Respons Menaker Soal Ramai Pabrik di Jabar Hengkang ke Jawa Tengah

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Kamis, 27/11/2025 12:20 WIB
Foto: Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli menyampaikan keterangan usai acara Naker Award 2025 di Jakarta, Rabu (26/11/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena relokasi pabrik dari Jawa Barat ke Jawa Tengah menjadi sorotan beberapa waktu belakangan ini. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menjelaskan, perpindahan pabrik tidak ditentukan oleh satu faktor saja, melainkan oleh kombinasi berbagai pertimbangan yang dilakukan perusahaan.

Saat ditanya apakah isu relokasi tersebut berkaitan dengan upah minimum, Yassierli menegaskan, keputusan relokasi selalu melibatkan banyak aspek.

"Tentu suatu pabrik direlokasi banyak faktor ya. Banyak faktor. Ya bisa jadi pertimbangan yang kamu sampaikan itu (soal upah) salah satunya," kata Yassierli saat ditemui di Jakarta, Rabu (26/11/2025) malam.


Menurutnya, perusahaan melihat berbagai komponen biaya sebelum memutuskan pindah, atau merelokasi pabriknya.

"Ya, pabrik itu kan tergantung dari upah, kemudian ketersediaan bahan material, kemudian terkait biaya transportasi, macam-macam biaya, kemudian dia gudangnya di mana. Itu kan banyak," jelasnya.

Pernyataan Yassierli tersebut sejalan dengan keluhan dunia usaha. Wakil Ketua Umum APINDO Sanny Iskandar, sebelumnya mengungkapkan relokasi memang paling banyak terjadi dari Bekasi dan Karawang menuju daerah-daerah di Jawa Tengah seperti Batang. Ia menilai tingginya upah minimum menjadi salah satu pemicu.

"Soal relokasi pabrik di Jawa Barat, khususnya di kawasan industri Bekasi dan Karawang yang pindah ke beberapa daerah di Jawa Tengah, banyak dipengaruhi selain masalah tinggi rendahnya gaji masyarakat dan khususnya yang berhubungan dengan produktivitas manusianya," kata Sanny dalam konferensi pers pada sesi Media Briefing, Selasa (25/11/2025) lalu.

Sanny mengungkapkan upah minimum di beberapa daerah Jawa Tengah masih cukup rendah. Selain itu, kondisi sosial-politik yang lebih stabil juga turut membuat pabrik-pabrik mempertimbangkan untuk merelokasi ke Jawa Tengah.

"Ini juga karena ada kondisi tertentu, misalkan Jawa Tengah itu memang masyarakatnya juga lebih bisa menjamin adanya stabilitas sosial dan politik," lanjutnya.

Selain itu, loyalitas pekerja juga cukup tinggi dan tingkat aksi demonstrasi yang cukup rendah menjadi alasan lain.

"Nah ini ujung-ujungnya juga mereka memiliki karyawan yang loyalitas tinggi. Kemudian kecenderungan aksi-aksi demonya juga tidak setinggi daripada daerah di sekitar Jakarta. Itu berpengaruh terhadap produktivitas kerja sebetulnya," ungkapnya.

Sanny pun menggarisbawahi faktor dukungan dari pemerintah daerah setempat. Menurutnya, pengurusan perizinan dan kebutuhan industri di Jawa Tengah yang lebih mudah turut menjadi daya tawar relokasi pabrik.

Sebaliknya, Sanny menjelaskan terdapat pertimbangan lain bagi perusahaan untuk melakukan pemindahan pabrik, salah satunya terkait pembangunan infrastruktur, di mana beberapa kota industri di Jawa Tengah belum semaju dengan Bekasi.

"Terkait dukungan dari pemerintah daerahnya. Seperti masalah pengurusan, perizinan, dan lain-lain, itu cenderung lebih mudah. Tapi, mungkin infrastrukturnya belum secanggih yang ada di Bekasi dan Karawang yang memang sudah terkenal sebagai Detroitnya Indonesia, mulai dari elektrik power supply-nya, kemudian untuk water supply-nya, fiber optic-nya dan segala macamnya," jelasnya.

"Jadi memang masing-masing daerah punya karakteristiknya sendiri," ujar Sanny.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PHK Jawa Barat Capai 15.000 Orang - IMF Ingatkan Utang Global