Dewan Pengupahan Jakarta Belum Bahas Upah Minimum 2026, Ini Alasannya
Jakarta, CNBC Indonesia - Pembahasan mengenai penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2026 belum berjalan. Hal ini dikonfirmasi Ketua Bidang Ketenagakerjaan, Jamsostek, dan K3 DPP Apindo DKI Jakarta Nurjaman yang juga merupakan anggota Dewan Pengupahan dari unsur pengusaha.
Ia menyebut belum adanya regulasi dari pemerintah pusat menjadi penyebab utama mandeknya agenda pembahasan di Dewan Pengupahan. Namun, Nurjaman memprediksi rentang alpha yang akan dibahas dalam rapat akan lebih lebar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yang ditetapkan hanya di rentang 0,1-0,3.
"Sampai saat ini penetapan upah minimum provinsi DKI Jakarta belum ada pembahasan, memang benar. Penetapan alpha-nya kelihatannya akan diberikan agak lebar memang range-nya, dan itu mungkin jendelanya diskusi di dewan pengupahan baik provinsi ataupun kabupaten kota," kata Nurjaman kepada CNBC Indonesia, Rabu (26/11/2025).
Namun, ia menegaskan, Dewan Pengupahan belum dapat melangkah lebih jauh karena belum terbitnya regulasi resmi, berupa Peraturan Pemerintah (PP), yang menjadi dasar hukum penetapan upah minimum tahun 2026.
"Tetapi masalahnya regulasi yang belum keluar dari pemerintah pusat baik PP ataupun permennya (Peraturan Menteri). Jadi bagaimana kami di bawah mau melangkah kalau belum ada pijakannya," ujarnya.
Ketika ditanya apakah rapat Dewan Pengupahan memang belum dapat berlanjut karena belum ada Peraturan Pemerintah (PP), Nurjaman membenarkan.
"Betul," jawabnya singkat.
Selain itu, sambung dia, belum mengajukan usulan angka kenaikan UMP 2026. Hal itu kembali dikaitkan dengan belum adanya dasar regulasi dari pemerintah.
"Kan belum ada pembahasan (jadi belum ada rentang alpha yang akan diusulkan Apindo)," tegas Nurjaman.
Sebagai informasi, pemerintah tengah merampungkan regulasi berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan, PP ini adalah tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 Tahun 2023. Salah satu amanat MK adalah memastikan penetapan upah memperhitungkan kebutuhan hidup layak (KHL) serta memberi peran lebih besar kepada Dewan Pengupahan Daerah dalam menentukan besaran upah.
"Terkait UMP, saya ingin menyampaikan, pemerintah ingin menindaklanjuti putusan MK nomor 168 tahun 2023 itu secara komprehensif," kata Yassierli saat konferensi pers di kantornya beberapa waktu lalu.
Ia menegaskan, mekanisme baru yang tengah digodok pemerintah tidak lagi menggunakan satu angka nasional seperti penetapan UMP 2025, di mana Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan kenaikan upah nasional sebesar 6,5%.
Pemerintah, katanya, sedang menyiapkan model rentang (range) kenaikan upah, yang nantinya akan ditetapkan sesuai kondisi ekonomi masing-masing daerah.
"Dia akan berupa range yang nanti kita berikan wewenang dari Dewan Pengupahan Provinsi/Kota/Kabupaten untuk menentukan dalam range itu sesuai dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing wilayah," ujarnya.
Yassierli mengungkapkan, pemerintah ingin seluruh proses selesai komprehensif, mulai dari perhitungan KHL, penguatan fungsi Dewan Pengupahan, hingga penanganan disparitas upah antar daerah sebelum UMP diputuskan. Yassierli juga meminta publik menunggu proses finalisasi PP tersebut.
"Insyaallah akan diumumkan nanti kepada teman-teman kapan pengumumannya... dan kita tentu berupaya tadi segera mungkin kita akan sampaikan," kata Yassierli.
[Gambas:Video CNBC]