Internasional

Utang AS Mau 'Meledak', Tembus Rp 635 Ribu T

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Selasa, 02/12/2025 19:40 WIB
Foto: Bendera Amerika Serikat (Photo by Win McNamee/Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) kini menanggung utang nasional lebih dari US$38 triliun (Rp635 ribu triliun). Jumlah ini menempatkan negara tersebut semakin dekat dengan titik kritis fiskal karena biaya bunga terus melonjak.

Beban utang tersebut setara dengan lebih dari US$114.000 (Rp1,91 miliar) per warga negara. Defisit terus bertambah, sementara pembayaran bunga juga meningkat tajam, menciptakan tekanan besar pada anggaran federal.


Dalam waktu sedikit lebih dari dua bulan, utang AS melonjak sebesar US$1 triliun (Rp16,73 triliun). Ini adalah salah satu lonjakan tercepat dalam sejarah non-pandemi, yang menunjukkan kecepatan masalahnya.

Washington terus mencatat defisit anggaran yang besar setiap tahunnya. Defisit federal untuk tahun fiskal 2025 diperkirakan mencapai antara US$1,8 triliun (Rp30,12 triliun) hingga US$2 triliun (Rp33,47 triliun).

Biaya bunga saja tumbuh lebih cepat daripada program federal utama lainnya. Biaya tahunan untuk melayani utang telah melonjak, mendekati atau bahkan melebihi program-program besar seperti pertahanan dan Medicare.

"Kombinasi defisit besar dan biaya bunga yang tinggi menciptakan jalur fiskal yang oleh banyak ekonom kini disebut tidak berkelanjutan. Tanpa reformasi besar, tren ini akan terus berlanjut meskipun ekonomi tumbuh pada laju yang stabil," tulis media ekonomi, Economic Times, Selasa (2/12/2025).

Banyak warga AS percaya status dolar sebagai mata uang cadangan dunia melindungi negara tersebut dari krisis utang. Kenyataannya, perlindungan tersebut sangat terbatas dan tidak dapat ditembus oleh risiko struktural.

Jika investor meragukan manajemen utang AS, mereka dapat menuntut hasil yang lebih tinggi pada obligasi Treasury. Hasil yang lebih tinggi berarti lebih banyak uang dihabiskan untuk bunga dan lebih sedikit untuk program sosial atau pertumbuhan ekonomi.

Bahkan mata uang yang kuat tidak dapat menutupi risiko struktural yang mendasarinya. Dolar sendiri tidak cukup untuk menyelesaikan masalah struktural dalam manajemen utang.

Sinyal tekanan pasar AS terlihat saat permintaan lelang Treasury melunak dan kepemilikan asing atas utang pemerintah AS merosot menjadi sekitar 30%. Lembaga pemeringkat kredit juga mengawasi dengan ketat, di mana penurunan peringkat lebih lanjut dapat mendorong biaya pinjaman ke seluruh perekonomian.

Bagi warga AS, utang yang meningkat dapat memengaruhi harga sehari-hari, pendanaan layanan kesehatan, dan Jaminan Sosial. Kenaikan suku bunga global akan meningkatkan biaya pinjaman, yang berarti hipotek yang lebih tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.

Meskipun dolar tetap menjadi mata uang cadangan utama dunia-memberikan AS "hak istimewa yang berlebihan"-para analis memperingatkan bahwa utang yang terus meningkat ini mengikis kepercayaan tersebut. Jika permintaan global terhadap dolar melemah, AS dapat menghadapi tekanan yang serupa dengan yang terlihat di ekonomi Eropa yang tertekan utang.

Para pemimpin AS perlu membuat keputusan fiskal yang sulit saat ini untuk menghindari terulangnya kesalahan yang terlihat di luar negeri. Biaya dari kelambanan sangat tinggi, dan mengabaikan tanda-tanda peringatan dapat memaksa pilihan yang menyakitkan di kemudian hari.


(tps/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Dunia Terjerat Utang China, AS Kehilangan 'Tahta'