Geramnya APINDO Sampai Ucap: Bubarkan Saja Dewan Pengupahan! Ada Apa?

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Selasa, 18/11/2025 14:55 WIB
Foto: Ilustrasi Upah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan pengusaha mengaku tak sependapat dengan usulan serikat buruh yang meminta Presiden Prabowo Subianto kembali menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) secara tunggal untuk 2026. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai langkah seperti itu justru menyalahi aturan dan membuat fungsi Dewan Pengupahan menjadi mandul atau tidak berguna.

Sebelumnya, Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal mendesak agar kenaikan UMP 2026 ditetapkan langsung oleh Presiden, seperti penetapan tahun ini yang menghasilkan kenaikan 6,5%. Said beralasan sistem "tunggal" akan lebih adil bagi daerah yang serikat pekerjanya lemah dan memiliki upah rendah.

Namun, dunia usaha tidak sepakat. Ketua Bidang Ketenagakerjaan, Jamsos, dan K3 DPP Apindo DKI Jakarta, Nurjaman menegaskan, penetapan upah tunggal oleh presiden seharusnya tidak terulang.


"Saya tidak berharap pemerintah ikut campur terhadap upah dalam hal penetapan nilainya. Karena terkadang kan berbau politis," kata Nurjaman kepada CNBC Indonesia, Selasa (18/11/2025).

Nurjaman menuturkan, pemerintah telah membuat undang-undang dan regulasi yang secara jelas menyerahkan proses penetapan upah kepada Dewan Pengupahan. Bila presiden kembali mengambil alih, maka seluruh mekanisme formal menjadi sia-sia.

"Lalu kalau pemerintah menetapkan itu, mana fungsi Dewan Pengupahan. Bubarin aja (Dewan Pengupahan) kalau begitu," ujarnya.

Ia juga menyinggung keputusan Presiden tahun 2024 lalu yang menetapkan kenaikan 6,5%, menurutnya, memberatkan dunia usaha.

"Tapi kalau kayak tahun kemarin, Pak Presiden menetapkan 6,5%, sebenarnya itu sakit-sakit juga perusahaan. Buat apa ada fungsi Dewan Pengupahan dari mulai nasional sampai kabupaten/kota? Akhirnya kan mandul," ucap dia.

Menurut Nurjaman, jika pemerintah memang ingin menetapkan upah secara langsung, maka aturan mainnya harus diubah secara terbuka.

"Ubah aja regulasinya sekaligus, bahwa upah ditetapkan pemerintah, selesai urusan. Jangan kebiri regulasi yang dibuat oleh pemerintah sendiri," tegasnya.

Ketika ditanya apakah pengusaha berharap penetapan tunggal tidak terjadi lagi tahun ini, Nurjaman menjawab dengan tegas, yang terpenting adalah kepatuhan pada aturan, bukan siapa yang menetapkan.

"Regulasinya ada nggak yang atur itu. Gitu aja sih. Kan kita harus taat regulasi, taat hukum, taat aturan. Sementara pemerintah melanggar aturan, repot," kata dia.

Ia menambahkan, pemerintah seharusnya berpihak pada pengusaha terlebih dahulu agar dunia usaha bisa tumbuh dan menyerap tenaga kerja.

"Makanya saya minta, pemerintah itu harus berpihak kepada pengusaha dulu. Kenapa? Dalam penetapan regulasi itu, bukan harus 100%, tapi keberpihakannya harus jelas," ujarnya.

Nurjaman mengingatkan, Presiden Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi 8%, namun target tersebut akan mustahil tercapai jika dunia usaha justru ditekan oleh kebijakan upah yang tidak realistis.

"Apalagi Pak Prabowo mau pertumbuhan ekonomi mencapai 8%. Nah kalau perusahaannya mati, minus jatuhnya. Sekarang aja tinggal 5,2%, 5,18% pertumbuhan ekonominya," kata Nurjaman.

Menurutnya, yang dibutuhkan saat ini adalah kebijakan yang mendukung keberlanjutan usaha, agar lapangan kerja bisa tumbuh.

"Mencapai 8% itu seperti apa? Mestinya bagaimana mengembangkan dunia usaha, supaya tumbuh, berkembang, ada kelanjutan usaha, sehingga orang-orang bisa bekerja. Kan gitu," pungkasnya.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Buruh Tolak Usulan UMP 2026 Pemerintah & Pengusaha, Minta10,5%