Purbaya: Bunga Kredit RI Harusnya 6% Kayak Malaysia

Zahwa Madjid,  CNBC Indonesia
04 November 2025 07:20
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa saat konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK IV Tahun 2025 di Jakarta, Senin (3/11/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa saat konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK IV Tahun 2025 di Jakarta, Senin (3/11/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa masih menganggap suku bunga kredit atau pembiayaan di Indonesia masih jauh lebih tinggi dibanding negara-negara tetangga seperti Malaysia. Dipicu masih tingginya suku bunga acuan BI Rate.

Berdasarkan catatan Bank Indonesia, rata-rata tertimbang suku bunga kredit sampai dengan September 2025 masih sebesar 9,04%, sedikit turun tipis dari level bulan sebelumnya yang mencapai 9,12%. Sedangkan untuk suku bunga acuan BI Rate di level 4,75% telah turun 150 basis points (bps) sejak September 2024.

Level itu kata Purbaya masih jauh lebih tinggi ketimbang suku bunga kredit Malaysia dan Thailand yang di kisaran 5%-6%. Tingginya bunga pinjaman ini lah yang menurutnya membuat daya saing di Indonesia masih tertinggal dibanding negara-negara yang kekuatan ekonominya setara.

"Karena sekarang negara tetangga kita, Malaysia sekitar segitu, mungkin 5% sampai 6%. Thailand juga seperti itu. Artinya daya saing kita dari sisi cost of capital harusnya bisa semakin diperbaiki," ucap Purbaya saat rapat kerja dengan Komite IV DPD, Jakarta, dikutip Selasa (4/11/2025).

Purbaya mengatakan, untuk menekankan suku bunga pinjaman yang masih tinggi itu ke level yang setara dengan negara lain, maka Bank Indonesia (BI) ia anggap harus mampu menurunkan suku bunga acuannya ke level 3,5%.

Cara untuk mendorong BI untuk terus menahan rendah suku bunga acuan di level itu kata Purbaya adalah dengan memastikan stabilitas tekanan inflasi terjaga rendah di level kisaran target BI 2,5% plus minus 1%.

"Kalau 3,5% harusnya selalu stabil, dan transmisi ke suku bunga pinjaman harusnya antara mungkin 6% sampai 7%. Itu sudah cukup bersaing dengan negara-negara tetangga kita," tegas Purbaya.

Bank Indonesia (BI) sebetulnya juga masih menganggap suku bunga kredit Indonsia masih tinggi, dan penurunannya juga masih lambat ketimbang penurunan suku bunga BI Rate yang telah turun sebesar 150 bps.

Untuk menyelesaikan masalah itu, BI memberlakukan skema kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) baru bagi perbankan. Insentif KLM baru yang akan berlaku per 1 Desember 2025 ini akan diarahkan bagi perbankan yang makin cepat menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas.

"Makanya ikan sepat ikan gabus, semakin cepat semakin bagus. Jadi ini kebijakan insentif likuiditas yang dilakukan seperti itu," kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat konferensi pers hasil rapat dewan gubernur secara daring, Rabu (22/10/2025).

Insentif KLM dengan skema baru ini akan diberikan kepada bank atas komitmennya dalam menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu (lending channel) dan menetapkan suku bunga kredit/pembiayaan yang sejalan dengan arah suku bunga kebijakan Bank Indonesia (interest rate channel).

Deputi Gubernur BI Aida S Budiman keberadaan insentif ini menjadi penting karena setelah BI konsisten menurunkan suku bunga acuan hingga sebanyak 150 basis points (bps), perbankan baru bisa menurunkan suku bunga dana pihak ketiga (DPK) sebesar 29 bps dalam satu bulan. Sedangkan suku bunga kredit baru turun 15 bps.

"Jadi bayangkan 150 bps baru turun 29 bps, di kredit apalagi baru turun 15 bps," ujar Aida.

Sementara itu, penurunan suku bunga di pasar uang, kata Aida justru penurunannya jauh lebih cepat ketimbang suku bunga di perbankan, menandakan transmisi penurunan suku bunga BI rate sudah berjalan cepat.

"Kalau di INDONIA turun 204 bps, SRBI apalagi yang 12 bulan sudah turun 257 bps, sehingga sekarang angkanya menjadi 4,7%," ungkap Aida.

"Yield imbal hasil SBN 2 tahun 218 bps, yang terendah tadi saya sampaikan yang (tenor) 10 tahun baru 132 bps tapi ini memang demikian karena yang jangka pendek lebih cepat penurunannya," paparnya.

Oleh sebab itu, Aida mengatakan, BI pada 1 Desember 2025 akan memberlakukan kebijakan insentif likuiditas alias KLM baru untuk mendorong percepatan penyaluran kredit oleh perbankan dengan bunga yang makin cepat sesuai dengan BI rate.

Insentif KLM yang dapat diterima bank terdiri dari insentif lending channel yakni paling tinggi sebesar 5% dari DPK dan insentif interest rate channel yakni paling tinggi sebesar 0,5% dari DPK, sehingga total insentif yang diterima paling tinggi sebesar 5,5% dari DPK.


(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Utang RI Naik Jadi Rp7.074 T, Thailand Longgarkan Impor AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular