Ini Taktik Negara Eropa Tetap Cuan Meski Jutawan Ramai-Ramai Kabur
Jakarta, CNBC Indonesia - Norwegia memiliki pengalaman panjang menerapkan pajak kekayaan sejak 1892. Model ini kini kembali disorot karena beberapa negara Eropa mempertimbangkan kebijakan serupa.
Salah satu negara Eropa ini memang sengaja merancang pajak kekayaan yang membuat sebagian jutawan hengkang. Tetapi pendapatannya tetap signifikan bagi negara.
Saat ini, warga dengan kekayaan 1,76 juta hingga 20,7 juta kroner (setara Rp2,8 miliar hingga Rp33 miliar) dikenai pajak 1%, dan 1,1% untuk nilai di atasnya. Pada 2023, ada 671.639 orang atau sekitar 12% populasi yang membayar pajak ini.
Bagi yang pindah ke luar negeri, pemerintah mengenakan pajak keluar 37,8% atas keuntungan modal yang belum direalisasi. Celah penundaan pembayaran pajak bagi emigran ditutup pada 2024, sehingga eksodus pun meningkat.
Think-tank Civita mencatat 261 orang kaya pindah pada 2022 dan 254 orang pada 2023, lebih dari dua kali rata-rata historis. Pemerintah menilai pajak ini penting untuk menjaga progresivitas sistem, terutama karena Norwegia membatasi penggunaan dana minyak hanya 3% per tahun.
"Pajak kekayaan membuat sistem pajak jauh lebih progresif dibanding hanya mengandalkan pajak penghasilan," kata Wakil Menteri Keuangan Ellen Reitan, seperti dikutip Reuters, Selasa (25/11/2025).
Meski ada arus keluar orang kaya, pendapatan pajak justru meningkat dan kini mencapai 0,6% PDB. Penelitian NTNU menunjukkan pajak ini tidak menghambat investasi atau penciptaan lapangan kerja.
"Temuan ini menunjukkan pajak kekayaan tidak secara langsung menghambat investasi atau lapangan kerja," ujar Profesor Roberto Iacono dari NTNU.
Namun kritik tetap keras. Para pengusaha menilai kebijakan ini menggerus daya saing.
"Sistem pajak kekayaan mempersulit perusahaan Norwegia bersaing secara global," kata pengusaha Knut-Erik Karlsen, yang hijrah ke Swiss.
Pendiri startup juga merasa tertekan karena harus membayar pajak sebelum perusahaan menghasilkan keuntungan. Are Traasdahl, pengusaha teknologi Norwegia yang sukses di AS, mengatakan mustahil bisa membangun di Norwegia apa yang dibangun Amerika Serikat (AS).
Sementara itu, pewaris keluarga bisnis seperti Laurence Odfjell memilih bermukim di Singapura agar tidak kehilangan kendali atas perusahaan karena tekanan modal. Meski model Norwegia menarik perhatian, negara lain enggan menirunya secara penuh.
Prancis membatalkan pajak kaya 2% untuk kekayaan di atas €100 juta, Inggris menolak pajak kekayaan formal, dan Italia hanya memperketat pajak bagi warga asing kaya.
Norwegia diperkirakan kembali kehilangan sekitar 150 jutawan tahun ini, jumlah yang besar untuk populasi 5,6 juta jiwa. Meski begitu, sistem sosial dan kekayaan minyak membuat Norwegia mampu menahan dampak negatifnya.
(sef/sef)