Buruh Tolak Formula Baru Kenaikan Upah Minimum 2026, Harus Naik 10,5%

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Kamis, 30/10/2025 16:00 WIB
Foto: Ribuan buruh memadati Aula JCC Senayan, Jakarta, Kamis (30/10/2025), untuk mengikuti konsolidasi nasional serikat pekerja. Berbeda dari aksi demonstrasi pada umumnya yang digelar di jalanan, kali ini para buruh memilih melangsungkan aksinya di dalam ruangan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menjelaskan dasar perhitungan tuntutan buruh agar upah minimum 2025 naik 8,5% hingga 10,5%. Menurutnya, angka itu bukan asal klaim, tetapi hasil kalkulasi berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu sebagaimana diatur Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kalau merujuk kepada angka-angka yang sudah keluar, inflasi 2,65%, pertumbuhan ekonomi 5,12%. Tambahin saja. 5,12 (pertumbuhan ekonomi) tambah 2,65 (inflasi), ketemunya di 7,77%. Jadi sudah bener kan?" ujar Said Iqbal dalam konferensi pers di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

Ia menjelaskan, dasar tersebut mengacu pada putusan MK Nomor 168 Tahun 2024 yang menegaskan formula kenaikan upah minimum hanya mempertimbangkan tiga variabel, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.


"Nggak ada formula baru. Ngawur itu Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), nggak ngerti masalah. Baca undang-undang dulu deh. That's right, titik, gak pakai koma," tegasnya.

Iqbal menolak konsep baru Kementerian Ketenagakerjaan yang disebut memasukkan indeks tertentu antara 0,2 hingga 0,7 dalam rumus kenaikan upah. Menurutnya, angka itu tidak memiliki dasar hukum dan berpotensi menekan kenaikan upah buruh.

"Menaker membuat rumusan formula inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tapi indeks tertentunya 0,2 sampai 0,7. Kami menolak total itu," katanya.

Ia mencontohkan, bila pemerintah menggunakan indeks 0,2, maka kenaikan upah buruh hanya sekitar Rp50 ribu.

"Kalau pake 0,2, kalian tau naiknya berapa? Rp50 ribu. Enak saja dia bikin upah kita seenak udelnya. Kalau pakai 0,3, sekitar Rp75 ribu lah," ucap dia.

Lebih lanjut, Said Iqbal menyebut perhitungan KSPI dan Partai Buruh mengikuti dasar hukum yang berlaku dan memperhatikan kondisi ekonomi riil.

"Saya waktu itu ngitung pakai asumsi inflasi 3,26% dan pertumbuhan ekonomi 5,2%, ketemunya 8,46%. Kalau dibulatkan jadi 8,5%, itulah muncul 8,5%. Tapi ternyata inflasinya 2,65%, pertumbuhan ekonominya 5,12%, jadinya 7,77%. Jadi wajar kalau tuntutan kami di kisaran 8,5% sampai 10,5%," jelasnya.

Iqbal menambahkan, permintaan kenaikan hingga 10,5% juga mempertimbangkan daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi, seperti Maluku Utara.

"Di provinsi tertentu ada pertumbuhan ekonominya empat kali pertumbuhan ekonomi nasional. Maluku Utara itu 30,12%. Jadi kami pakai indeks tertentunya 1,4," kata dia.

Menurutnya, formulasi yang diajukan KSPI dan Partai Buruh justru sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang ingin menjaga daya beli masyarakat.

"Kami percaya bapak presiden menginginkan daya beli masyarakat naik. Kalau upah rendah, siapa yang beli barang? Kalau konsumsi turun, pertumbuhan ekonomi juga turun," ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Iqbal, usulan kenaikan upah minimum sebesar 8,5% hingga 10,5% merupakan hasil kalkulasi ekonomi yang realistis, bukan sekadar tuntutan emosional.

"Itulah yang saya sampaikan ke Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi) dan Pak Sufmi Dasco (Wakil Ketua DPR RI). Kita nggak akan pakai angkanya Pak Luhut Binsar Panjaitan (Ketua Dewan Ekonomi Nasional). Kita pakai hitungan yang benar," pungkasnya.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pemerintah Janji Segera Umumkan Besaran Kenaikan Upah 2026