Rencana BBM Dicampur Etanol 10% Dipastikan Tak Ganggu Produksi Gula
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa rencana mandatori program pencampuran etanol 10% (E10) pada Bahan Bakar Minyak (BBM) bensin tidak akan mengganggu produksi gula.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Edi Wibowo menjelaskan, kebijakan E10 tidak akan mengganggu pasokan bahan baku untuk gula karena tetes tebu (molase) yang dimanfaatkan menjadi etanol merupakan produk samping dari tebu. Artinya, produksi untuk gula tidak akan terganggu.
Adapun bahan baku etanol berbasis nabati yang akan digencarkan pemerintah antara lain berbasis tetes tebu (molase), singkong, maupun sorgum.
"Molases itu kayak produk samping dari gula tadi. Gulanya terdapat. Nah ini untuk sampingnya bisa diolah lagi," jelas Edi saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (30/10/2025).
Salah satu negara yang menjadi percontohan untuk pemanfaatan etanol sebagai pengganti BBM adalah Brasil. Negara tersebut juga masih memproduksi gula sebagai produksi sampingan dari tebu.
"Nggak (ganggu pangan). Kayak di Brasil begitu. Kalau gula lagi naik, gula naik tinggi ekonominya, gulanya ditingkatkan produksinya. Makanya disebut molases pakai flexible engine, kan? Sekarang E27 mandatorinya sampai E100 di Brasil," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan kebijakan mandatori penggunaan etanol sebagai campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin sebanyak 10% (E10) akan diimplementasikan pada tahun 2027.
Menurut Bahlil, kebijakan ini dilakukan guna mengurangi ketergantungan terhadap energi impor dengan mendorong kedaulatan energi nasional. Setidaknya, untuk menjalankan E10 pada 2027, volume yang dibutuhkan mencapai 1,4 juta kilo liter (kl).
"Sekitar 1,4 juta kl," kata Bahlil usai Upacara Peringatan Hari Pertambangan dan Energi ke-80 di Monas, Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Ia pun optimistis kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dari dalam negeri. Apalagi pemerintah bakal mendorong investasi untuk pengembangan bioetanol domestik.
"Pasti ada insentif. Bisa ada tax holiday, kemudian marketnya captive," tambah Bahlil.
Seperti diketahui, Indonesia saat ini belum memberlakukan kebijakan mandatori nasional untuk pencampuran etanol pada BBM bensin. Baru PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Patra Niaga yang memberlakukan pencampuran etanol sebesar 5% pada bensin. BBM campuran etanol ini dijual dengan merek Pertamax Green 95. Itu pun baru di beberapa daerah saja, utamanya di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.
(wia)