Mendag Sentil Keras Pedagang Thrifting Soal Bayar Pajak, Sebut Narkoba
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menegaskan, impor pakaian bekas tetap merupakan kegiatan yang dilarang dan tidak dapat dilegalkan hanya karena pelakunya bersedia membayar pajak. Hal ini disampaikan Budi menanggapi permintaan sejumlah pedagang pakaian bekas (thrifting) yang berharap dagangan mereka bisa dilegalkan.
Budi menilai permintaan tersebut tidak memiliki dasar.
"Lah tapi kan nggak ada hubungannya. Apakah kalau sudah bayar pajak terus jadi legal gitu. Ya kan nggak gitu hubungannya. Kan memang aturannya dilarang ya dilarang. Terus seolah-olah maksudnya, kalau membayar pajak mereka minta dilegalkan?" kata Budi kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (21/11/2025).
Ia menegaskan, larangan impor pakaian bekas tidak berkaitan dengan persoalan pajak, melainkan karena barang tersebut masuk kategori barang terlarang dalam ketentuan perdagangan.
"Kan dia dilarang bukan karena nggak bayar pajak ya. Pakaian bekas itu dilarang bukan karena nggak bayar pajak. Terus apakah kalau membayar pajak nggak dilarang? kan nggak juga," jelasnya.
Budi bahkan mencontohkan dengan analogi yang lebih tegas terkait barang terlarang lain.
"Memang itu dilarang, karena pakaian bekas. Ya pakaian bekas adalah barang yang dilarang. Seperti halnya kayak narkoba, kita impor narkoba kan dilarang. Terus kalau membayar pajak apa terus jadi boleh? Kan nggak bisa. Ya memang aturannya dilarang kan? Misalnya ya misalnya," ucap dia.
Ia kembali menegaskan, dasar hukum atas larangan impor pakaian bekas sudah sangat jelas.
"Nah kalau pakaian bekas ya sudah dilarang ya memang aturannya dilarang. Bukan nggak ada kaitan dengan pajak. Ya aturannya kan juga gitu. Yang di undang-undang perdagangan itu kan barang bekas tidak boleh diimpor," tegasnya.
Sebelumnya, pedagang thrifting meminta agar usaha yang mereka jalankan dapat diakui secara legal di Indonesia, sebagaimana yang berlaku di sejumlah negara maju. Permintaan tersebut disampaikan oleh Pedagang Thrifting Pasar Senen, Rifai Silalahi, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI.
Melansir detikFinance, Rifai menilai legalitas ini menjadi solusi alih-alih pemerintah memberantas thrifting. Sebab, usaha thrifting melibatkan setidaknya 7,5 juta orang yang tersebar di Indonesia. Apabila pemerintah merealisasikan rencana untuk mematikan usaha thrifting, dia menilai dapat berdampak pada keberlanjutan hidup sekitar 7,5 juta orang.
"Yang kami harapkan ini sebenarnya seperti di negara-negara maju lainnya, thrifting ini dilegalkan. Kenapa bisa di negara maju itu dilegalkan? Kenapa di kita tidak, Pak? Karena sebenarnya kita ini hampir meliputi 7,5 juta yang berhubungan dengan pakaian thrifting," ujar Rifai, dikutip dari detikFinance.
Menurutnya, usaha thrifting ini telah berlangsung sejak puluhan tahun lalu dan diwariskan secara turun-temurun. Untuk itu, banyak yang menggantungkan kebutuhan sehari-hari melalui usaha thrifting.
"Jadi, usaha ini mulai dari Sabang sampai Merauke, sudah bergantung, sudah mengusahakan usaha ini turun-temurun. Bahkan kita sekolah pun kita memenuhi kebutuhan sehari-hari hasil dari thrifting ini. Jadi sebenarnya kita berharap masuknya ini, barang thrifting ini sekarang bisa dilegalkan. Kita mau bayar pajak. Yang utama itu, kita mau bayar pajak," jelas Rifai.
(dce)