Turunan Timah RI Harus di Hilirisasi, Bisa Buat Elektronik-Alutsista!

Verda Nano Setiawan,  CNBC Indonesia
18 November 2025 17:50
Proses pengolahan timah di PT Timah. (CNBC Indonesia/Firda Dwi Muliawati)
Foto: Proses pengolahan timah di PT Timah. (CNBC Indonesia/Firda Dwi Muliawati)

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Timah Tbk (TINS) mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi Rare Earth Elements (REE) atau Logam Tanah Jarang (LTJ) yang dapat dikembangkan. Terutama yang berasal dari mineral ikutan timah seperti monasit, zirkon, dan xenotim.

Direktur Pengembangan Usaha TINS Suhendra Yusuf Ratuprawiranegara mengatakan LTJ sendiri menjadi mineral yang cukup penting karena mempunyai segudang manfaat. Salah satunya yakni untuk kebutuhan untuk industri pertahanan dan harganya cukup mahal.

"Kita memiliki potensi logam tanah jarang, kemudian nanti bagaimana logam tanah jarang ini dapat dimanfaatkan di berbagai industri. Misal industri elektronik, otomotif, kendaraan elektrik. Kemudian juga di industri pertahanan termasuk radar dan lain sebagainya," kata dia dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Selasa (18/11/2025).

Menurut dia, banyak peluang hilirisasi dan diversifikasi produk akhir yang dapat dikembangkan dari REE. Karena itu, PT Timah menilai LTJ sebagai potensi bisnis masa depan yang dapat memperkuat industri nasional.

"Untuk itu PT Timah akan melihat ini adalah potensi bisnis ke depan. Dan mau tidak mau nantinya akan kita lakukan proses bagaimana mineral-mineral ikutan ini pun akan kita hilirisasi secara industri. Termasuk juga tadi bagaimana meng-hilirisasi dari REE ataupun logam tanah jarang tadi," katanya.

Sebagaimana diketahui, logam tanah jarang (LTJ) ini merupakan salah satu dari mineral strategis dan termasuk "critical mineral" yang terdiri dari 17 unsur, antara lain scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y).

Logam tanah jarang ini juga digunakan untuk bahan baku pembuatan alutsista di industri pertahanan.

Beberapa material alutsista menggunakan unsur LTJ sebagai unsur paduan, antara lain material Terfenol-D, paduan tiga logam terdiri dari Terbium (Te), Iron (Fe), dan Dysprosium (Dy) sebagai material peredam gelombang sonar pada teropong bidik senapan malam (TBSM) untuk material optic Yttrium aluminium garnet (YAG) dan lainnya.

Di Indonesia, potensi mineral tanah jarang berasal dari beberapa produk turunan dari hasil pengolahan sejumlah mineral, seperti timah, emas, alumina, pasir zircon hingga nikel.

Harga Fantastis

Chairman Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengungkapkan bahwa LTJ menjadi mineral yang cukup penting karena mempunyai segudang manfaat. Salah satunya yakni untuk kebutuhan untuk industri pertahanan dan harganya cukup mahal.

"Jadi pengembangan LTJ itu untuk industri pertahanan tapi LTJ kan selain pertahanan kan bisa buat harganya memang mahal," kata Irwandy ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu.

Adapun, sepanjang 2025, neodymium menjadi logam tanah jarang dengan kenaikan harga paling signifikan. Dalam beberapa waktu terakhir, harganya melonjak tajam.

Mengutip Data Trading Economics, Rabu (24/9/2025) harga neodymium stagnan di level CNY 785.000/ton atau sekitar Rp 1,84 miliar per ton pada 19 September 2025.

Dalam sebulan terakhir, harga neodymium naik 1,28%, dan melonjak 48,82% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, berdasarkan perdagangan kontrak berjangka (CFD) yang mencerminkan pasar acuan komoditas ini.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Punya 'Harta Karun' Incaran Dunia Tapi Terbuang, Harganya Selangit!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular