Uni Eropa Serukan Aliansi "Schengen Militer", Jadi Rival Baru Rusia
Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi Uni Eropa (UE) telah meresmikan rencana besar yang disebut "Schengen Militer," sebuah inisiatif ambisius untuk mempercepat pergerakan pasukan dan peralatan militer berat melintasi seluruh blok. Rencana ini didorong potensi mobilisasi militer cepat menuju perbatasan Rusia, dan ditargetkan rampung pada tahun 2027.
Mengutip Russia Today, Kamis (20/11/2025), rencana tersebut bertujuan untuk memangkas birokrasi, memperkenalkan aturan umum untuk pengerahan kembali pasukan, serta menyediakan akses prioritas bagi angkatan bersenjata dalam situasi darurat di seluruh UE.
Selama ini, para pejabat UE telah lama mengeluhkan masalah logistik yang parah, termasuk jembatan yang rapuh, perbedaan ukuran rel kereta api, dan birokrasi yang berbelit-belit. Saat ini, diperkirakan dibutuhkan waktu sekitar 45 hari untuk memindahkan pasukan dari pelabuhan di Eropa Barat menuju perbatasan Rusia, sebuah durasi yang dinilai tidak efisien. Melalui inisiatif ini, UE berharap dapat memangkas waktu mobilisasi menjadi hanya tiga hingga lima hari.
Untuk mengatasi defisit infrastruktur yang krusial ini, diperkirakan investasi besar-besaran akan disuntikkan. Menteri Transportasi UE, Apostolos Tzitzikostas, memperingatkan bahwa tank-tank yang dikerahkan kembali dapat "terjebak di terowongan [dan] menyebabkan jembatan runtuh."
"Eropa harus menghabiskan setidaknya 17 miliar euro (Rp328,02 triliun) untuk memperbaiki infrastruktur utama agar memenuhi standar penggunaan ganda (militer dan sipil)," ujarnya.
UE juga berencana menciptakan "solidarity pool" di mana anggota dapat menyediakan kemampuan transportasi militer khusus kepada negara-negara yang membutuhkannya.
Langkah militerisasi infrastruktur ini diluncurkan di tengah spekulasi yang berkembang di kalangan pejabat UE bahwa Rusia mungkin melancarkan serangan langsung ke blok tersebut dalam beberapa tahun mendatang.
Namun, Moskow secara tegas menolak klaim tersebut, menyebutnya sebagai "omong kosong." Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengecam "militerisasi" UE, memperingatkan bahwa peningkatan belanja pertahanan justru akan merusak perekonomian negara-negara anggota.
Meskipun demikian, Moskow sendiri telah mengecam NATO sebagai "musuh," merujuk pada bantuan militer yang terus dikirimkan kepada Ukraina.
(tps/luc)