Kopi Lintong: Keunikan dan Cita Rasa yang Mendunia
Humbang Hasundutan - Kopi lintong asal Sumatera telah dikenal di dunia karena aroma dan rasanya yang khas dengan aroma buah, kacang, hingga cokelat, sehingga disukai oleh para pecinta kopi. Kopi Lintong berasal dari dataran tinggi di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara, dan telah diekspor ke negara-negara lain seperti Taiwan, China, hingga Amerika.
Salah satu daerah penghasil Kopi Lintong adalah Kabupaten Humbang Hasundutan, yang berada di ketinggian sekitar 1.400 Mdpl, dan dikembangkan oleh para petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Selain Gapoktan, 900 petani kopi di Humbang Hasundutan juga telah tergabung dalam Koperasi Kopi Lintong.
Ketua Koperasi Kopi Lintong Humbang Hasundutan, Manat Samosir mengatakan semua pohon kopi yang ditanam di wilayah ini bebas dari lahan gambut dan hutan lindung, sehingga semua hasil tanam berasal dari tanah para petani. Menurut Manat, sebelumnya profesi petani kopi dipandang sebelah mata karena tidak sejahtera, untuk itu kehadiran koperasi dan pendampingan dari Bank Indonesia (BI) memberikan pola pikir baru kepada masyarakat.
Dia menceritakan Bank Indonesia melalui Kantor Perwakilan Sibolga hadir 5 tahun lalu dan memberikan pendampingan kepada petani kopi, dampaknya pun terasa dari sisi peningkatan produktivitas dan kualitas biji kopi yang dihasilkan.
"Kami bersyukur dengan kehadiran BI, kami dibantu sudah 5 tahun lalu, mulai dari pembibitan, mesin pelubang, hingga pupuk organik. Saat ini karena mereka melihat kami kewalahan untuk sortir ini (biji kopi) dan sedang dalam realisasi mereka salurkan, sehingga nantinya kami tidak lagi memilih biji kopi secara manual," kata Manat bercerita.
Sejak adanya pembinaan kepada petani, produksi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan meningkat pesat dari 600 kg green bean per hektar/tahun, menjadi 2,5 ton per hektar/tahun. Dalam pendampingan yang dilakukan, para petani juga diajarkan bagaimana menghadapi perubahan iklim dan cara budidaya yang berkelanjutan.
Peningkatan kualitas produksi ini pun membuat Kopi Lintong semakin dilirik di skala internasional. Manat menyebutkan belum lama ini Koperasi Kopi Lintong Humbang Hasundutan meneken kontrak kerja sama dengan brand asal China, Cotti Coffee, dan akan mulai memasok kopinya ke merek tersebut. Sebelumnya ekspor Kopi Lintong juga telah dilakukan ke Jepang, China, Amerika, hingga Taiwan.
"Jadi bisa dibilang Kopi Lintong ini sebelum masuk pameran sudah habis. Kami berada di ketinggian 1.400 Mdpl, sehingga sangat ideal untuk kopi. Rasa kopi kami khas," tukasnya.
Selain diekspor, Manat pun merintis Coffee Shop bernama Si Talbak, sehingga Kopi Lintong asal Humbang Hasundutan ini juga bisa dinikmati oleh masyarakat. Harapannya masyarakat juga bisa mencicipi kenikmatan Kopi Lintong, bukan hanya menjadi komoditas ekspor semata.
"Kita biasa kan dikasih kopi yang kurang enak, karena 90% biasanya diekspor. Makanya yang 10% kita penuhi untuk lokal supaya bisa merasakan kopi yang enak juga," kata Manat.
Selain peningkatan produktivitas dan menjaga kualitas kopi yang dihasilkan, pekerjaan rumah selanjutnya adalah peremajaan pohon kopi secara rutin. Manat mengatakan, selama ini masih banyak kopi yang dihasilkan dari pohon 'nenek moyang' yang artinya usianya sudah di atas 10 tahun. Akibatnya produktivitas pun rendah. Kenyataan lainnya adalah masih banyak para petani kopi yang mengandalkan pohon-pohon baru yang tumbuh secara alami dari biji kopi yang jatuh, sehingga kualitasnya tidak bisa terjamin.
Untuk itu, dengan adanya pembinaan dari BI para petani kini telah melakukan pembibitan secara terukur sehingga produktivitas bisa tetap terjaga. Bibit yang digunakan pun menurut Manat adalah bibit unggul. Sebelum kopi siap dipanen, pembibitan dilakukan selama 5 bulan lamanya kemudian baru dipindahkan ke perkebunan oleh masing-masing petani. Ketika pohon berusia kurang lebih 1 tahun biasanya buah-buah cherry kopi siap dipanen dan diolah.
Salah satu petani, Halmarysyah (60) mengungkapkan, kopi menjadi salah satu tanaman unggulan di lahannya karena kini bisa dipanen sepanjang waktu. Sebelum adanya pembinaan, kopi hanya bisa dipanen di akhir tahun, ketika musim hujan tiba. Namun kini, kopi bisa dipanen sepanjang waktu tidak perlu menunggu musim tertentu.
"Pengetahuan yang berbeda misalnya diberi tahu untuk mengurangi batang-batang pohon kopi, supaya nantinya tumbuh tunas-tunas baru," kata dia.
Kepala Perwakilan BI Sibolga, Riza Putera mengatakan, ada 16 kabupaten/kota yang menjadi cakupan binaan Bank Indonesia, dan pengembangan UMKM kopi menjadi salah satu unggulan. Ada lima pilar yang didukung, yakni peningkatan ekonomi melalui UMKM, pengembangan komoditas unggulan, pariwisata, ekonomi digital, hingga pemasaran.
"Kami melihat salah satu komoditas unggulan adalah di kopi, karena di sini sudah ada kopi mandailing dan juga kopi lintong yang potensinya sangat besar. Kami di Kantor Perwakilan BI Sibolga melihat pengembangan kopi harus dimulai dari sisi hulu yakni ketersediaan produksinya kemudian sisi hilirnya," ujar Riza.
Dari sisi hulu, Bank Indonesia melakukan pendampingan untuk pengembangan luas lahan dan pemberian bibit, petani pun dibina untuk menerapkan cara pertanian yang baik. Sehingga mereka tidak hanya mengandalkan pembibitan secara alami, melainkan dilakukan secara terukur dan meningkatkan produktivitas.
Riza juga menegaskan, selain produktivitas, yang terpenting dari pengembangan kopi adalah menjaga kualitas rasa.
"Kalau ditanam begitu saja, pohon kopi memang akan tumbuh dan menghasilkan tapi tidak maksimal, mungkin 700-800 kg per hektar/tahun. Tapi kalau kita terapkan gap yang benar, kemudian syarat dari tumbuhnya, lingkungannya diperhatikan itu tumbuhnya bisa 1,5 ton per hektar/tahun. Jadi potensinya masih sangat besar," kata dia.
(rah/rah)