MARKET DATA
Internasional

Alasan Sebenarnya Mengapa Trump Nekat Kobarkan Perang Baru di Amerika

Tommy Patrio Sorongan,  CNBC Indonesia
26 November 2025 15:20
Personel Angkatan Laut AS berpartisipasi dalam latihan di atas kendaraan Light Amphibious Reconnaissance Crafts (LARC) di Arroyo, Puerto Riko, 16 Oktober 2025. (REUTERS/Ricardo Arduengo)
Foto: Personel Angkatan Laut AS berpartisipasi dalam latihan di atas kendaraan Light Amphibious Reconnaissance Crafts (LARC) di Arroyo, Puerto Riko, 16 Oktober 2025. (REUTERS/Ricardo Arduengo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Venezuela Nicolas Maduro tengah mempertimbangkan untuk menawarkan kargo minyak mentah, yang saat ini mayoritas dijual ke China, sebagai alat tawar-menawar utama dalam negosiasi potensial dengan Amerika Serikat (AS).

Isyarat ini muncul di tengah meningkatnya kehadiran militer AS di Karibia dan manuver pemerintahan Trump baru saja menetapkan kelompok Venezuela, Cartel de los Soles, sebagai organisasi teroris asing.

Venezuela, anggota OPEC dengan cadangan minyak mentah terbesar di dunia, telah menstabilkan produksi sekitar 1,1 juta barel per hari (bpd) tahun ini. Berdasarkan data pengiriman, lebih dari 80% ekspor minyak mentah Venezuela dialihkan ke China antara Juni dan Oktober.

Menteri Perminyakan Venezuela Delcy Rodriguez menuduh bahwa AS menargetkan Venezuela karena kekayaan sumber daya alamnya. Ia juga menyinggung permintaan penyuling minyak AS untuk minyak mentah Venezuela yang berkadar berat, jenis minyak yang tidak diproduksi AS secara utama.

"Mereka menginginkan cadangan minyak dan gas Venezuela. Secara cuma-cuma, tanpa membayar," kata Rodriguez dikutip Reuters.

Analis energi Thomas O'Donnell menilai tawaran untuk mengalihkan lebih banyak minyak ke AS dan melindungi investasi AS di Venezuela adalah langkah yang mudah dilakukan Maduro.

"Namun, tawaran itu mungkin tidak cukup sekarang karena Washington berada di atas angin, merujuk pada stabilnya harga minyak global saat ini," tuturnya.


Perusahaan minyak negara Venezuela, PDVSA, berada dalam posisi unik karena sebagian besar kontrak pasokan jangka panjangnya ditangguhkan akibat sanksi AS pada 2019. Hal ini memaksa PDVSA menjual hampir semua minyaknya di pasar spot dengan diskon besar.

Karena tidak terikat perjanjian pasokan jangka panjang, PDVSA secara teknis dapat mengalihkan kargo yang ditujukan untuk penyuling independen China ke AS dan Eropa, jika ada kesepakatan politik yang baru.

Pilihan lain bagi pemerintahan Maduro adalah menegosiasikan kembali lisensi bagi perusahaan asing. Meskipun Maduro memiliki cadangan mentah terbesar di dunia, sanksi AS dan nasionalisasi aset oleh mantan pemimpin Hugo Chavez telah membuat sebagian besar perusahaan energi Barat enggan menanamkan modal besar yang diperlukan untuk menghidupkan kembali industri energi Venezuela yang menua.

(tps/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Presiden Rp 815 M Berani Lawan Trump, Kerahkan Drone & Kapal Perang


Most Popular