Internasional

Siaga Krisis Baru Hantam China, Raksasa Properti Mau Bangkrut

tfa, CNBC Indonesia
Rabu, 26/11/2025 17:05 WIB
Foto: Properti China Vanke (Dok: Vanke Co Ltd)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar properti di China kembali berada di titik krisis setelah saham China Vanke, yang merupakan salah satu pengembang terbesar negeri itu, anjlok. Ini memicu kekhawatiran luas atas gagal bayar (default) yang menimbulkan ancaman kebangkrutan.

Obligasi dollar Vanke yang jatuh tempo 2027 anjlok ke level di bawah 44 sen AS, terendah sejak Januari, setelah turun 12 sen pada 26 November. Kali ini, Vanke juga kesulitan meyakinkan investor bahwa mereka bisa memenuhi kewajiban, tanpa adanya sinyal dukungan tambahan dari pemerintah.


Sementara itu, obligasi dalam negeri Vanke makin tertekan. Salah satu seri obligasi jatuh lebih dari 20% dan memaksa Shenzhen Stock Exchange menghentikan perdagangan, sementara seri lain jatuh lebih dari 10%, termasuk obligasi yang akan jatuh tempo Maret 2027.

"Situasi sekarang menunjukkan bahwa pasar telah kehilangan keyakinan bahwa perusahaan-perusahaan besar properti bisa diselamatkan," kata satu analis pasar obligasi anonim, seperti dikutip Straits Times merujuk Bloomberg pada Rabu (26/11/2025).

"Tanpa kejelasan dukungan dari pemerintah, risiko default meningkat pesat," tambahnya.

Masalah Vanke mencerminkan tantangan besar bagi pembuat kebijakan China, yakni memulihkan kepercayaan pasar properti tanpa harus terus menyelamatkan tiap pengembang secara individual. Negara memang sempat mempertimbangkan langkah-langkah untuk menstabilkan pasar properti, misalnya subsidi bunga hipotek, menurut beberapa sumber yang memantau perkembangan pekan lalu.

Namun langkah itu belum mendorong rebound penjualan rumah. Dalam upaya menekan risiko sistemik, regulator keuangan China memperketat pengawasan terhadap pelanggaran di pasar obligasi, khususnya kegagalan pengungkapan utang di sektor real estat.

Dukungan bagi Vanke dari pemegang saham negara sempat datang lewat pinjaman sekitar 30 miliar yuan atau sekitar Rp 70,5 triliun dari Shenzhen Metro Group, yang membantu perusahaan menghindari default hingga 2025. Namun harapan itu meredup setelah mantan ketua mengundurkan diri pada Oktober dan pemegang saham negara memberi isyarat akan memperketat persyaratan kredit.

Imbasnya obligasi yang jatuh tempo 2027 sudah turun lebih dari 40% dalam sebulan terakhir. Menurut perhitungan lembaga riset, sekitar 13,4 miliar yuan obligasi dalam negeri akan jatuh tempo atau menghadapi opsi pelunasan akhir Juni 2026, angka yang jauh lebih besar daripada sisa plafon pinjaman Vanke dari Shenzhen Metro.

Situasi makin genting bagi Vanke ketika dua obligasi domestik mereka akan jatuh tempo pada Desember, salah satunya senilai 2 miliar yuan dan lainnya 3,7 miliar yuan. Jika Vanke mengajukan perpanjangan, mereka harus mendapat persetujuan minimal 90% dari pemegang obligasi.


(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:

Video: China Percepat Era Komputasi Kuantum