Ini Alasan IMF Sebut RI Titik Terang di Tengah 'Kegelapan' Global
Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Indonesia (IMF) menyebut Indonesia sebagai negara "bright spot" atau titik terang di tengah masih tingginya ketidakpastian ekonomi global, akibat intensitas perang dagang yang tak kunjung mereda hingga tingginya gejolak pasar keuangan.
IMF memberikan penilaian itu setelah menggelar misi konsultasi Pasal IV 2025 di Indonesia yang dipimpin Kepala Misi IMF Maria Gonzalez pada 3-12 November 2025. Dalam misi itu, tim IMF bertemu dengan para pejabat pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lembaga publik lainnya, serta perwakilan sektor swasta dan masyarakat sipil.
"Indonesia tetap menjadi titik terang global, dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat di tengah lingkungan eksternal yang menantang, dan inflasi diperkirakan tetap stabil dalam kisaran sasaran," dikutip dari siaran pers IMF No. 25/375, Rabu (19/11/2025).
Perekonomian Indonesia dianggap IMF masih menjadi titik terang karena ekonominya telah menunjukkan ketahanan di tengah guncangan yang merugikan perekonomian banyak negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia IMF perkirakan akan tetap stabil di angka 5% pada 2025 dan 5,1% pada 2026.
"Meskipun menghadapi lingkungan eksternal yang menantang, mencerminkan dukungan dari kebijakan fiskal dan moneter," tulis IMF.
Inflasi umum tanah air pun IMF sebut masih terjangkar dengan baik dan diproyeksikan akan konvergen menuju titik tengah kisaran sasaran 2,5% plus minus 1%. Defisit transaksi berjalan akan tetap terkendali dengan baik pada tahun 2025-2026, dengan cadangan devisa yang memadai.
Indonesia mereka anggap juga telah mampu melakukan reformasi struktural yang lebih berani, termasuk dorongan yang lebih cepat di bidang perdagangan, dan dampak positif dari pertumbuhan yang lebih kuat di antara mitra dagangnya.
IMF juga menganggap pelonggaran kebijakan moneter melalui pemangkasan suku bunga acuan BI Rate, dengan penyelarasan kembali berbagai instrumen BI ke arah yang suportif, merupakan langkah yang tepat. Pemotongan suku bunga 150 bps dan langkah-langkah peningkatan likuiditas akan secara bertahap memperkuat pertumbuhan kredit; permintaan kredit akan didorong oleh upaya untuk mendukung kepercayaan dan prediktabilitas kebijakan.
"Ke depannya, mungkin ada ruang untuk beberapa pemotongan suku bunga kebijakan lebih lanjut. Tingkat dan laju pemotongan tersebut harus terus bergantung pada data, mempertimbangkan efek tertunda dari tindakan BI yang telah diambil, dan memperhitungkan impuls fiskal yang suportif serta kebutuhan untuk menjaga ruang terhadap guncangan eksternal," kata IMF.
Dari sisi nilai tukar rupiah, IMD menang masih menganggap, kebijakan intervensi dapat menjadi bagian dari respons kebijakan mengingat pasar valuta asing Indonesia yang relatif dangkal, jika terjadi guncangan penghindaran risiko yang memicu pengetatan kondisi keuangan yang berlebihan.
Intervensi semacam itu perlu menyeimbangkan kebutuhan untuk menjaga penyangga di dunia yang rentan terhadap guncangan. Penilaian awal terhadap posisi eksternal Indonesia pada 2025 menunjukkan secara umum sejalan dengan fundamental jangka menengah dan pergerakan kurs yang diinginkan.
Dari sisi sistem keuangan secara umum juga mereka anggap tetap tangguh. Di dukung sikap makroprudensial akomodatif jangka pendek BI tengah kesenjangan kredit yang negatif.
Namun, ke depannya, IMF menilai secara bertahap BI harus beralih ke sikap netral seiring dengan pertumbuhan kredit yang meningkat, sehingga akan melindungi dari potensi risiko makrofinansial. Apalagi, di tengah upaya pemerintah berupaya memobilisasi sektor keuangan untuk agenda pertumbuhannya, memastikan adanya pagar pembatas yang tepat akan membantu menjaga ketahanan sektor tersebut.
Dalam kesempatan itu, IMF juga memperingatkan ada risiko pelebaran defisit APBN pemerintah menjadi sekitar 2,8% dari PDB pada tahun 2025, dan sekitar 2,9% tahun depan berdasarkan proyeksi pertumbuhan dan pendapatan yang lebih konservatif dibandingkan dengan yang diperkirakan dalam anggaran tahun 2026 sebesar 2,7% dari PDB.
Pengelolaan pelaksanaan anggaran yang cermat untuk mengamankan target anggaran pemerintah akan memberikan dukungan fiskal yang dibutuhkan bagi perekonomian sekaligus menjaga ruang fiskal untuk dimanfaatkan jika risiko penurunan terjadi.
"Menjaga risiko fiskal tetap terkendali akan membutuhkan pengelolaan fiskal yang cermat dan berkelanjutan serta perlindungan yang kuat dan pengawasan yang ketat terhadap operasi kuasi-fiskal," tulis IMF dalam laporannya.
Mereka juga menganggap mobilisasi pendapatan yang lebih kuat, dengan fokus pada belanja berkualitas tinggi dan efisiensi belanja, akan semakin meningkatkan efektivitas kebijakan fiskal untuk mendukung pertumbuhan.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI Jadi 4,8% di 2025