangan pun otomatis melonjak tajam.

"Kebutuhan akan luas sawah penting, kebutuhan kita tahu. Kemudian kita punya penduduk 304 juta, terus bertambah. Ini sekitar 350, 340 (juta), tahun 2045. Ini bagaimana kita bisa menyediakan pangan yang cukup dan berkualitas untuk rakyat Indonesia," ujar Andi.

Di tengah tekanan itu, Pulau Jawa masih menjadi tulang punggung lumbung pangan nasional. Karena itu, pemerintah menetapkan perlindungan khusus pada kawasan-kawasan sawah strategis di Jawa yang tersebar di delapan provinsi. Totalnya mencakup 100 kabupaten/kota yang kini masuk dalam skema lahan sawah dilindungi.

"Kita tahu pusat-pusat lumbung pangan itu ada di Jawa. Makanya 8 provinsi yang terdiri atas 100 kabupaten/kota ditetapkan LSD-nya (Lahan Sawah Dilindungi)," ujarnya.

Namun di sisi lain, kebutuhan akan perumahan juga terus meningkat. Pemerintah tengah mendorong pembangunan rumah dalam skala besar untuk masyarakat. Konflik kepentingan pun tak terelakkan: antara kebutuhan papan dan kebutuhan pangan. Di titik inilah pemerintah memasang garis batas yang tegas.

"Kita mau membangun rumah buat rakyat, tapi kita juga mau ketahanan pangan. Kita mau swasembada pangan. Jadi, betul tidak boleh lahan sawah dibuat perumahan. Ini kata menteri, Bapak. Menteri menegaskan lahan sawah tidak boleh dibangun perumahan," sebut Andi.


(fys/wur)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Minat Investor Naik, Proyek Pangan Jadi Motor Ekonomi Baru