Selagi Kantong Warga RI Masih Kempes, Rokok Ilegal Tetap Menjamur
Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Djaka Budhi Utama membeberkan kendala terbesar dalam mengatasi permasalahan rokok ilegal. Hal ini diungkapkan dirinya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (24/11/2025).
"Hambatan dalam rangka pemberantasan rokok ilegal, pertama faktor daya beli masyarakat yang masih mencari rokok murah," kata Djaka.
Dia menambahkan kecenderungan perokok memang berasal dari kelas bawah. Mereka akan mengutamakan segala cara agar 'mulutnya berasap', tanpa memperhatikan merek. Rokok yang dicari mereka pun tentu harganya murah. Kemudian, faktor sosio-kultural masyarakat.Â
"Jadi selama budaya kebiasaan masyarakat merokok yang pasti akan terus merokok walaupun gencarnya kelompok antirokok, rokok membunuhmu, selama merokok itu terus berkembang yang pasti masyarakat merokok," papar Djaka.
Cara mengatasi masalah rokok ilegal ini adalah dengan menaikkan tarif cukai rokok. Namun, Djaka menilai kebijakan tarif bukan jalan keluarnya untuk saat ini. Dengan adanya, gap antara besaran tarif cukai golongan I dan golongan III, kebijakan ini akan percuma.
Sebelumnya, DJBC Kementerian Keuangan mengklaim telah mengamankan 235,40 juta batang rokok ilegal dengan potensi kerugian negara sekitar Rp210 miliar hingga September 2025.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berencana mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan industri rokok ilegal dalam negeri mentransformasikan diri menjadi industri rokok legal.
Untuk bisa melegalkan produksi rokok ilegalnya itu, industri hasil tembakau ilegal Purbaya syaratkan harus masuk ke Kawasan Industri Hasil Tembakau atau KIHT dan dijanjikan pemberian insentif cukai khusus yang akan berlaku pada Desember 2025. Namun, hal tersebut belum teralisasi hingga saat ini.
Foto: Penerimaan Cukai HT. (Dok. Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan)Penerimaan Cukai HT. (Dok. Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan) |
[Gambas:Video CNBC]
Foto: Penerimaan Cukai HT. (Dok. Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan)