Internasional

Berebut Harta Karun di Ujung Bumi, Tekad AS Cs Patahkan Dominasi China

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
Sabtu, 22/11/2025 11:15 WIB
Foto: AFP/OLIVIER MORIN

Jakarta, CNBC Indonesia - Perebutan global atas mineral penting di Arktik semakin memanas seiring negara-negara Barat berupaya mematahkan dominasi China dalam rantai pasok logam strategis.

Kawasan kutub yang mencair akibat krisis iklim kini dipandang sebagai gudang material bernilai tinggi, dari tanah jarang hingga logam kritis seperti germanium dan galium.

Marc Lanteigne, profesor madya di Universitas Arktik Norwegia, mengatakan Arktik kini menarik perhatian global karena "merupakan sumber berbagai macam bahan baku strategis." Ia menekankan bahwa Greenland memiliki logam dasar, logam mulia, batu permata, uranium, hingga tanah jarang, namun penambangannya dulu dianggap mustahil.


"Dengan perubahan iklim dan kemampuan mengarungi Samudra Arktik lebih sering, Greenland mulai dipandang lebih cermat sebagai sumber alternatif bagi banyak material strategis ini ke China ," ujarnya, dikutip dari CNBC International, Sabtu (22/11/2025).

Presiden AS Donald Trump berkali-kali menegaskan pentingnya Greenland, bahkan menyebut penguasaan pulau itu sebagai "kebutuhan mutlak" demi keamanan nasional. Kanada juga meningkatkan investasinya di wilayah Arktik.

Sementara itu, Rusia memperkuat posisinya lewat pembangunan kapal pemecah es bertenaga nuklir. Presiden Vladimir Putin menegaskan perlunya "secara konsisten memperkuat posisi Rusia" di kawasan strategis tersebut.

Mencairnya lapisan es juga membuka akses mineral bagi perusahaan tambang. CEO Critical Metals Tony Sage mengatakan minat investor meningkat sejak Trump kembali menyoroti nilai strategis Greenland.

"Pada masa jabatan pertamanya, beliau sangat menekankan tanah jarang Greenland," ujarnya.

Amaroq, pemain besar lain di kawasan, baru-baru ini menemukan logam tanah jarang berkualitas tinggi di Greenland selatan. Hanya sepekan setelah itu, perusahaan mengkonfirmasi temuan komersial germanium dan galium di Greenland barat.

"Menurut saya, temuan germanium dan galium ini jauh lebih besar daripada yang dipahami orang," kata CEO Amaroq, Eldur Olafsson. "Jika Anda tidak memilikinya, maka itu adalah masalah besar bagi AS dan Uni Eropa."

China, produsen utama kedua logam tersebut, sempat membatasi ekspornya ke AS pada 2023 dan baru mencabut larangan spesifik itu tahun lalu, meski kontrol tetap ketat.

Olafsson mengatakan perusahaannya kini memiliki "solusi jangka pendek" untuk menambang seng, timbal, perak, germanium, dan galium sambil mengembangkan ekspor tanah jarang. Namun Lanteigne mengingatkan bahwa tantangan logistik tetap berat.

"Ada banyak diskusi tentang terburu-buru pengembangan sumber daya mineral di Greenland, tetapi jika Anda akan mendirikan tambang, Anda perlu membawa semuanya," ujarnya, memperkirakan butuh 15-20 tahun hingga proyek benar-benar menghasilkan keuntungan.

Perebutan mineral Arktik juga menjalar ke Swedia. Perusahaan tambang negara LKAB tengah mengembangkan deposit tanah jarang Per Geijer di Kiruna, salah satu yang terbesar di Eropa. Namun kelayakan ekonominya belum pasti.

"Kami sudah mendapatkan materialnya, semuanya dibiayai oleh bijih besi. Tapi belum tentu ini kasus bisnis," ujar Niklas Johansson, SVP urusan publik LKAB. "Jika bagi kami yang sudah punya infrastruktur saja tidak jelas, bagaimana dengan negara lain di Eropa?"


(tfa/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RI Simpan "Harta Karun" Strategis, Jadi Incaran Dunia