Kelompok Ini Tak Perlu Bayar Pajak di Indonesia pada 2025

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Rabu, 29/10/2025 11:20 WIB
Foto: Warga melaporkan SPT tahunan di Pojok Pajak di Treasury Tower, Jakarta, Jumat (21/3/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) menjelaskan pentingnya kontribusi wajib masyarakat kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa dalam bentuk pembayaran pajak.

Meski begitu, tak semua orang masuk kategori wajib pajak yang memiliki kewajiban untuk menyetorkan penghasilannya kepada negara. Ada beberapa golongan yang pemerintah beri kelonggaran tidak membayar pajaknya secara rutin ke negara dalam jangka waktu tertentu, baik dalam bentuk insentif maupun keringanan lainnya.

Terbaru ialah pekerja tertentu di sektor pariwisata yang mendapatkan insentif dari pemerintah. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang seharusnya mereka bayar diberi keringanan dengan cara ditanggung pemerintah pada tahun ini. Kebijakan ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2025 yang mengubah PMK Nomor 10 Tahun 2025.


Golongan pekerja tertentu di sektor pariwisata ini ialah pegawai tetap atau pegawai tidak tetap tertentu yang memperoleh penghasilan tidak lebih dari 10 juta per bulan, dan memiliki NPWP ataupun NIK. Ketentuan ini serupa dengan para pekerja di sektor usaha alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang dari kulit yang lebih dulu mendapat insentif PPh 21 DTP.

Bagi para pekerja tertentu di bidang pariwisata itu memperoleh insentif PPh Pasal 21 DTP untuk masa pajak Oktober 2025 sampai dengan Desember 2025. Sedangkan pekerja di sektor alas kaki, tekstil dan pakain jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit berlaku untuk masa pajak Januari 2025-Desember 2025.

"Bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat, diperlukan dukungan pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi 2025 untuk program akselerasi 2025, antara lain berupa perluasan pemberian fasilitas fiskal Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah untuk sektor pariwisata," dikutip dari bagian menimbang PMK 72/2025, Rabu (29/10/2025).

Selain golongan itu, ada beberapa golongan lain baik orang pribadi dan badan usaha yang bebas tidak membayar pajak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), sebagai regulasi turunan dari UU HPP No. 7 Tahun 2021, berikut ini rinciannya:

1. UMKM dengan pendapatan Rp 500 juta per tahun

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo menegaskan bahwa UMKM yang memiliki pendapatan Rp 500 juta per tahun, tidak dikenakan pajak. Artinya, pelaku usaha UMKM dengan omzet maksimal Rp500 juta setahun tidak dikenakan pajak PPh Final 0,5% dari peredaran bruto.

Kebijakan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), sebagai regulasi turunan dari UU HPP No. 7 Tahun 2021.

"PTKP dalam UU HPP digunakan juga untuk UMKM, yaitu omzet Rp 500 juta tidak dikenakan pajak, kalau dulu orang pribadi semata, kalau sekarang UMKM, jadi memudahkan untuk masyarakat untuk bekerja atau mendapatkan penghasilan lebih," tegasnya dalam Stakeholder Award, dikutip Senin (15/1/2024).

Kendati demikian, DJP tetap mengimbau untuk melaporkan SPT atas pajaknya. Adapun, aturan ini memiliki jangka waktu selama 7 tahun sejak NPWP dibuat.

2. Penghasilan di bawah PTKP

Dengan PP no.55 Tahun 2022 ini, maka masyarakat yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta per bulan sah tidak dikenakan pajak. Aturan ini menetapkan bahwa PTKP yang berlaku saat ini masih tetap Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun.

Pekerja dengan gaji Rp 4,6 juta ke atas akan dikenakan pajak setiap tahunnya dengan tarifnya yang paling rendah, yakni 5%. Artinya, pekerja dengan gaji Rp 5 juta per bulan atau Rp 60 juta per bulan mulai dikenakan pajak.

Lebih lanjut, masyarakat yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta per bulan boleh tak lapor SPT. Tetapi, ada syarat yang harus dipenuhi golongan tersebut. Syarat untuk bisa bebas dari lapor SPT Tahunan adalah mengajukan permohonan Non-Efektif (NE). Dengan masuk kategori NE, maka wajib pajak tak perlu lapor SPT setiap tahunnya.

Dari aturan tersebut dapat diketahui, bahwa wajib pajak yang masuk kategori NE, maka ia tak wajib lapor SPT Tahunan dan juga tak akan diberikan surat teguran meski tidak menyampaikan SPT nya.

Berikut ini perhitungan tarif pajak bagi individu:

- Penghasilan Rp 60 juta dikenakan tarif 5%

- Penghasilan Rp 60 juta hingga Rp 250 juta dikenakan tarif 15%

- Penghasilan Rp 250 juta hingga Rp 500 juta dikenakan tarif 25%

- Penghasilan Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar dikenakan tarif 30%

- Penghasilan Rp 5 miliar ke atas dikenakan tarif 35%.

3. Pengusaha dengan Status Rugi

Perusahaan atau WP Badan yang merugi dikenakan pajak minimum apabila memiliki pajak penghasilan tidak lebih 1% dari penghasilan bruto. Aturan ini tertuang dalam Revisi UU Kelima Atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Adapun perusahaan yang dimaksud adalah wajib pajak (WP) badan yang pada suatu tahun pajak mengantongi pajak penghasilan terulang tidak lebih dari 1% dari penghasilan bruto.

Adapun, Wajib pajak badan dengan kriteria tertentu dikecualikan dari PPh minimum. Kemudian, dalam hal terhadap wajib pajak badan dilakukan pemeriksaan, PPh minimum diperhitungkan dalam penetapan pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan.

Sebagaimana ketentuan mengenai tata cara penghitungan PPh minimum, wajib pajak badan dengan kriteria tertentu dan PPh minimum yang diperhitungkan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Bahkan, Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 2 tentang Pajak Penghasilan Badan, mengatur mengenai kompensasi kerugian. UU ini menyebutkan: "Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun".

Artinya, wajib pajak bisa menggunakan kerugian keuangannya untuk mengurangi keuntungan tahun berikutnya, sehingga pajak terutang pada tahun-tahun berikutnya menjadi lebih kecil atau bahkan pajak tersebut tidak terutang sama sekali. Dengan demikian, kerugian keuangan perusahaan dapat dikompensasikan dengan laba neto fiskal dimulai pada tahun pajak berikutnya, berturut-turut sampai dengan lima tahun berikutnya.


(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Lituania Diserang Balon Misterius-UMKM DKI Naik Kelas