Bukan Rp1.000.000, Segini Tarif Ideal Harga Sewa Wisma Atlet
Jakarta, CNBC Indonesia -Â Konsultan Properti menilai pasar hunian sewa di Jakarta sebenarnya tetap ada, termasuk untuk bangunan seperti Wisma Atlet. Faktor harga menjadi penentu utama apakah unit-unit di sana bisa terserap oleh penyewa kategori menengah-bawah.
Seperti diketahui, pemanfaatan kembali Wisma Atlet Kemayoran kini jadi sorotan, terutama soal kemungkinan bangunan tersebut disewakan ke masyarakat. Di tengah tingginya kebutuhan hunian terjangkau di Jakarta, sebagian pihak menilai aset eks fasilitas darurat Covid itu masih memiliki potensi pasar.
Syaratnya, harus dengan harga sewanya yang realistis.Â
"Masih laku disewakan, asal sewanya murah," ujar Associate Director Research & Consultancy Department PT Leads Property Services Indonesia, Martin Hutapea dalam Tren Properti 2025 & Market Outlook 2025 Leads Property di SCBD, Kamis (20/11/2025).
Untuk Wisma Atlet atau bangunan sejenis yang pada dasarnya berfungsi layaknya rumah susun, kisaran harga sewa yang ideal seharusnya berada pada level yang sama dengan rusunami atau rusunawa. Martin mengatakan pedoman harga tersebut dapat merujuk pada aturan rusun subsidi yang pernah diterapkan pemerintah.
"Wisma atlet ideal berapa? Sewanya di bawah Rp3 juta/bulan karena rumah susun subsidi ditentukan pemerintah harga jualnya kisaran Rp 9-11 juta saat itu," kata Martin.
Berdasarkan Keputusan Menteri PUPR No. 995/KPTS/M/2021, harga jual/per meter persegi di wilayah Jakarta Utara paling banyak Rp 9.600.000
Lebih jauh, Martin juga menyinggung perbandingan dengan skema rumah susun sewa yang sudah lama diterapkan di wilayah Jabodetabek. Tingkat keterjangkauan masyarakat pada segmen ini cukup jelas terlihat dari rentang harga yang selama ini berlaku di pasar. Ia menyebut bahwa Wisma Atlet hanya akan kompetitif jika dipatok dalam kategori tersebut.
"Ada juga rumah susun sewa, itu pasti di bawah Rp 3 juta karena di wilayah Jabodetabek sewa untuk sekitar Rp 3 juta untuk level menengah, segmen yang lebih bawah di bawah Rp 3 juta bisa, bahkan Rp 1-1,5 juta masih relevan," ujar Martin.
Di samping persoalan harga, aspek tata kelola lahan menjadi bagian penting dalam menentukan skema pemanfaatan Wisma Atlet ke depan.Â
Ia mengatakan, lokasi seperti Kemayoran umumnya dibangun di atas lahan dengan status tertentu yang membatasi opsi komersialisasi. Karena itu, menurutnya wajar apabila opsi yang paling mungkin adalah sistem sewa jangka panjang, bukan pelepasan aset.
"Di situ tanah-tanah BOT (Building-Operation-Transfer), jadi tanahnya Sekretariat Negara kan. Kayak misal di Kemayoran itu tanah BOT. Biasanya kalau tanah BOT itu jarang yang skemanya ngelepas aset, adanya skemanya rental, rental unit, bukan ngelepas aset, ya," ujar Martin.
Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati, menjelaskan bahwa status aset tersebut berada di bawah pengelolaan Sekretariat Negara dan tidak dijual dalam bentuk unit kepemilikan.
"Kalau yang di Wisma Atlit masih sewa. Beda (bukan FLPP). Kemayoran itu bentuknya itu aset Setneg yang kemudian disewakan. Sewa ya. Jadi disana orang tidak beli unit," ujar Sri.
Harga sewanya pun dipastikan tidak akan memberatkan masyarakat, sejalan dengan konsep hunian terjangkau yang selama ini diterapkan pemerintah untuk kawasan serupa. Ketika ditanya soal tarif yang lebih murah, Sri menegaskan, "Murah. [Seperti Pasar Rumput?] Ya, sama." kata Sri.
[Gambas:Video CNBC]