Internasional

Petaka Baru Bumi, Lebih dari 22 Juta Orang Terancam Mati

tfa,  CNBC Indonesia
18 November 2025 06:30
A COVID-19 patient wearing oxygen mask waits inside an auto rickshaw to be attended and admitted in a dedicated COVID-19 government hospital in Ahmedabad, India, Thursday, April 22, 2021. India reported a global record of more than 314,000 new infections Thursday as a grim coronavirus surge in the world's second-most populous country sends more and more sick people into a fragile health care system critically short of hospital beds and oxygen. (AP Photo/Ajit Solanki)
Foto: Seorang pasien COVID-19 yang mengenakan masker oksigen menunggu di dalam bajajl untuk dirawat di rumah sakit pemerintah khusus COVID-19 di Ahmedabad, India, Kamis, 22 April 2021. (AP / Ajit Solanki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemotongan bantuan luar negeri oleh Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, dan Jerman berpotensi memicu 22,6 juta kematian tambahan pada 2030, menurut penelitian terbaru yang diperoleh AFP.

Angka tersebut merupakan pembaruan dari studi sebelumnya yang sudah memperingatkan dampak fatal kebijakan penghematan besar negara-negara donor.

"Ini adalah pertama kalinya dalam 30 tahun terakhir Prancis, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat memotong bantuan secara bersamaan," ujar Gonzalo Fanjul, direktur kebijakan dan pembangunan di Institut Kesehatan Global Barcelona (ISGlobal), dikutip Senin (18/11/2025).

"Jika digabungkan, dampaknya terhadap sistem bantuan global sungguh luar biasa. Benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya," lanjutnya.

Penelitian yang disusun oleh peneliti dari Spanyol, Brasil, dan Mozambik itu kini diajukan ke The Lancet Global Health untuk tinjauan sejawat. Studi tersebut mengukur korelasi antara aliran bantuan internasional dan penurunan angka kematian dari penyakit yang sebetulnya dapat dicegah seperti HIV/AIDS, malaria, dan tuberkulosis.

Dalam skenario pemotongan terburuk, diproyeksikan terjadi 22,6 juta kematian berlebih, termasuk 5,4 juta anak di bawah usia lima tahun. Para peneliti memberikan rentang proyeksi 16,3-29,3 juta kematian, mempertimbangkan ketidakpastian terkait kebijakan anggaran, prioritas program, hingga potensi guncangan seperti perang dan bencana iklim. Sementara itu, skenario pemotongan yang lebih ringan diperkirakan tetap dapat memicu 9,4 juta kematian tambahan.

Laporan ini muncul setelah Presiden AS Donald Trump menutup USAID dan memangkas lebih dari 80% bantuan luar negeri, dengan rekomendasi penghematan yang disebut-sebut berasal dari Elon Musk.

Menteri Luar Negeri Marco Rubio membela kebijakan tersebut, mengklaim bahwa bantuan "tidak melayani kepentingan inti AS" dan membantah dampaknya terhadap kematian global. Ia bahkan menuding para pengkritik sebagai bagian dari "kompleks industri LSM."

Namun negara-negara Eropa juga tidak mengambil alih ruang kosong yang ditinggalkan AS. Inggris, Prancis, dan Jerman ikut memangkas bantuan karena tekanan fiskal domestik serta pergeseran anggaran menuju belanja pertahanan pasca invasi Rusia ke Ukraina. Dari para donor utama, hanya Jepang yang mempertahankan tingkat bantuan relatif stabil.

Studi tersebut memperingatkan bahwa bukan hanya program bantuan yang bakal terhenti, tetapi juga kapasitas institusi kesehatan di negara berkembang yang dibangun selama puluhan tahun kerja sama internasional dapat runtuh secara cepat.

"Masalahnya terletak pada kecepatan dan kebrutalan prosesnya. Dalam enam bulan, kita mengalami proses yang seharusnya memakan waktu lebih dari satu dekade," kata Fanjul.

Davide Rasella, peneliti utama studi ini, menyoroti ketimpangan prioritas anggaran. Ia menyebut pemerintahan Trump menjanjikan US$20 miliar untuk menopang Argentina.

"Dalam konteks dunia, jumlah uang ini tidak seberapa. Pembuat kebijakan mengubah anggaran dan mereka benar-benar tidak menyadari berapa banyak nyawa yang dipertaruhkan," ujarnya.

Penelitian ini didanai oleh Rockefeller Foundation dan Kementerian Sains Spanyol. Pihak Rockefeller menyebut temuan ini sebagai "alarm mendesak bagi dunia," menegaskan perlunya keputusan yang lebih bertanggung jawab untuk mencegah tragedi kemanusiaan global yang lebih besar.


(tfa/tfa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: AS Kecam Rencana Prancis Akui Negara Palestina

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular