MARKET DATA

Ekonom Indef Proyeksi Ekonomi RI Tumbuh Hanya 5% pada 2026

Robertus Andrianto,  CNBC Indonesia
25 November 2025 13:20
Suasana Bundaran HI Setelah Bambu Getah Getih Dibongkar (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Suasana Bundaran HI Setelah Bambu Getah Getih Dibongkar (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Institute for Development of Economics & Finance (Indef) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5% pada 2026. Angka pertumbuhan ini lebih kecil dibandingkan target pemerintah, yakni 5,4%.

"Dengan mempertimbangkan berbagai tantangan dan dinamika ekonomi yang telah diuraikan tersebut maka Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 sebesar 5%," tulis Indef dalam laporan Menata Ulang Arah Ekonomi Berkeadilan, dikutip Selasa (25/11/2025).

"Pertumbuhan 5% bukanlah persoalan angka semata, tetapi persoalan struktur. Pertumbuhan tersebut harus mampu meningkatkan produktivitas, memperluas basis industri, dan memperbaiki kesejahteraan tenaga kerja."

Indef menilai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% oleh Pemerintah akan sulit dicapai jika tidak disertai berbagai kebijakan yang mampu mendulang kinerja berbagai indikator pembentuk pertumbuhan ekonomi.

Ekonomi Indonesia pada 2026 masih akan bergantung pada konsumsi domestik, yang disebut Indef menandakan daya dorong investasi dan ekspor masih terbatas.

"Investasi tetap bruto (GFCF/Gross Fixed Capital Formation) diperkirakan tumbuh 6-7%, tetapi mayoritas masih terkonsentrasi pada proyek-proyek hilirisasi mineral dan sektor non-tradable seperti konstruksi dan transportasi, yang efek penggandanya relatif kecil terhadap peningkatan produktivitas agregat," tulis Indef.

"Sementara itu, ekspor nonmigas menghadapi tekanan akibat moderasi harga komoditas global dan melemahnya permintaan dari China sebagai mitra dagang utama Indonesia."

Sementara dari sisi stabilitas makro, inflasi masih akan terkendali pada 2026. Akan tetapi, stabilitas harga yang terjadi saat ini lebih banyak disumbang oleh masih lemahnya permintaan domestik dan kontrol harga pangan, bukan oleh peningkatan efisiensi sektor produksi.

"Dengan demikian, struktur inflasi Indonesia masih bersifat cost-push dan sangat sensitif terhadap gangguan pasokan pangan dan energi," ucapnya.

INDEF sendiri memproyeksikan inflasi 2026 akan lebih tinggi dari 2025 yakni mencapai 3 persen. Pendorongnya adalah peningkatan konsumsi akibat berbagai program stimulus pemerintah.

Kemudian dari sisi ketenagakerjaan, rendahnya produktivitas, dominasi sektor informal, dan skill mismatch secara konsisten menjadi tantangan Indonesia. Berdasarkan data terbaru, jumlah pekerja informal di Indonesia mencapai 55% dengan tingkat upah dan produktivitas yang rendah.

"Tanpa percepatan reformasi pendidikan vokasi yang berdaya saing, insentif bagi industri padat teknologi, dan penyesuaian kurikulum terhadap kebutuhan industri 4.0, perbaikan angka pengangguran tidak akan sejalan dengan peningkatan kualitas tenaga kerja."

Secara struktural, tantangan utamanya adalah keterbatasan daya saing industri dan produktivitas faktor total (TFP/Total Factor Productivity) yang stagnan.

Indef melihat program hilirisasi yang digadang gadang sebagai motor pertumbuhan jangka menengah memiliki risiko menjadi industrialisasi berbasis komoditas yang padat modal namun minim penyerapan tenaga kerja.

"Tanpa transfer teknologi dan peningkatan kapasitas manufaktur domestik, hilirisasi dapat berhenti pada fase "semi-finished goods export" tanpa memperkuat basis industri nasional."

Ada juga soal arah kebijakan investasi pemerintah yang berorientasi pada proyek besar dikhawatirkan menimbulkan ketimpangan spasial antar wilayah, karena manfaat ekonomi lebih banyak terkonsentrasi di Jawa dan kawasan industri utama.

"Dari perspektif ekonomi pembangunan, kondisi ini dapat memperlebar kesenjangan antar-daerah dan memperlambat konvergensi kesejahteraan nasional."

Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga dipengaruhi oleh dinamika ekonomi global dan kawasan, utamanya dalam hubungan dagang.

Adanya integrasi rantai pasok regional membuka peluang peningkatan ekspor manufaktur dan investasi asing, tetapi juga menuntut peningkatan efisiensi logistik, kepastian hukum, dan kualitas tenaga kerja.

"Tanpa reformasi struktural yang konsisten, Indonesia berisiko menjadi sekadar assembly base dalam rantai pasok dunia, bukan value creator," tulis Indef.

(ras/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PCO Ungkap Alasan Pemerintah Pangkas Target Ekonomi 2025


Most Popular