Suram, Puma Segera PHK 900 Karyawan Lagi hingga Kurangi Diskon
Jakarta, CNBC Indonesia - Produsen perlengkapan olahraga asal Jerman, Puma, mengumumkan rencana besar untuk membalikkan kinerja bisnisnya yang merosot tajam, termasuk pemangkasan 900 pekerjaan korporat, pemotongan jumlah produk, dan pengurangan strategi diskon besar-besaran.
Langkah itu disampaikan langsung oleh CEO baru Arthur Hoeld dalam konferensi pers di markas besar perusahaan di Herzogenaurach, Jerman, Kamis (30/10/2025).
Saham Puma telah anjlok hingga separuh nilainya sejak awal tahun, tertekan oleh penurunan penjualan dan persaingan ketat dari rival utama seperti Adidas dan Nike di pasar global. Dalam laporan kinerja kuartal ketiga, Puma mencatat penurunan penjualan 15,3% menjadi 1,96 miliar euro, sebagian besar disebabkan oleh strategi diskon agresif untuk menghabiskan stok lama.
"Puma telah menjadi terlalu komersial, terlalu terekspos di kanal yang salah, dan terlalu banyak memberikan diskon," ujar Hoeld, yang sebelumnya menjabat sebagai kepala penjualan di Adidas, dilansir Reuters.
"Saya yakin kami akan mengembalikan 'kucing' ini ke jalur yang benar," tambahnya.
Dalam rencananya, Hoeld mengatakan Puma akan memangkas jumlah produk yang dijual, mengurangi ketergantungan pada pengecer bertarif rendah di Amerika Serikat, serta memperkuat penjualan langsung melalui situs web dan toko milik sendiri.
"Puma akan membeli lebih sedikit produk dari pemasok," kata Markus Neubrand, Kepala Keuangan Puma. "Kami juga akan mempersempit lini produk dan membatasi peluncuran baru."
Adapun pemangkasan 900 posisi mencakup sekitar 13% tenaga kerja korporat global Puma, di luar 500 PHK tambahan yang sudah diumumkan pada Maret lalu. Perusahaan menyebut 2025 akan menjadi tahun yang menantang dengan potensi kerugian, sebelum mulai memasuki masa transisi pada 2026 dan kembali tumbuh pada 2027.
Kelemahan besar Puma dalam beberapa tahun terakhir terletak pada produk yang kurang menarik bagi pasar mode kasual. Saat Adidas menikmati lonjakan permintaan untuk sepatu retro Samba dan Gazelle, Puma justru terlambat dengan model Palermo, sementara sepatu bertema balap Formula 1 mereka, Speedcat, gagal memenuhi target penjualan.
"Kami sudah lama mendengar potensi besar Speedcat, tapi hasilnya tidak sesuai harapan," ujar analis HSBC Anne-Laure Bismuth kepada Reuters. "Mereka harus memperbaiki eksekusi penjualannya."
Puma mengakui bahwa penjualan Speedcat di Eropa dan Amerika Utara masih jauh di bawah ekspektasi pada kuartal ketiga.
Dalam laporan resminya, Puma menegaskan telah mulai menghapus kerja sama grosir yang dianggap tidak diinginkan, menarik kembali stok dari sejumlah pengecer, dan membatasi pemberian diskon besar untuk menjaga nilai merek. Langkah ini membuat inventori Puma meningkat 17,3% menjadi 2,12 miliar euro, karena stok yang diambil kembali dari pasar ritel kini menumpuk di gudang.
Menurut Bismuth, stok berlebih tersebut kemungkinan harus dijual melalui gerai outlet Puma. Perusahaan memperkirakan tingkat inventori baru akan normal kembali pada akhir 2026.
(luc/luc)