Negara Ini "Bersih-Bersih", 4 Mantan Presiden Kompak Dipenjara Bersama
Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah dramatis Pedro Castillo untuk mempertahankan kekuasaan pada akhir 2022 kini berujung pada hukuman berat. Mahkamah Agung Peru pada Kamis menjatuhkan vonis lebih dari 11 tahun penjara kepada mantan presiden berhaluan kiri itu, setelah ia dinyatakan bersalah melakukan upaya untuk membubarkan Kongres dan memerintah melalui dekret demi menghindari pemakzulan.
Dengan demikian, saat ini ada empat mantan Presiden Peru yang mendekam di penjara.
Castillo, yang pernah dijuluki sebagai presiden miskin pertama Peru karena latar belakangnya sebagai guru sekolah pedesaan yang belum pernah memegang jabatan publik, digulingkan dan langsung dipenjara setelah langkahnya pada Desember 2022 gagal total.
Selama 16 bulan memimpin, ia kerap berseteru dengan Kongres yang dikuasai oposisi dan menuduh para legislator ingin mempertahankan kekuasaan elit.
Vonis tersebut dijatuhkan hanya sehari setelah mantan presiden sayap kiri lainnya, Martin Vizcarra, menerima hukuman 14 tahun penjara atas kasus suap ketika menjabat sebagai gubernur regional.
Vizcarra kini bergabung dengan dua mantan presiden lain yang sudah mendekam di penjara khusus bagi eks-pemimpin negara di sebuah markas polisi di timur Lima karena kasus korupsi: Ollanta Humala (2011-2016) dan Alejandro Toledo (2001-2006).
Castillo turut ditahan di fasilitas yang sama sejak awal proses hukumnya. Persidangan digelar di ruang sidang dekat kompleks penjara tersebut.
Bumerang Castillo
Castillo terpilih pada 2021 dengan janji mengangkat derajat rakyat miskin Peru. Namun, menghadapi ancaman pemakzulan atas tuduhan korupsi, ia mengambil langkah mengejutkan: mengumumkan pembubaran Kongres dan menyatakan akan memerintah lewat dekret.
Tindakan itu digambarkan jaksa sebagai upaya kudeta, dan anggota pemerintahannya sendiri menolak mengikuti perintah tersebut.
Dalam sidang yang berlangsung berjam-jam, Mahkamah Agung menyatakan Castillo bersalah atas "konspirasi untuk melakukan pemberontakan" terhadap "kekuasaan negara dan tatanan konstitusional." Ia dibebaskan dari dakwaan terpisah mengenai penyalahgunaan kekuasaan dan mengganggu ketertiban umum.
Castillo dijatuhi 11 tahun, 5 bulan, dan 15 hari penjara, jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta 34 tahun.
Ia ditangkap ketika sedang menuju kedutaan Meksiko bersama keluarganya untuk mencari suaka. Meksiko, yang memiliki pemerintahan kiri, kemudian mengizinkan istri dan dua anak Castillo pergi, dan mereka kini hidup dalam pengasingan.
Puluhan pendukung Castillo menunggu di depan penjara saat putusan dibacakan.
"Kami menderita untuk presiden kami karena dia tidak mencuri satu sol pun. Seorang pria tak bersalah dipenjara di sini. Kami menuntut keadilan," kata Julia Buendia, 54 tahun, kepada AFP.
Mantan PM Juga Dihukum
Mantan perdana menteri Castillo, Betssy Chavez, yang dituduh berperan sebagai kaki tangan dalam upaya pembubaran Kongres, turut dijatuhi hukuman 11,5 tahun penjara.
Namun ia sebelumnya telah menerima suaka dari Kedutaan Besar Meksiko sebelum persidangan delapan bulannya selesai, langkah yang membuat pemerintah Peru berang dan langsung memutus hubungan diplomatik dengan Meksiko atas dugaan campur tangan.
Presiden interim Peru, Jose Jeri, bahkan tidak menutup kemungkinan polisi akan menyerbu kedutaan untuk menahan Chavez.
Penangkapan Castillo pada 2022 memicu demonstrasi luas di wilayah pedesaan dan kelas pekerja, basis pendukungnya. Aksi protes itu ditindak keras dan menyebabkan sedikitnya 50 orang tewas.
Pengganti Castillo, mantan wakil presiden Dina Boluarte, juga menghadapi penolakan publik dan memimpin negara dalam 22 bulan penuh gejolak sebelum akhirnya dimakzulkan pada Oktober. Ia digantikan oleh Jeri, yang sebelumnya merupakan ketua Kongres.
Krisis politik Peru berlangsung berkepanjangan. Sejak 2016, negara itu telah memiliki tujuh presiden: tiga dilengserkan Kongres, dua mengundurkan diri untuk menghindari hal serupa, dan hanya satu yang berhasil merampungkan masa jabatannya.
Â
(luc/luc)[Gambas:Video CNBC]