Tito Karnavian Telusuri Beda Data Simpanan Pemda di BI, Ini Hasilnya!
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengakui bahwa pemerintah pusat telah menelusuri dana mengendap milik pemerintah daerah (Pemda) di perbankan.
Dari penelusuran ini, Tito menemukan ada perbedaan waktu dalam penyampaian data simpanan Pemda ini. Patut diketahui, data simpanan Pemda di perbankan bersifat dinamis dari waktu ke waktu, sehingga perbedaan waktu saat data disampaikan mempengaruhi besarannya. Seperti diketahui, perbedaan data dana Pemda yang mengendap ini menimbulkan polemik antara pemerintah pusat dan daerah.
"Jadi beda waktu antara sumber dari bank sentral, Bank Indonesia, seperti Jawa Barat itu ya. Itu beda waktunya yang singkat terbaca Rp 4,1 triliun," papar Tito setelah Kickoff KATALIS, di Gedung BI, Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyangkal bahwa data BI yang dipaparkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bahwa ada APBD yang mengendap di perbankan sebesar Rp 4,1 triliun.
Dalam contoh kasus Jawa Barat, Tito menjelaskan dari penelusurannya menemukan bahwa dana Pemda Jawa Barat hanya sebesar Rp 3,8 triliun dan sisanya Rp 300 miliar adalah dana milik Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), seperti rumah sakit dan lainnya.
"Dan itu tidak dibawa kendali dari Provinsi. Nah, itu data itu ada data 31 Agustus, September," kata Tito.
Tito menyampaikan bahwa sisa uang Pemda Jawa Barat yang tersimpan di perbankan saat ini sebanyak Rp 2,7 triliun. Masalah perbedaan data ini disebabkan oleh dinamika waktu.
"Jadi otomatis beda karena waktunya berbeda, uangnya sudah terbelanjakan sebagian. Sama dengan dari Bapak Menkeu menyampaikan Rp 2,33 triliun dari informasi dari BI, bank sentral. Itu timingnya Agustus, September. Sementara yang di data yang di Kemendagri Rp 2,15 triliun karena Rp 18 triliun sudah terpakai oleh daerah-daerah ini," jelas Tito.
Kondisi ini mungkin terjadi karena jumlah pemerintah daerah di Indonesia sangat banyak sekali, mencapai 512 Pemda.
"Jadi Rp 18 triliun dalam waktu 1 bulan berbeda itu sangat mungkin sekali," tambahnya.
Selain itu, Tito menemukan adanya kesalahan input oleh bank pembangunan daerah (BPD). Adapun, BPD yang melakukan kesalahan itu adalah BPD Kalimantan Selatan. Dalam data mereka disebutkan sebanyak Rp 5,1 triliun, ternyata setelah dicek tidak mencapai nilai tersebut.
"Nah setelah kita telusuri di Bank Indonesia masuk Rp 5,1 triliun. Di daerahnya, kita cek nggak segitu. Mereka anggarannya aja Rp 1,6 triliun naik BPD. Sisa 800 miliar. Kok bisa?" paparnya.
"Rupanya peng-inputnya yaitu BPD, Bank Bangunan Daerah Kalsel, meng-input Rp 5,1 itu simpanannya provinsi, dimasukkan sebagai simpanannya, dilaporkan sebagai simpanannya Kota Banjarbaru. Otomatis di BI tercatat punya Kota Banjarbaru," paparnya.
Kasus kesalahan input juga ditemukan di Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara. Kesalahan pencatatan kode rekening ini dilakukan oleh BPD Kalteng. Menurut Tito, Pemda Talaud memiliki kode rekening sendiri dari Kemendagri. Sementara itu, kode rekening untuk Pemda di BI ternyata berbeda, meski kode rekening tersebut sama-sama 4 angka.
Ternyata, kode rekening Kabupaten Talaud tertukar dengan Kabupaten Barito Utara yang memiliki Rp 2,6 triliun.
"Itu daerah (Barito Utara) yang kaya dengan batubara dan lain-lain. Nah dimasukkan datanya, kodenya, (ke) rekeningnya Talaud. Sehingga terbaca (saldonya) punya Talaud, Sulwesi Utara Rp 2,6 triliun," tegasnya.
Tito pun telah mengonfirmasi ke Bupati Talaud dan Bupati tersebut menyangkal uang tersebut. Alih-alih marah, Bupati Talaud justru berharap uang Rp 2,6 triliun benar-benar menjadi milik daerahnya.
"Memang waktu saya ke Menado lucu juga Bupatinya. Saya tanya Pak Bupati, itu betul Pak punya Rp 2,6 triliun? Meskipun saya tahu, kami udah ngecek duluan, sisanya Rp 62 miliar. Dia bukan menyatakan, 'Pak itu salah. Bukan'," ungkap Tito.
" Kalau bisa 2,6 triliun itu bisa masuk ke kami. Bisa jadi kami punya uang kami beneran. Jadi salah input."
(haa/haa)