Sudah Minta Ampun ke Presiden, Israel Lanjut Sidang Skandal Netanyahu
Jakarta, CNBC Indonesia - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, kembali hadir di pengadilan Tel Aviv pada Senin (1/12/2025). Kehadirannya ini merupakan yang pertama kali sejak ia mengajukan permohonan amnesti kepada Presiden Isaac Herzog terkait kasus korupsi yang telah berjalan lama.
Mengutip Arab News, kehadirannya pun diiringi sekelompok kecil demonstran berkumpul. Beberapa di antaranya mengenakan pakaian terusan oranye ala penjara, menyerukan agar Netanyahu dipenjara.
"Tidak dapat diterima bahwa Netanyahu meminta amnesti tanpa mengaku bersalah atau mengambil tanggung jawab apa pun," ujar Ilana Barzilay, salah satu demonstran.
Netanyahu, yang merupakan Perdana Menteri dengan masa jabatan terlama di Israel, didakwa pada tahun 2019 atas tuduhan penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan. Persidangannya sendiri dimulai pada tahun 2020.
Kasus hukum Netanyahu telah menjadi isu sentral dalam beberapa kali pemilihan umum Israel. Banyak jajak pendapat menunjukkan bahwa koalisi sayap kanan yang dipimpinnya, yang disebut sebagai yang paling kanan dalam sejarah Israel, akan kesulitan memenangkan cukup kursi untuk membentuk pemerintahan berikutnya.
Di sisi lain, Netanyahu tetap bersikeras mengirimkan permohonan amnesti atas kasus ini seraya membantah semua tuduhan. Dalam surat kepada Presiden Herzog yang dirilis pada hari Minggu, tim pengacara Netanyahu berdalih bahwa persidangan telah mengganggu tugasnya dalam memimpin Israel.
"Kehadiran rutin di pengadilan telah menghambat kemampuan Perdana Menteri untuk memerintah. Amnesti akan menjadi hal yang baik bagi negara," tulis surat itu.
Permintaan ini datang hanya dua minggu setelah mantan Presiden AS Donald Trump menulis surat kepada Herzog, mendesak pertimbangan untuk mengampuni Netanyahu. Trump menyebut kasus terhadap Netanyahu sebagai "penuntutan politik yang tidak dapat dibenarkan."
Namun, hal ini tak lazim lantaran pengampunan biasanya diberikan setelah proses hukum selesai dan terdakwa dinyatakan bersalah. Tidak ada preseden untuk memberikan amnesti di tengah persidangan.
Hal ini memancing beberapa politisi oposisi menentang permintaan tersebut, bahkan berargumen bahwa amnesti harus bersyarat, seperti Netanyahu harus pensiun dari dunia politik dan mengakui kesalahannya. Opsi lain yang disuarakan adalah PM harus menyelenggarakan pemilihan umum nasional, yang dijadwalkan pada Oktober 2026, sebelum mengajukan amnesti.
Mantan Perdana Menteri Naftali Bennett, yang pernah menggulingkan Netanyahu pada pemilu 2021 sebelum Netanyahu kembali berkuasa setahun kemudian, menyatakan dukungan untuk mengakhiri persidangan jika Netanyahu setuju untuk mundur dari politik.
"Dengan cara ini, kita bisa meninggalkan ini di belakang kita, bersatu dan membangun kembali negara ini bersama-sama," kata Bennett, yang kini menjadi salah satu tokoh yang digadang-gadang akan memimpin pemerintahan berikutnya jika Netanyahu mundur, menurut hasil jajak pendapat.
(tps/tps)