Ekonomi Australia Tumbuh 2,1%, Ekspansi Tercepat dalam 2 Tahun
Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Australia pada kuartal ketiga (Q3) mencatatkan ekspansi tercepatnya dalam sekitar dua tahun terakhir. Pertumbuhan ini didorong kuat oleh investasi dan permintaan konsumen yang solid.
Data dari Biro Statistik Australia (ABS) pada hari Rabu (3/12/2025) menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut naik 2,1% secara tahunan (year on year). Ini menandai ekspansi terkuat sejak kuartal ketiga 2023 ketika ekonomi tumbuh pada laju yang sama.Â
Meski begitu, angka ini sedikit di bawah ekspektasi para ekonom yang memperkirakan pertumbuhan PDB sebesar 2,2%. Secara kuartalan (quarter-on-quarter), PDB Australia tumbuh 0,4%, lebih rendah dibandingkan perkiraan jajak pendapat Reuters sebesar 0,7%.
Sementara itu, permintaan akhir domestik menyumbang 1,1 poin persentase terhadap pertumbuhan PDB. Investasi swasta tumbuh pada laju tercepat sejak Maret 2021, didorong oleh investasi bisnis pada mesin, peralatan, dan pusat data utama di New South Wales dan Victoria.
Konsumsi rumah tangga juga terus berekspansi. Ini dipimpin oleh pengeluaran untuk asuransi, listrik, gas, sewa, layanan kesehatan, dan makanan.
Di sisi lain, perdagangan bersih (net trade) menjadi penghambat utama, mengurangi PDB sebesar 0,1 poin persentase karena pertumbuhan impor melebihi kenaikan ekspor selama periode tiga bulan hingga September. Meskipun meleset dari perkiraan utama, para analis menilai fundamental ekonomi Australia tetap kuat.
Kepala penelitian ekonomi dan perdagangan global di Oxford Economics, Harry Murphy Cruise, mengatakan bahwa angka tersebut bukan merupakan tanda pelemahan ekonomi yang signifikan. "Jika mengecualikan persediaan (inventories) dan perdagangan, ekonomi domestik Australia melonjak 1,2% dibandingkan kuartal sebelumnya-ekspansi tercepat dalam lebih dari dua tahun," tuturnya kepada CNBC International.
Kepala ekonom Australia di Moody's Analytics, Sunny Nguyen, senada dengan pandangan tersebut. Ia menyebut angka utama yang lebih rendah dari perkiraan tersebut sebagian disebabkan oleh perusahaan yang mencatatkan penurunan persediaan (inventories) "lebih agresif dari yang diperkirakan.
"Hal tersebut lebih berkaitan dengan waktu dan akuntansi daripada permintaan akhir yang mendasari," tandasnya.
Inflasi dan Sinyal Kenaikan Suku Bunga
Sebelum data PDB dirilis, Gubernur Reserve Bank of Australia (RBA), Michele Bullock, telah memperingatkan bahwa ekonomi kemungkinan telah mencapai batas potensi pertumbuhannya pada saat inflasi masih bertahan di atas target bank sentral. Bullock menambahkan bahwa dewan RBA akan bertindak tegas jika tekanan harga kembali meningkat.
Inflasi di Australia sendiri mengalami akselerasi pada bulan Oktober, naik 3,8% secara tahunan. Hal ini menandai laju tercepat dalam tujuh bulan dan melebihi kisaran target RBA sebesar 2% hingga 3%.
Pada pertemuan kebijakan moneter bulan lalu, bank sentral mempertahankan suku bunga tidak berubah di level 3,6%. Namun menyatakan kehati-hatian untuk melakukan pelonggaran lebih lanjut mengingat penguatan ekonomi, ketatnya pasar tenaga kerja, dan tekanan inflasi yang persisten.
"Data PDB Q3 ini mengkonfirmasi bahwa ekonomi "masih terlalu panas sesuai keinginan RBA," kata Cruise dari Oxford Economics, seraya menambahkan bahwa pemotongan suku bunga "tidak mungkin terjadi untuk beberapa waktu" dan kenaikan suku bunga pada minggu depan untuk meredam inflasi "tidak dapat dikesampingkan".
Setelah data PDB dirilis, imbal hasil obligasi pemerintah Australia tenor 10 tahun naik 4 basis poin menjadi 4,650. RBA diperkirakan secara luas akan mempertahankan suku bunga di 3,6% pada pertemuan dewan minggu depan, meskipun Bullock telah mengisyaratkan bahwa siklus pemotongan suku bunga saat ini mungkin mendekati akhir.
[Gambas:Video CNBC]