Purbaya Rilis Standar Baru Kementerian: Konsumsi, ATK Sampai Souvenir!

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Jumat, 28/11/2025 12:50 WIB
Foto: Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (27/11/2025). (Tangkapan Layar Youtube/TVR Parlemen)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menetapkan standar baru dalam struktur biaya penganggaran Kementerian atau Lembaga (K/L). Belanja untuk konsumsi rapat, suvenir, hingga alat tulis kantor atau ATK kini tak bisa lagi sembarangan karena ditetapkan batasan maksimalnya.

Standar penganggaran baru bagi K/L ini Purbaya tetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79 tahun 2025, yang menggantikan ketentuan sebelumnya dalam PMK 195/2014 yang telah direvisi satu kali melalui PMK 140/2021. PMK 97/2025 berlaku sejak 26 November 2025.


"Standar Struktur Biaya berfungsi sebagai acuan bagi kementerian negara/lembaga untuk menetapkan komposisi biaya tertentu atas suatu RO (Rincian Output) dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga dan pelaksanaan anggaran," dikutip dari Pasal 2 PMK 79/2025, Jumat (28/11/2025).

Dalam PMK baru ini, Purbaya membuat definisi baru standar struktur biaya dalam proses penganggaran di K/L, yang terdiri dari biaya utama dan biaya pendukung. Definisi baru ditetapkan untuk biaya pendukung yang tak lagi dianggap berpengaruh secara langsung terhadap capaian keluaran atau output.

Secara spesifik, Purbaya menetapkan jenis belanja biaya pendukung, yang sebelumnya tidak diatur rinci dalam PMK 195/2014. Jenis biaya pendukung itu terdiri dari honorarium tim kegiatan; biaya konsumsi rapat dalam kantor; biaya kegiatan seremonial; biaya percetakan; pengadaan souvenir; hingga pengadaan alat tulis kantor (ATK) untuk kegiatan.

Seluruh jenis biaya pendukung itu kini memiliki batasan maksimal penganggarannya yang lebih detail dari sebelumnya. Serta mengacu pada Grup Klasifikasi Rincian Output (KRO) yang mengklasifikasikan biaya sesuai jenis atau rumpunnya terbaru yang terdiri dari untuk kepentingan dukungan kerangka regulasi, investasi, SDM hingga administrasi.

Dalam aturan sebelumnya, yakni PMK 140/2021 yang merevisi PMK 195/2014, klasifikasi biaya pendukung itu dan batasan besarannya hanya terdiri dari barang infrastruktur, barang noninfrastruktur, jasa regulasi, dan jasa layanan nonregulasi.

Dalam aturan yang lama itu, untuk barang infrastruktur batasan besarannya ialah 6% terhadap biaya keluaran atau RO, barang noninfrastruktur 7%, Jasa regulasi 7%, dan jasa layanan nonregulasi 9%.

Sedangkan dalam PMK 79/2025 biaya pendukung kerangka regulasi masih ditetapkan batasan maksimalnya sebesar 7% terhadap total biaya keluaran atau RO, serta kerangka investasi fisik 6%.

Namun ada tambahan klasifikasi biaya pendukung untuk kerangka investasi SDM dan sosial ekonomi yang batasan maksimalnya lebih longgar, yakni mencapai 9%, sama halnya untuk administrasi pemerintahan internal K/L juga 9%, dan administrasi pemerintahan internal antara pusat dan daerah 9%.

Kendati membuat batasan yang lebih detail dalam penganggaran biaya pendukung itu, dalam PMK terbaru ini Purbaya masih membuka kelonggaran bagi K/L bila membutuhkan tambahan anggaran biaya pendukung yang melampaui batasan yang telah ditetapkan. Namun, harus berdasarkan acuan yang telah ditetapkan.

Acuan bagi K/L bila ingin mengajukan pelampauan besaran biaya pendukung itu harus mempertimbangan anggaran untuk membiayai kegiatan prioritas Presiden; anggaran untuk membiayai belanja penyelenggaraan program/kegiatan/proyek/prioritas kementerian negara/lembaga; dan/atau anggaran untuk kegiatan kontrak tahun jamak.


(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Kebakaran Apartemen di Hongkong Tewaskan 83 Orang